"Masuk"
Katanya singkat saat dia membuka pintu belakang rumahnya. Sedangkan bu Elanie sudah pergi setelah berpesan banyak pada kami dan meletakan barang yang aku butuhkan selama isolasi dua minggu di sini.
Aku masih ragu-ragu untuk masuk dalam rumahnya. Sampai akhirnya dia yang tak sabaran melihatku hanya diam saja membantuku mengambil tasku, mau tak mau aku ikut dengannya. Dia meletakan tasku yang berisi pakaian di kamar yang ada di lantai satu, dan lagi-lagi membuatku kagum dengan desain rumah yang bu Elanie punya.
"Pakaiannya bisa kamu tata di lemari situ. Aku harap kamu bukan orang yang berantakan"
Katanya kemudian pergi.Aku berjalan untuk menata pakaianku mengabaikan handphoneku yang terus menyala menandakan ada beberapa pesan whatsaap. Setelah semua selesai, aku berjalan lagi mengambil handphoneku yang berada di meja sebelah kamar tidur. Ada banyak pesan yang dikirimkan Nilla, Shinta, dan Vivin menyampaikan kata-kata semangat dan mendoakan aku supaya cepat sembuh.
Berbeda dengan ketiga temanku di klinik yang selalu memberi dukungan, mba Ajeng justru mengirim pesan yang membuatku merasa gak enak. Dia menanyakan banyak hal dan terkesan menyalahkanku. Mulai dari kenapa malam itu waktu pujaan hatinya meminta bantuan injeksi tidak memanggilnya saja. Padahal aku tau betul kalau mba Ajeng cinta berat pada dosen anatomiku ini. Dan banyak hal seperti ancaman-ancaman yang tidak boleh terlalu akrap dan lain sebagainya.
Siapa sih yang tau pada akhirnya akan seperti ini? Siapa juga yang mau terserang virus semacam ini. Aku bahkan tak ada niat sama sekali untuk pdkt pada dosenku yang umurnya selisish delapan tahun dariku ini seperti kata mba Ajeng. Seketika aku mulai merasakan pusing, meriang, suhu tubuhkupun semakin tinggi.
Aku tarik selimut tebal yang ada di ranjang ini untuk menutupi tubuhku. Namun aku masih merasakan dingin di sekujur tubuhku, mataku terasa panas, dan badanku rasanya seperti capek dan lemas sekali. Dalam diam aku menangis, capek sekali, hatiku capek karna masalah yang datang. Belum selesai masalah dengan Whilly yang terus mendesakku agar kita bersama, kemudian mamanya yang mengabarkan dan menyalahkan kenapa anaknya jadi berubah suka mabuk sehabis putus denganku, ditambah mba Ajeng yang jadi bersikap sinis terhadapku karna merasa pujaannya aku rebut.
"Aku kangen ma, saat sakit namun jauh dari orangtua itu gak enak banget rasanya. Aku pengen cerita banyak sama mama, pengen mama peluk. Aku lelah jadi wanita dewasa, pengen kembali ke masa kecil yang hanya mengenal main dan sekolah"
Aku terisak dalam balutan selimut, merindukan sosok orangtua yang selalu ada untukku dan sangat baik padaku. Merindukan masa kecil yang indah kala itu, dimana aku belum mengenal permusuhan, lelah, fitnah, persaingan, dan cinta.
**
Aku terbangun dari tidurku saat aku merasakan ada kain yang menempel pada ubun-ubunku. Kepalaku rasanya berat sekali saat aku menoleh dan menemukan pria yang duduk di kursi yang sudah dia jauhkan beberapa meter dariku sedang memperhatikanku.
"Kamu kalau tidur kaya mayat ya?"
Tanyanya padaku. Aku tak menanggapi pertanyaannya, lebih memilih merapatkan selimutku."Makan dulu, lalu minum pct sama vitamin. Panasmu tadi tinggi makannya aku kompres"
"Er"
Panggilnya setelah beberapa menit dia hanya diam memandangku yang hanya mengaduk-aduk makanan yang sudah dia siapkan, ralat, yang sudah bu Elanie kirimkan untuk kami. Aku memandangnya, tapi tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya lagi setelah dia memanggilku. Aku letakan makanan itu di pangkuanku dan melamun lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SATU CIRCLE
Teen FictionCircle cenderung mengarah pada lingkaran atau kelompok pertemanan. Sama halnya dengan seorang gadis yang bernama Erine Rose Defiana, dia mempunyai sahabat bernama Whily yang selalu ada untuknya. Persahabatan itu semakin hari tumbuh menjadi cinta. Na...