Hujan

175 14 1
                                    

Guys, sebearya aku mau lanjutin cerita ini hingga selesai. Tetapi karna ada yang bilang ini dan itu... aku jadi mikir kaya, apa aku stop aja ya cerita ini karna dinilai jelek?

Tapi ada teman yang bilang "Stop feeling sorry for yourself, and just write something bad!". Sesuatu yang terus mengena kepadaku, kalau memang suka menulis, ya menulis saja. Jelek atau tidak, yang penting menulis. Jadi... aku putuskan untuk melanjutkan tulisanku ini, yang sudah saya pending...
Tapi gimana kalau menurut kalian?


#HappyReading

Berlarian di bawah hujan, adalah sesuatu hal yang jarang aku lalukan. Tapi hari ini, aku dan mas Narve melakukannya. Saat ini kita sedang berada di Kebun Teh Wonosari, yang terletak di dataran tinggi lereng Gunung Arjuna Malang. Kebun teh ini berada di ketinggian 1250 Mdpl. Dan tentunya menawarkan pemandangan hijau yang memanjakan mata dan menyejukan.

Kebun ini berdiri diatas lahan seluas 1.144 hektar dan menjadi satu-satunya kebun teh di Jawa Timur. Kebun teh Wonosari dapat diibaratkan pengganti wisata puncak bagi masyarakat Jawa Timur, terutama yang bertempat tinggal di wilayah Malang. Keindahan panorama kebun Teh Wonosari tak kalah menakjubkan dengan wisata Puncak di Bogor. Hanya saja Puncak Bogor lebih populer ditelinga masyarakat.

Kebun teh ini memiliki sejarah panjang sejak zaman colonial Belanda,Tepatnya berdiri pada tahun 1910. Kebun teh Wonosari merupakan kebin teh pertama di Jawa Timur yang bernaung di bawah perusahaan Belanda bernama NV.Culture Maathappy pada saat itu kebun teh ini ditanami the dan kina.

Namun pada masa penjajahan Jepang, dengan misi swasembada pangan untuk jajahannya, sebagian tanaman teh diganti dengan tanaman bahan makanan pokok seperti singkong, ubi, kentang dan sejenisnya.

Berlari sejenak di bawah hujan, memberikan ilham dan membuatku merenung sejenak. Betapa waktu kecil kita tidak takut akan apapun saat berhujan-hujanan ria. Terpleset? Ya sudah jatuh saja. Lecet-lecet? Biarkan saja, nanti juga bisa ditutup hansaplast. Malu? Apa itu malu? Yang dirasa cuma tertawa geli dan kadang marah sendiri saat tergelincir. Kita tidak peduli robek, pedih, malu, kotor. Cuma ingat rasa puas karena bisa bermain di bawah hujan.

"Basah deh jadinya"
Ucap mas Narve memandangku sambil tersenyum, saat kita sudah berada di dalam mobil.

"Seru ya mas"
Kataku sambil tertawa.

"Kita berlari seolah berlomba dengan rintik hujan. Tapi kita juara, karena walau basah sekujur tubuh, yang menangis langitnya, dan kita yang tertawa"

"Kamu bahagia?"
Tanyanya padaku sambil mengusap sisa air hujan di wajahku dengan tissue.

"Bahagia dong, mas lihat deh anak-anak itu... mereka bisa tertawa bahagia gitu sambil berlarian dibawah hujan. Mungkin enak ya kalau kita jadi anak-anak terus"

"Enak, jadi anak-anak itu memang menyenangkan. Bisa melakukan hal yang konyol dan memikirkan segalanya. Tapi, waktu dan realita yang mendorong kita untuk tumbuh berkembang menjadi dewasa. Merasakan yang namanya mendapat gaji, kadang lebih dan kadang pas-pasan. Merasakan hubungan yang kompleks, tidak sesederhana suka atau tidak suka, norma sosial, dan lainnya. Merasakan yang namanya "good days, bad days". Merasakan yang namanya milestones kehidupan, yang kadang membawa kita ke suatu tahap, yang mungkin juga kita tidak pernah sangka kita bisa mencapai ke titik tertentu, atau bahkan jatuh ke titik tertentu."
Kata mas Narve sambil menerawang jauh.

"Kenapa ngeliatin sambil bengong gitu sayang?"
Tanyanya lagi tapi kali ini dia sambil memutar setir mobilnya.

"Gak... gak kok"
Kataku sambil tersenyum melihatnya.

"Kenapa?"
Tanyanya lagi memaksa sambil mencubit hidungku.

"Gak papa sih, cuma aku agak heran aja mas"

"Heran kenapa?"

"Mas bisa sepuitis itu... dan ngomong sepanjang itu hahaha"
Kataku sambil tertawa di akhir, sedangkan mas Narve hanya tersenyum memandangku. Lalu mengusap ubun-ubunku lembut kemudian matanya fokus lagi pada jalanan yang kini berkelok-kelok.

"Mas"

"Iya sayang"

"Aku tidak pernah ingin kehilangamu, terlepas dari apa yang kita lalui. Aku sudah kehilangan banyak orang dalam hidup. Aku tidak ingin kehilanganmu lagi."

Kataku pelan padanya namun tulus sambil berkaca-kaca. Entah kenapa akhir-akhir ini aku selalu bermimpi mas Narve meninggalkanku bersama perempuan lain. Setelah dua kali aku bermimpi seperti itu, rasanya selalu sesak yang aku dapatkan dan pastinya takut kehilangan. Mas Narve memandangku lama, tatapan itu seakan menelusuri setiap sudut yang ada di mataku.

"Kenapa tiba-tiba ngomong gitu bee?"

"Janji jangan tinggalin aku lagi ya?"
Ucapku memohon tanpa ingin menjawab pertanyaannya.

"InsyaAllah, aku akan tetap di sampingmu sayang. Kecuali Allah yang memisahkan kita."

"Janji?"

"Iya sayang... InsyaAllah"

"Terimakasih mas"

"Sama-sama calon istriku"
Ucapnya sambil menciumi tanganku berkali-kali.


***

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang