"Gak usah kerja lagi"
Kata mas Narve sambil melepas kemejanya, menggantinya dengan kaos setelah kita sampai di rumahnya sambil menatapku yang masih diam duduk di kasur. Saat ini aku sedang berada di rumah mas Narve, awalnya aku kira mas Narve akan ikut denganku tidur di rumah orangtuaku, namun setelah beberapa jam kita di rumah orangtuaku, mas Narve pamit pada mama untuk mengajakku tinggal di rumahnya sendiri. Tentu saja mama dengan mudahnya mempersilahkanmas Narve yang sekarang sudah jadi menantunya itu.
"Kamu dirumah aja"
"Buat surat pengunduran diri sekarang"
Lanjutnya lagi dengan tatapan mata yang tidak ingin di bantah."Mas... tapi kan gak bisa ujuk-ujuk berhenti bekerja. Ada prosesnya."
"Bukannya kontrakmu belum turun? Sudah hampir tiga bulan kan jadi pegawai sukarela yang hanya dapat uang bensin dari Puskesmas?"
"Udahlah keluar aja, sekarang fokus urus rumah tangga kamu... tugas istri itu cuma mengurus Rumah Tangga Dengan Baik. Gak harus bekerja, aku masih kuat kok nafkahi kamu dan memenuhi kebutuhan rumah tangga kita tanpa kamu bekerja."
"Atau kalau kamu mau sekolah lagi ambil D4 dan profesi jauh lebih bagus. Mumpung pendaftaran masih pada di buka, kamu coba cari-cari kampus yang cocok sama kamu dan cepat daftar."
"Iya tapi gak segampang itu mas"
"Gak segampang apa? Kamu tinggal buat surat pengunduran dirimu sekarang dan sisanya biar di urus orangku."
"Tapi mas..."
"Tapi apa lagi?
"Berat masihan untuk ninggalin Puskesmas itu mas, aku belum siap."
"Apanya yang berat? Orang-orangnya yang toxic apa gaji empat ratus ribunya yang buat kamu berat ninggalin?"
"Hah... maksudmu lo mas"
"Kamu polos banget ya Er, diakal-akalin temanmu suruh gantikan jaga, sudah berapa kali kamu full jaga di di bulan ini? suruh ngerjain laporan yang bukan kerjaanmu, gaji di pinjam dulu dengan alasan kamu yang masih bujang belum ada kebutuhan buat beli pampers dan susu anak. Temanmu itu banyak yang baik di depan doang, kamu gak sadar itu?"
Katanya panjang lebar sambil matanya menyala marah."Mas tau dari mana? Temanku ada yang baik kok gak semua toxic"
"Pokoknya aku gak mau tau alasan apapun, kamu harus cepat resign dari situ."
"Oh iya, satu lagi... kamu sudah jadi istri orang, kurangi interaksi dengan pria lain dan belajar lagi tentang adab istri terhadap suami."
Katanya tegas dan tidak ingin dibantah dengan tatapan matanya yang selalu tajam itu. Kemudian dia melangkah pergi keluar dari kamar ini."Apa-apaan ini, menikah secara diam-diam, dadakan pula. Tiga hari jarang ngasih kabar, seolah lupa kalau sudah beristri. Sekarang malah marah-marah. Bicara tentang adab istri lagi."
Ucapku ngedumel sendiri sambil berjalan ke arah balkon. Tapi langkahku kemudian terhenti ketika melihat foto yang dipajang di meja samping pintu balkon. Aku berjalan ke arah meja tersebut, dan menemukan beberapa foto mas Narve, dan fotoku. Fotoku saat menggunakan atasan batik dan celana kain hitam, sepertinya foto itu diambil saat aku masih menjadi mahasiswa.
Aku amati foto itu sekali lagi, di foto itu diriku sedang duduk di sofa tamu yang ada di gedung B, aku sedang membaca buku yang lumayan tebal, dari sampulnya bisa aku tebak kalau buku itu adalah Sobotta. Sobotta adalah buku atlas anatomi tubuh manusia.
"Kalau baca buku-buku kaya gini, berati aku masih semester dua, karna kan mata kuliah anatomi di semester dua."
Ucapku dengan diri sendiri."Kok mas Narve punya foto ini? Foto dari siapa? Dan siapa yang ngefoto"
Kataku lagi sambil menerka-nerka."Kayanya di foto dari lantai dua deh ini. Tapi siapa ya yang ngefoto?"
Aku taruh kembali foto tersebut di meja, kemudian memperhatikan foto satunya, dimana disitu ada foto mas Narve dengan kedua mertuaku. Sepertinya foto sumpah dokter ketika dia menempuh pendidikan dokter umum karna snelinya masih berlengan pendek. Aku perhatikan lagi wajah mas Narve yang lebih dominan mirip ibu mertuaku itu. Dia memang selalu terlihat berkharisma dan ganteng, batinku yang membuatku tersenyum sendiri.
"Kamu ngapain Bee?"
Aku kaget dan menoleh ke arah suara pria yang menegurku itu."Lihat apa?"
Katanya sambil menghampiriku."Ini foto kamu sama ibu dan bapak"
"Mama, papa"
Katanya menegurku, namun aku tak mengerti maksudnya."Apanya mama, papa?"
"Panggil mama, papa. Jangan bapak dan ibu lagi."
Katanya memperingatkanku sambil memelukku dari belakang dan menciumi legerku yang membuatku kaget dan membeku."Kenapa sih?"
"Apanya?"
"Tegang banget saat aku sentuh, risih ya?"
"Eh... Enggak gitu mas, belum terbiasa aja"
Ucapku tak berbohong, benar aku sama sekali tidak bohong, aku hanya sedikit tegang diperlakukan mas Narve seperti ini."Mulai sekarang dibiasain ya... kan udah jadi suami istri."
Katanya lalu mencium leherku kembali. Kemudian ganti mencium pipiku, dan membalikan tubuhku untuk menghadap ke arahnya. Menarik daguku lembut dan mencium bibirku dengan lembut. Tangannya mengunci leherku, dan tangan satunya memegang pinggangku posesif.
"Udah sah kan? Boleh aku minta hakku?"
Katanya berbisik lembut pada telingaku, entah hipnotis dari mana, apa dengan tanpa paksaan mengangguk walaupun sedikit takut dan was-was.***
KAMU SEDANG MEMBACA
SATU CIRCLE
Teen FictionCircle cenderung mengarah pada lingkaran atau kelompok pertemanan. Sama halnya dengan seorang gadis yang bernama Erine Rose Defiana, dia mempunyai sahabat bernama Whily yang selalu ada untuknya. Persahabatan itu semakin hari tumbuh menjadi cinta. Na...