Seven

241 16 0
                                    

Satu Tahun Kemudian...

Bingung, pasrah, kesel, dongkol, mungkin itu sebagian kata yang dapat mendeskripsikan suasana hati mahasiswa baru di saat di mana kita dulu harus merasakan fase sebelum kuliah yang biasa disebut ospek. Hmm, tapi suasana ini ternyata mempunyai kisah tersendiri.

Sama seperti kisahku yang menemukan keluarga baru diawali karena rasa senasib, sepenanggungan yang kami rasakan ketika menjalani kehidupan baru sebagai "dik maba". Mereka sudah lebih dari sekadar sahabat bagiku, mereka adalah saudara, mereka adalah keluargaku. Kelompok kami beranggotakan delapan orang, ada yang berasal dari Bengkulu, Malang, Bali, Sulawesi, Kalimantan, dan Lombok.

Jika diingat tiga tahun yang lalu ketika kami masih awal bertemu masih canggung, masih jaim, bila bertemu hanya bertukar senyum. Setelah itu mulai berani nyapa, makan bareng, ngerjain tugas ospek bareng, begadang bareng, dihukum bareng. Hingga kami punya nama kesayangan masing-masing.

Kamar asrama bukan hanya milikku, kamarmu juga bukan milikmu, ini semua kamar kita ini asrama kita, jadi di antara kami tidak akan ada yang menyalahkan jika masuk ke kamar sebelah. Tidur dan makan dan aktivitas apapun kami lakukan dari satu kamar ke kamar yang lainnya tanpa canggung.

Ekspektasiku tentang dunia kuliah dan dunia asrama pun berubah karena mereka. Di awal akan menjadi anak asrama aku merasa akan sangat berat untuk meninggalkan rumah jauh dari ibu dan saudara-saudaraku, apa-apa harus sendiri. Tapi ternyata  aku malah menemukan keluarga keduaku.

Pernah suatu saat aku membayangkan akan menjalani tiga tahun kehidupan yang sangat membosankan tapi ternyata ekspektasiku salah kehidupanku selama tiga tahun itu justru menjadi hari-hari paling berwarna. Jujur saja aku bukan sosok orang yang mudah bergaul dengan orang baru, tapi bersama mereka entah mengapa aku merasa berbeda. Di tahun-tahun pertama perkuliahan walaupun berat tapi dapat kami lewati, tidak akan ada beban yang terlalu berat jika kita hadapi bersama.

Entahlah harus aku mulai dari mana memulai. Terlalu banyak hal yang telah aku lewati bersama mereka mulai dari air mata saat kami merasa tidak kuat untuk menghadapi tugas ospek maupun tugas kuliah, ujian praktek. Ditambah lagi dengan pelatihan-pelatihan yang harus kami ikuti sebagai tenaga kesehatan.

Aku sempat merasa kalau aku salah jurusan masuk ke Sekolah Tinggi Kesehatan ini sembari menangis aku menghubungi Bunda via telepon. Mencurahkan keluh kesahku yang ingin pindah jurusan saja. Tapi sahabatku menguatkanku.

"Jalani saja, pasti lewat kok. Buktinya kakak tingkat kita saja bisa kok bertahan sampai tingkat tiga di sini bahkan sampai diwisuda. Kamu nggak sendiri kan ada kita, pokoknya prinsip kita salah satu salah semua.,"

Kata-kata dari mereka yang masih aku ingat. Selain itu pertambahan usiaku selama tiga tahun juga selalu aku lewati bersama mereka. Kami selalu punya cara tersendiri untuk merayakan pertambahan usia masing-masing. Tawa, canda, suka, duka, air mata, senyuman selalu mewarnai hari-hariku bersama mereka.

Pagi hari selalu saja terjadi kehebohan. Saat kami akan berangkat kuliah kami selalu saling tunggu dan berangkat bersama. Di kampus pun kami selalu memilih tempat duduk berjejer. Di asrama ketemu mereka, di kampus ketemu mereka lagi, hang out juga selalu sama mereka walaupun tidak selalu lengkap dikarenakan kesibukan masing-masing.

Tiga tahun yang begitu indah, hingga pada akhirnya tujuan awal kami kuliah pun sudah di depan mata. Hari ini adalah hari yang kami tunggu-tunggu. Hari di mana semua keringat kami selama tiga tahun terbayarkan.

Satu per satu nama kami dipanggil dengan tambahan gelar di belakangnya. Senang, bangga, haru, sedih semua bercampur rasanya. Senang karena sudah dapat menyelesaikan kewajiban kami dengan hasil yang cukup memuaskan dan sedih karena kami sudah harus berpisah dan menghadapi dunia yang sebenarnya.

"Guys"
Panggil Fya kepada kami yang selesai foto bersama dengan para dosen prodi kebidanan.

"Maaf karena belum bisa menjadi sahabat dan saudara yang baik untuk kalian, maaf kalau selama ini sikapku yang moody dan mungkin pernah membuat kalian kesal. Terima kasih karena sudah menemani tiga tahun perjalananku, terima kasih karena sudah menjadi saudaraku, terima kasih karena sudah menemani dari ospek, pelatihan, ulang tahun, praktikum, penelitian, galau, berantem satu sama lain, sidang, yudisium hingga hari ini kita diwisuda bersama."

Kita berpelukan haru, sambil menangis seperti tidak akan ada lagi waktu untuk bersama dan bertemu. Padahal kita masih bisa bertemu lagi untuk beberapa keperluan di kampus. Menyadari hal itu kita semua tertawa bersama, mentertawakan sikap konyol kami.

Nilla menyenggol tanganku memberi kode bahwa ada orang dibelakangku. Aku berbalik dan mendapati teman beda prodi memberikan setangkai mawar padaku. Ada Zian, Fandi, dan Fahmi.

"Selamat ya Er"
Kata mereka satu persatu.

"Terimakasih Zian, Fandi, dan Fahmi. Kalian juga selamat atas wisudanya. Maaf gak bisa balas ngasih bunga juga"
Jawabku dengan tersenyum lebar.

"Gak apa gak dikasih bunga Er, hatimu aja"
Kata Zian menggoda yang mendapat toyoran dari Fahmi. Lalu kita tertawa bersama.

"Permisi"

Kami menoleh kearah sumber suara. Aku melihat pria dengan jaket hitam, kaos santai berwarna putih, dan celana slim warna khaki, tidak jauh dari kami dengan membawa rangkaian bunga anggrek hidup dengan pot keramik berwarna putih dihiasi pita kaca. Dia tersenyum kearahku dan menyerahkan rangkaian bunga tersebut.

"Selamat ya Er, sengaja gak mau kasih mawar potong seperti orang kebanyakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat ya Er, sengaja gak mau kasih mawar potong seperti orang kebanyakan.. Bunga anggrek hidup aja biar lebih tahan lama. Dirawat ya, susah-susah aku dari Bandara langsung ke Batu cuma cari anggrek dan minta dirangkai kaya gini"

"Aaa Whilly, walaupun mulutmu selalu pedes kamu tetap sosweet. Terimakasih"

Aku memeluknya, tiga tahun aku tak bertemu dengannya. Dalam proses mengerjakan Asuhan Kebidanan Konprehensif, dialah yang sering menyemangatiku, membantuku mengedit, dan merangkai kata-kata di bab pembahasan. Dia menepuk-nepuk pundakku pelan sambil terkekeh. Aku melepasnya setelah sadar aku masih berada ditempat umum.

"Kangen banget ya?"
Aku mengangguk dan tersenyum malu.

"Btw Whil, kenapa warna ungu? Jangan bilang kamu asal aja pilihnya"

"Enggak dong, warna ungu erat dengan kekuasaan dan kebangsawanan. Anggrek ungu, warna yang populer di kalangan keluarga kerajaan. Anggrek ungu disebut sebagai 'ratu sejati' di antara bunga lainnya. Anggrek ini adalah hadiah yang sempurna untuk kamu seseorang yang aku kagumi, aku hormati dan aku hargai."
Katanya tersenyum yang membuat lesung pipinya terlihat.

"Aduh.. dunia milik berdua nih kalau udah gini. Aku mau pergi sajalah nyusul ibuku di dalam"

Kata Nilla mengomentari kami lalu pergi masuk loby hotel. Aku dan Whilly tertawa, kemudian saling pandang kembali. Mengamati Whilly yang sekarang dengan dia yang tiga tahun lalu sudah banyak berbeda. Whilly di depanku sudah tumbuh menjadi pria yang lebih dewasa dan tampan tentunya.

"Pulang bareng aku yuk. Bunda sama ayah mana?"
Tanyanya padaku.

"Di dalam"

"Pulang bareng aku ya? Izin ayah bunda dulu. Aku kangen nih, seminggu waktuku pulang ke Indo harus kamu temani terus pokoknya. Aku gak mau rugi beli tiket pesawat PP"

"Hahha dasar pritungan"
Kita berjalan beriringan dan pamit kepada orangtuaku.
***

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang