"Maaf mas, aku belum bisa menerimamu kembali"
Ucapku pelan.Lama tak ada balasan dari dokter bedah disampingku ini. Dia hanya memandangku dengan ekspresi yang tenang. Tiba-tiba tangannya mengenggamku dan sedikit meremasnya, matanya terlihat sayu namun bibirnya memberiku senyuman tipis.
"Kamu yakin dengan ucapanmu?"
"Oke"
"Maaf sudah pernah melibatkanmu dihidupku yang berantakan ini. Jujur, dari awal memang aku sudah tertarik denganmu. Kamu hadir disaat hidupku berantakan, dan adanya kamu aku jadi termotivasi untuk menata hidupku kembali."
"Maaf sudah merepotkanmu selama ini."
Katanya pelan sambil menatapku tajam. Namun sekali lagi dia tersenyum tipis kepadaku. Setelahnya dia berdiri, tangannya dia masukan ke saku celananya. Sedangkan stetoskop yang dia pegang tadi sudah dia kalungkan di lehernya.
"Enam hari pulang dari sini jangan lupa kontrol. Dan untuk visite selanjutnya mungkin digantikan dokter lain karna aku ada keperluan keluar kota."
Katanya lembut, lalu melangkah pergi meninggalkan ruangan ini.**
Hari-hari selanjutnya, mas Narve benar-benar tidak pernah muncul lagi untuk visite hingga aku diperbolehkan pulang oleh dokter Desy, dokter yang menggantikan mas Narve. Ada rasa kehilangan sebenarnya saat aku tak bisa melihatnya kembali. Ada rasa sesak saat aku tak mendengarkan suaranya beberapa akhir ini.
Apa aku terlalu egois?
Pikiranku menolak kembali untuk bersama mas Narve, namun hatiku terluka akan keputusan itu. Apa aku terlalu egois dengan terus menyakiti hatiku seperti ini?
Air mataku lagi-lagi jatuh mengingat kebersamaanku dulu dengan dokter bedah satu itu. Apa aku terlalu egois dengan tidak berkata jujur bahwa aku sebenarnya masih mencintainya, apakah aku terlalu egois menolak ajakannya untuk kembali, namun aku sebenarnya hatiku masih mengharapkannya?
Aku melamun melihat ke jendela besar yang menampilkan pemandangan sibuknya jalan raya, sedangkan mamaku sekarang sedang perjalanan kesini ketika aku kabari diriku sudah diperbolehkan pulang.
"Permisi maaf, saya suster Susi. Boleh saya lepas infusnya sekarang mb?"
Katanya ramah dengan senyum lebarnya."Silahkan sus"
"Dokter Desy sudah visite ya tadi mba?"
"Sudah"
"Nanti dari kami dapat surat rujukan untuk kontrol. Kontrolnya satu kali masih di cover BPJS."
"Surat rujukannya nanti jangan lupa dibawa ya mba waktu kontrol. Nanti diserahkan ke dokternya."
"Baik sus"
"Ada yang ditanyakan mba sebelum saya pamit keluar?"
Tanyanya padaku sambil tersenyum."Emm maaf sus, nanti kontrolnya sama dokter Desy atau dokter Narve?"
"Mba pasiennya dokter Narve ya sebenarnya?"
"Emm saya kurang tau mba, nanti saya lihatkan dulu surat rujukannya di tunjukan ke dokter siapa ya mba.. mungkin ada pertanyaan lain?"
"Emm ada, sus... aduh gimana ya. Saya nda enak mau tanya."
"Suster tau nda dokter Narve ada dimana?"
"Hmm... tadi waktu istirahat saya lihat dokter makan siang dengan dokter Reza di kantin mba"
"Mba ada perlu dengan dokter Narve? Mau saya telephonekan?"
"Oh nda perlu sus, terimakasih"
"Ada lagi mungkin mba yang ditanyakan?"
Aku hanya menggeleng menjawab pertanyaan suster Susi tersebut. Setelahnya suster itu pamit pergi meninggalkan kamar rawat inapku.
Kata suster Susi tadi mas Narve ada di RS, berati dia sudah pulang dari luar kota dong? Tapi kenapa kok masih dokter Desy yang visite hari ini? Kenapa bukan mas Narve?
Apakah dia sudah tak ingin lagi bertemu denganku? Apakah dia serius dengan ucapannya yang tak ingin mengangguku lagi?
Kenapa hatiku jadi terasa sesak seperti ini? Bukankah ini yang aku mau? Lagi dan lagi, air mataku kembali lolos dari persembunyiannya saat mengingat mas Narve."Kamu kenapa Er?"
Tanya mamaku yang tiba-tiba sudah ada disampingku."Hah kenapa ma?"
Ucapku kaget sambil mengelap air mataku."Ya kamu kenapa? Ditanya kok malah balik nanya"
"Belum diberesin juga barangnya, mama cuma izin sebentar lo ini Er. Gak enak kalau keluar izin lama-lama waktu kerja."
"Maaf ma"
"Mama sudah ngurus administrasinya?"
"Sudah"
Jawab mama singkat sambil memasukan barangku kedalam tas."Ma"
"Ya"
"Coba lihat surat rujukannya yang untuk kontrol"
"Buat apa?"
"Pengen lihat aja"
"Ma... mana coba lihat"
Ucapku lagi saat mama masih tak memberikanku apa yang aku minta."Udah dirumah aja, mama memburu waktu ini. Ayok pulang."
"Bisa jalan sendiri kan? Udah gak sakit perutnya?"
"Bisa"
"Yaudah ayok"
Kami berjalan beriringan menyusuri lorong yang ada di lantai tiga ini. Mataku masih mencari kesana kemari tapi tak juga aku temukan sosok pria bertubuh tegap yang akhir-akhir ini menganggu pikiranku. Kenapa aku jadi plin-plan seperti ini? Kenapa aku jadi menyesal tidak menerima tawarannya untuk kembali lagi dengannya kemarin?
Karna terlalu banyak melamun, aku jadi tidak fokus dan tertabrak ibu-ibu yang berlarian di lorong dari arah berlawanan denganku. Badanku yang tergolong kecil dan lantai yang sedikit licin karna hujan membuatku terpeleset dan jatuh. Seketika perutku terasa nyeri kembali yang membuatku mengaduh kesakitan.
"Er gak papa kan?"
Tanya mamaku yang kini sudah berjongkok."Maaf saya terburu-buru tadi mengejar anak saya. Sekali lagi mohon maaf"
Kata ibu-ibu tersebut lalu pamit pergi."Gimana sih, main pergi gitu aja"
Mamaku gerundel sendiri mengomentari ibu yang menabrakku tadi."Ada yang bisa dibantu bu?"
Tanya suster yang lewat didepan kami."Ada apa?"
Tanya seorang pria yang ada di belakangku. Pria itu kemudian berjongkok disebelahku dan langsung mengangkat tubuhku ala bridal style. Setelahnya meminta tolong kepada OB yang kebetulan ada disana untuk membawakan tas yang mama bawa, dan dia menggendongku hingga sampai di mobil mama."Maaf"
Ucapku padanya saat dia masih membopongku."Aku memang munafik dan egois"
Dia tak merespon kata maafku, pandangannya tetap lurus kedepan dan bibirnya tetap tertutup rapat. Dia mendudukanku di kursi penumpang depan setelah mama membukakan kunci mobilnya. Tanganku menahan lengannya namun dengan lembut dia melepaskannya.
"Kita bicara dilain waktu, 15 menit lagi aku ada operasi."
Katanya pelan lalu dia melangkah pergi dan pamit dengan mama.***
Hallo semuanya, aku kembali lagi dari cuti melahirkan yang panjang. maafkan baru bisa menulis lagi.
Semoga masih ada yang suka dengan cerita ini...
Thank you !
KAMU SEDANG MEMBACA
SATU CIRCLE
Teen FictionCircle cenderung mengarah pada lingkaran atau kelompok pertemanan. Sama halnya dengan seorang gadis yang bernama Erine Rose Defiana, dia mempunyai sahabat bernama Whily yang selalu ada untuknya. Persahabatan itu semakin hari tumbuh menjadi cinta. Na...