Six

238 16 0
                                    

Beberapa hari menjalani praktek semester empat ini membuatku sedikit lelah. Bukan lelah karna terlalu banyaknya pasien yang datang, bukan juga karna teman sekamar yang menyebalkan seperti cerita teman lainnya, bukan juga karna laki-laki yang terus mengganggu seperti yang dialami Fya di tempak praktek barunya, tapi karna sinisnya asisten dari bu Lani.

"Aku salah apa to Nil?"
Aku bertanya pada Nilla saat kita berada di teras depan rumah bu Elanie. Nilla dan mb Putri sengaja kesini untuk konsul askeb kepada bu Elanie.

"Aku juga kurang tau beb"
Jawab Nilla menatapku iba.

"Aku tau sebenarnya Er"

"Apa tu mba? Mereka belum pernah negor aku soalnya."

"Mereka cemburu Er"

"Cemburu karna apa to mba?"

"Aku pernah sore-sore waktu shift sama mereka, mereka bilang. Enak tuh anak baru kaya ratu. Kamar ber Ac, tidur ditempat yang nyaman, makannya enak, fasilitas lengkap. Lah kita yang jadi asistennya beberapa bulan apa kabar? Gitu kurang lebih Er, kamu juga pernah dibilang kecentilan sama anaknya bu Elanie."

"Hah Astagfitullah mba Put, aku ndak pernah lo minta ini semua, aku dulu bilang sekamar sama Nilla aja tapi ndak boleh sama bu Lani, selama seminggu di sini aku juga ndak pernah lo ngobrol sama anaknya atau ketemu sama anaknya bu Lani"

"Anaknya bu Lani yang mana sih? Yang Cwe ya? Bukannya kamu belum bertemu beb?"

"Iya makannya itu Nil"

"No... big no bukan itu yang mereka maksud guys, yang cwo. Itu kan cem cemannya mb Mida sama mb Puby"

"Hah dokter Narve maksudnya mba?"

"Iya kayaknya Er, aku juga pernah dengar namanya disebut-sebut. Tapi belum pernah tau beliaunya seperti apa"

"Mereka cemburu intinya ya mb Put? Emang kamu ngapain sama beliau beb?"

"Aku gak pernah ngapa-ngapain lo padahal Nil, duh aku tu males tau gak kalau kaya gini. Sikapku dan apa yang aku kerjakan selama seminggu ini kaya salah mulu gitu dimata asbidnya ibu. Aku males pingin pulang. Aku nyerah aja"

Aku mulai berkaca-kaca mengingat kejadian tiga hari lalu, dimana aku dimarahi habis-habisan di depan ibu bersalin karna aku yang tak datang saat mereka menolong partus tengah malam, padahal bu Lani melarangku untuk datang karna sorenya aku dan beliau sudah menolong partus sendirian tanpa mereka. Aku siangnya juga dimarahin habis-habisan karna dibilang cari muka karna membantu bu Lani tindakan disaat mereka sedang tidur siang.

"Jangan gitu beb, kamu gak boleh nyerah gitu aja karna perlakuan mereka"

"Ada apa?"
Tanya bu Elanie tiba-tiba yang ternyata berada di belakang kami.

"Hah..."
Jawab kita bertiga gelagapan dan sedikit tersentak kaget.

"Ada apa? Kita masuk kedalam saja ya. Di luar dingin habis hujan"

Katanya sambil masuk kerumahnya dan kami mengikutinya seperti anak bebek yang sedang mengikuti induknya. Kami bertiga berkumpul di ruang tengah, bu Lani fokus mengoreksi askeb kami sambil sesekali bertanya tentang kasus yang kami ambil.

"Jadi kalian ada masalah apa?"
Tanya bu Lani ketika kami telah selesai dengan konsulnya. Aku menggeleng sambil menatap Nilla.

"Kalau gak ada kenapa nangis Er, coba cerita sama ibu kalau ini ada masalah sama kuliah kamu"

"Emm ndak ada kok bu"
Jawabku takut-takut pada beliau sambil menunduk.

"Kamu harus cerita beb"
Bisik Nilla kepadaku yang aku jawab dengan gelengan.

"Kenapa Nil? Coba cerita"

"Erine selalu dimusuhin asisten bu Lani karna tidur dirumah ibu"
Jawab mba Putri dengan cepat yang membuat kami menatapnya kaget.

"Gimana?"
Tanya bu Lani memastikan.

Kemudian Putri menceritakan apa yang aku alami beberapa hari ini. Putri juga menceritakan apa yang semua dia tau, yang bikin aku shock, ternyata asisten bu Elanie sering mengambil keuntungan dari pasien yang datang. Mereka sering menarik lebih dari tarif yang sudah ditentukan oleh bu Elanie.

"Bener apa yang kamu ceritakan itu put?"

"Iya bu, tapi saya mohon jangan bilang ke mereka jika saya yang bilang bu. Saya mohon"

"Hmm oke nanti biar ibu cek CCTv dulu. Sekarang sudah malam istirahat ya"

"Bu, maaf apa tidak sebaiknya saya tidur di mes saja? Takut ada partus tengah malam bu"
Bu Elanie terlihat menimang-nimang, kemudian mengangguk.

"Oke biar gak semakin runyam masalah iri-irian. Tapi tunggu sebentar"

Beliau naik kelantai dua, entah apa yang akan beliau lakukan. Kita hanya bisa menunggu sambil memperbaiki asuhan kebidanan yang sudah di coret-coret bu Elanie tadi. Beliau terlihat turun dengan anak laki-lakinya.

"Er ibu mau keluar sebentar. Kamu berkemas saja dibantu Nilla dan Putri ya."

"Baik bu, terimakasih banyak"
Beliau mengangguk, kemudian berlalu pergi dengan sang putra.

"Beb dokter Narve ganteng banget ya, tapi sayang kaya ganebo kering. Kaku"

Kata Nilla setelah sampai di kamar yang selama ini aku tempati. Nilla yang katanya siap membantu barang bawaanku, nyatanya hanya aku yang berberes dibantu dengan mb Putri. Nilla hanya tiduran menikmati kasur yang besar dan empuk katanya sambil selfi.

"Er, itu tadi anaknya bu Lani yang katanya cem cemannya mb asisten?"
Aku mengangguk mengiyakan mb Putri. Tiba-tiba mba Putri tertawa yang membuatku mengeryit heran.

"Kenapa mba?"

"Halu ih mereka kalau bayangin pacaran sama yang model gituan. Mana suka seganteng itu suka sama mereka yang pas-pasan hahaha"
Katanya masih sambil tertawa, dan aku acuh sambil siap menggeret koperku.

Sesampai di klinik, mba Mida nampak kaget dengan kedatanganku membawa satu koper besar dan boneka angrybirdku. Aku yang masih tau sopan santun menunduk dan sekedar menyapanya.

"Tereliminasi kamu Er"

"Iya mba"
Jawabku singkat kemudian naik kelantai dua berjalan ke kamar Nilla.
Aku berbaring di tempat tidurnya, sedangkan Nilla masih sibuk bertelephonan dengan sang kekasih.

"Beb.. beb ada bu Lani"
Setengah sadar aku mendengar Nilla membangunkanku tapi terlalu sulit mata ini untuk dibuka.

"Er... bangun pindah sini"

Badanku digoncangkan pelan. Merasa terganggu dengan goncangannya pada badanku, aku terbangun dan kaget ketika membuka mata melihat wajah dokter Narve sangat dekat denganku. Karna respon tersebut, aku hampir terjungkal ke belakang jika tangannya tidak menahan tanganku.

"Hati-hati dong, kalau jatuh gimana?"
Katanya kemudian berlalu keluar.

Aku mengusap dadaku menetralkan jantungku yang berdegup kencang. Menoleh ke arah Nilla dan bu Lani yang menatapku bengong. Secepat kilat aku berdiri dari ranjang, dan tidak beruntungnya kakiku terselip di antara selimut yang aku pakai. Akhirnya aku terjungkal dan jatuh.

"Hati-hati nak. Sakit?"

Tanya bu Elanie kepadaku saat menolongku yang aku jawab dengan gelengan. Bukan sakit yang aku rasakan sekarang, tapi lebih ke malu karna Nilla dan dokter Narve menertawakanku. Kompak sekali mereka batinku.

"Tidur di sini dulu ya sementara. Tadi sudah ibu belikan kasur"

"Terimakasih banyak bu Lani. Maaf selalu merepotkan ibu"
Jawabku mengangguk sambil menunduk.

"It's oke. Sekarang istirahat sudah malam. Nanti kalau ada partus tolong hubungin ibu ya"

"Baik bu, terimakasih"
***

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang