Perdebatan Kecil

230 15 2
                                    

"Jadi gimana mas bagusan ini apa yang warna hitam"

Aku bertanya pada mas Narve tentang mukena yang akan aku pilih untuk seserahan. Dia hanya menatapku sekilas, lalu memejamkan matanya lagi, menutupi matanya dengan satu tangannya. Dua puluh menit lalu mas Narve datang ke polindes, dia menepati janjinya untuk datang menemaniku memilih barang yang akan dipakai untuk seserahan acara tunangan kita nanti.

Namun hanya datang, tidak ikut berdikusi atau memberiku pendapat. Yang dia lakukan hanya mengambil bantal di kamarku, lalu dia gunakan waktu itu untuk tidur di sebelahku. Aku mengendus kesal saat mas Narve tak juga menanggapiku.

"Katakanlah sekarang bahwa kau tak bahagia, aku punya ragamu tapi tidak hatiku..."

Aku menyanyi dengan penuh penekanan di setiap katanya untuk menyalurkan kekesalanku pada mas Narve. Tapi belum sampai lagunya selesai, mas Narve lebih dulu bangun dari tidurnya dan mencium pelipisku gemas sambil tersenyum.

"Bahagia kok, gak usah nyindir-nyindir gitu"
Ucapnya tanpa beban.

"Gimana-gimana... Jadi mau pilih yang mana?"
Tanyanya padaku sambil ikut melihat toko online orange yang ada di handphoneku.

"Bagusan hitam"
Imbuhnya sambil melihat handphoneku.

"Gak, aku mau yang warna lain."
Jawabku ketus.

Dia hanya tersenyum menanggapi responku yang terkesan marah. Sebenarnya aku gak marah, cuma kesel aja. Aku itu bukan manja atau haus perhatian. Namun bagiku dan kebanyakan perempuan, ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa kita lebih suka diperhatikan.

"Yaudah"

"Kamu pernah diceritain mama gak tentang kisahnya sama papa?"

Mas Narve tiba-tiba bertanya padaku saat aku cukup lama diam. Jujur aku penasaran dengan topik yang dia tanyakan padaku, tetapi aku masih gengsi untuk menanggapinya. Dari awal aku sama Nilla memang penasaran bagaimana sosok bu Elanie mendapatkan dokter Reza yang menurut kami ganteng, baik, dan ayah able itu. Secara kebanyakan dokter apalagi sudah spesialist seperti beliau pasti akan memilih pasangan hidup dokter juga. Ya ada sih yang gak, tapi itu mungkin hanya satu dari seratus.

"Mamaku dulu ketemu sama papa di Rumah Sakit. Singkat ceritanya, papa suka sama mama, dan mereka menikah. Perjalanan hidup mama gak mudah seperti yang kamu lihat sekarang, mama sering diajak pergi sekedar makan malam berdua, atau nonton lalu di tinggal di tengah jalan karna papa ada cito. Akhirnya mama harus mengalah dan turun di tengah jalan, lalu mencari taxi."

"Waktu lamaran, papa tidak pernah sama sekali tau apa yang di beli mama untuk seserahan. Mama beli sendiri, bahkan mirisnya seserahan itu dia hias dan rangkai sendiri lalu di serahkan ke papa setelah jadi untuk dibawa saat acara lamaran tiba. Sama sekali gak ada kejutan bukan?"

"Saat mereka menikah, diacara resepsi... mama hanya sendirian menyambut tamu, dibantu dengan oma, kalau kamu tanya dimana papa.. dia lebih memilih pergi ke RS sebentar karna ada cito SC. Saat pulang, mood papa sudah berantakan karna salah satu pasiennya ada yang tidak terselamatkan karna emboli ketuban. Akhirnya berdampak ke mama yang dicuekin di malam pertama."

"Masih banyak lagi sebenarnya cerita mama, mama sering kesepian, menangis karna rindu, bahkan tidak bertemu papa dalam beberapa hari adalah hal yang biasa bagi mama."

Dia terdiam, matanya menerawang jauh sambil tersenyum miris. Lalu menatapku dalam, lama sekali kita saling pandang.

"Aku gak minta kamu sekuat mama, aku juga selalu berusaha kamu gak merasakan yang mama rasakan."

"Aku berusaha kasih kabar di sela-sela kesibukanku biar kamu merasa gak di anggurin, aku juga berusaha sempetin ketemu kamu walaupun curi-curi waktu di sela jadwal praktek. Aku sudah berusaha sayang, maaf kalau kamu merasa waktuku masih kurang untuk kamu. Aku kerja keras juga buat masa depan kita, aku ingin kamu hidup enak dan gak kekurangan. Maaf kalau aku masih banyak kurang dan salahnya."

Katanya sambil menatapku lembut, pandangannya terlihat sendu dan merasa bersalah. Namun aku enggan menanggapinya, rasanya mulutku berat sekali untuk berkata maaf juga padanya. Maaf karna aku terlalu banyak meminta waktumu. Jahat banget ya berati aku? Aku egois ya? Apakah aku terlalu menuntutnya? Bagaimana bisa aku selalu menuntut dia harus selalu ada untukku. Sedangkan dia punya pekerjaan, keluarga, dan juga hidupnya sendiri.

Rasa sesak itu mulai memenuhi dadaku, mataku mulai buram, tidak bisa melihat dengan jelas lagi sosok pria yang sangat aku cintai itu karna air mataku yang mulai jatuh. Tak lama setelahnya, aku rasakan usapan lembut di pipiku oleh tangan halusnya.

"Maaf"
Ucapku tertahan, aku menunduk tak berani lagi menatapnya.

"Kenapa?"
Tanyanya lembut.

"Maaf, aku egois.. "

"Maaf selalu menuntutmu selalu ada"

"Aku hanya takut... kehilangan kamu lagi"

"Aku sayang kamu mas"

Aku menatapnya lagi takut-takut karna berhasil mengeluarkan isi yang ada dihatiku. Manun dia malah menatapku tanpa berkedip, satu detik, dua detik, tiga detik... dan akhirnya dia berkedip di hitungan ketiga.

"Gimana-gimana?"
Tanyanya dengan senyum yang mengembang.

"Gimana?"
Tanyanya lagi seperti orang tak sabaran.

"Kamu bilang sayang aku?"

"Er... jawab"

"Lah mas kira aku mau dinikahin kalau aku gak sayang?"

"Haha... gak sih mau pastiin aja. Baru kali ini kan kamu mau mengakui perasaanmu langsung. Langka banget ini, makannya tadi aku kaget."

"Dih"
Ucapku ketus lalu memalingkan muka.

"Bee.. Dari sekian banyak orang hanya kamu yang bisa bertahan dengan segala kekuranganku dan kesibukanku. Untuk beberapa hal, kamu selalu mampu membuatku merasa beruntung memilikimu. Aku harap tak ada kata akhir diantara kita."

"I love you"

Kata mas Narve sambil mengusap-usap tanganku lembut. Memandangku lama sekali, lalu mencium tanganku lembut. Hal sederhana yang selalu memberikan rasa kehangatan untukku, hal yang bisa membuatku beruntung memilikinya, dan hal yang membuatku merasa dicintai olehnya.

"Terimakasih ya"
Dia tersenyum padaku, lalu melihat handphonenya, lalu berdiri dari duduknya.

"Mau kemana?"
Tanyaku sambil memegangi tangannya manja seperti anak yang ingin ditinggal bapaknya kerja.

"Aku ada poli satu jam lagi"

"Yah... again"
Ucapku kecewa, baru saja dibuat terbang mas Narve sudah di jatuhkan lagi.

"Dah ya... mau kerja dulu. Bye"
Katanya kemudian lalu mencium puncak kepalaku dan beranjak pergi.



***

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang