Five

242 14 0
                                    

Masa praktek keperawatan dasar kini sudah selesai. Saatnya kembali dengan runitas baru disemester tiga. Disemester ini sudah tidak ada kuliah umum atau anatomi fisiologi lagi, disemester tiga ini sampai akhir kita akan difokuskan pada mata kuliah kebidanan.

Kita akan diajarkan asuhan kebidanan pada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir, kesehatan reproduksi dan masih banyak lainnya. Diawal kuliah yang membuatku terpaksa memasuki dunia kebidanan ini, akhirnya aku begitu menikmati proses demi proses untuk menjadi seorang bidan.

Banyak hal yang harus dikorbankan untuk menjadi seorang bidan ini. Dimana ketika liburan semester teman-temanku yang sekolah di universitas ingin main bareng, aku dengan terpaksa harus menolaknya karna praktek kerja lapangan. Atau ketika hari minggu datang dan kuliah libur, tetap saja aku tidak bisa menikmatinya karna tugas yang banyak sekali.

"Masak gak bisa ikut sih Er, Nil. Ini kan liburan semesteran. Kita libur dua bulanan"

"Hah libur dua bulan? Kita cuma seminggu beb, seminggu itu aja kita gunain buat konsul askeb ke dosen"
Jawab Nilla pada sahabat kami sewaktu SMA.

"Gak asik banget sih kampus kalian"

Well, begitulah nasib mahasiswa kebidanan, kita dituntut untuk mengorbankan lebih banyak waktu untuk belajar. Saat semester dua kita praktek asuhan dasar keperawatan di Rumah Sakit Umum, lalu semester tiga praktek di puskesmas dan menginap di rumah bidan, yang otomatis setelah magang di puskesmas pukul 07.00 sampai 14.00 WIB, kita pulang dari puskesmas belum tentu bisa istirahat tapi menjaga Bidan Praktek Swasta milik bidan yang kami tempati.

Ketika semester empat, kami akan praktek di BPS (Bidan Praktek Swasta) atau BPM (Bidan Praktek Mandiri). Dimana kita menginap di rumah bidan tersebut. Disini masalah terjadi padaku, dimana aku mendapatkan jatah praktek di BPM daerah plosok dekat pantai selatan selama satu bulan, dua minggu.

Pada dua minggu pertama, awalnya semua berjalan dengan lancar. Baru masuk pada minggu ketiga, bidan yang membimbingku tiba-tiba berpulang ke pangkuan Tuhan. Setelah pemakaman selesai dan bantu-bantu keluarga bidan tersebut, suami dari bidan tersebut memanggilku dan Fya teman satu magangku.

"Dek, mohon maaf.. Ibu kan sudah berpulang, adek sudah kasih kabar ke dosen pembimbing di kampus dek tentang masalah ini? Soalnya adek gak bisa terus magang disini kalau ibuk sudah tidak ada"
Kata bapak dengan pensiunan tentara tersebut.

"Belum pak, rencananya kami akan menghubungi dosen kami setelah ini"

"Baik kalau memang seperti itu. Terimakasih sudah bantu-bantu keluarga kami selama ini dek. Maaf jika ibu ada salah-salah ke kalian."

"Kami juga minta maaf selama ini kami merepotkan bapak dan ibu"

"Yaudah sekarang kalian istirahat saja"

"Baik pak, terimakasih"

"Say, kita disini emang semerepotkan itu ya? Kita disini juga bayar kan ya aslinya yang kapan hari itu bu Dina sama bu Elanie tuh ngasih aplop yang isisnya uang ratusan ribu"

Fya berbicara bisik-bisik ketika kami sudah berada dikamar yang berada di seberang rumah beliau. Jadi selama dua minggu ini kami tinggal di pondok bersalin seberang rumah beliau. Bu Wahyu ada di sini hanyak pukul 08.00 sampai pukul 12.00 WIB, setelahnya dia akan kembali ke rumahnya dan jika ada orang bersalin maka kita wajib mengabari beliau. Terkadang kami juga ditinggal sendiri dengan mb asistennya karna beliau ke puskesmas atau posyandu.

"Ya mungkin karna bu Wahyu sudah meninggal Fy jadi suaminya ngomong kek gitu"

"No say, tadi aku dengar ribut-ribut tentang warisan. Bu Wahyu kan belum ada anak, nah ini tanah milik keluarganya bu Wahyu jadi suaminya katanya gak boleh tinggal disini lagi karna ini hak keluarga dari bu Wahyu"

"Kamu ini Fy tau gosip dari mana? Hati-hati lo kalau gak bener jatuh ke fitnah"

"Ih beneran, orang aku tau sendiri pas pagi-pagi buta kamu sama bu RT diajak beli bunga buat dirangkai, aku tuh dengar sendiri di kamar adek sama kakaknya bu Wahyu bilang seperti itu. Harta emang bikin gelap mata ya say?"

Aku mengangguk, dan mencoba menghubungi bu Elanie yang kebetulan Kaprodi dan pembimbing kami di siang hari. Pesan terkirim dengan centang satu, dan tetap centang satu ketika kami cek setelah sholat ashar, mungkin sibuk atau mungkin hari minggu seperti ini beliau sibuk dengan keluarganya, jadi kami putuskan untuk tidur.

Entah berapa lama kami tertidur, karna dari kemarin malam kami tidak bisa tidur disibukan membantu pemakaman dan selametan almarhum bu Wahyu, kami dibangunkan dengan ketokan pintu dari kamar yang ternyata asisten almarhum ibu mengabarkan bahwa ada dosen kami di rumah almarhum.

Setelah kami cuci muka dan memakai kerudung dan hendak ke rumah almarhum, ternyata bu Elanie dan bu Anggun sudah berada di pondok desa yang kami tempati. Beliau duduk di ruang periksa ditemani mba Husna asisten almarhum bu Wahyu yang kebetulan juga warga sini. Aku dan Fya menyalami dosenku tersebut dan duduk di kursi belakang beliau.

"Dek ini kan bu Wahyu sudah berpulang, tadi ibu sudah dihubungi mb Husna. Jadi sepertinya kalian tidak bisa meneruskan pkl disini. Walaupun mb Husna juga bidan tapi beliau belum punya SIP, jadi sekarang siap-siap kemasi barang kalian ya. Ibu kesini sekalian jemput kalian. Kalian kesini ada bawa kendaraan ndak?"

"Ndak ada bu, rencananya besok baru diantar orangtua motornya"

Jawab Fya yang kebetulan rumahnya memang lumayan dekat dari sini daripada aku. Fya melarangku membawa motor kesini karna menurutnya motor satu saja cukup untuk akomodasi kita berdua disini.

Setelah kami berkemas dengan koper masing-masing, kami pamit dan mengucapkan terimakasih pada keluarga bu Wahyu dan mb Hasna. Selanjutnya fya akan melanjutkan praktek di BPM saudaranya bu Anggun dan aku digabungkan dengan Nilla dan Heli di BPM milik bu Elanie.

"See you ya say, baik-baik ditempat baru. Terimakasih waktu 2 minggunya bersamaku"
Kata Fya sambil memelukku didepan rumah bu Anggun.

"Kamu juga baik-baik ya Fya. See you too"
Jawabku sambil menepuk-nepuk pundaknya karna dia mulai terisak.

"Kalian kaya mau gak ketemu lama aja"
Komentar bu Anngun sambil tertawa. Bu Anggun memang dosen paling muda di kampus kami. Beliau mudah bergaul dan dekat dengan para mahasiswanya.

Berdua dimobil hanya dengan bu Elanie membuatku kurang nyaman. Selain beliau di kampus dikenal tegas, beliau juga pendiam. Aku belum pernah tau rumah beliau dimana, aku juga tidak berani bertanya.

"Sudah makan kami Er?"
Tanya bu Lani tiba-tiba.

"Mmm sudah ibu"

"Beneran? Mampir makan dulu ya Er."

"Iya bu, boleh"

"Er sebenarnya BPM saya tidak jadi satu dengan rumah, mes nya sudah penuh karna ada dua asisten saya, dan empat mahasiswa praktek. Jadi kamu ndak dapat kamar karna cuma ada 3 kamar, 1 kamar cuma cukup buat 2 orang"

"Kalau kamu mau, tidurnya di rumah saya saja ya Er, kebetulan kamarnya si bungsu kosong karna dia nginep dirumah neneknya. Tapi nanti kalau mau ke BPM jalan 3 rumah dari rumah saya gakpapa ya?"

"Iya bu tidak papa, atau nanti saya seranjang sama Nilla juga ndakpapa bu"

"Jangan, gak enak kalau tidur kaya pindang. Nanti saya minta asisten kalau ada inpartu tengah malam biar telephone kamu. Nanti jangan kawatir gak kebagian pasien. Kayanya bulan ini banyak inpartu. Kamu sudah dapat inpartu berapa di bu Wahyu Er?"

"20 bu Alhamdulillahnya. Tapi masih pandang"

"Wow disana terkenal memang rame ya?"

"Enggeh bu (iya bu)"
***

Bu Elanie tidak sejahat atau sekaku yang sering diceritakan kakak tingkat atau teman-temanku. Sosoknya hangat, hanya saja memang disiplin. Awalnya Nilla tidak keberatan jika aku seranjang dengannya, tapi bu Elanie tidak memperbolehkan dengan alasan ranjang di mess tersebut berukuran single.

Rumah bu Elanie begitu cantik dan mewah. Di depan terdapat taman yang tertata rapi, kemudian didalamnya persis sekali seperti hotel, bersih, rapi dan mewah. Beliau mengenalkanku pada mb Astrid dan bu Asti asisten rumah tangga beliau. Mereka sangat ramah kepadaku, termasuk suami bu Elanie, hanya satu orang yang tidak bersikap ramah padaku anak pertamanya yang ternyata dokter Narve.
***

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang