Selamat Pagi !
Maaf banget untuk kemarin yang minta double up tapi ndak keturutan, dikarenakan anak lagi rewel-rewelnya habis imunisasi Dpt. Padahal udah pake merk Hexaxim, tapi masih rewel juga, walaupun memang gak ada demam sama sekali sih.Maaf juga kalau jarang nulis lagi sekarang, lagi di rantau guys, cuma sama suami soalnya, apa-apa jadi sendiri lagi, mulai dari ngurus anak, suami dan rumah. Jadi harap di maklumi ya !
By the way... selamat membaca !
***
"Mas sudah dirumah?"
Ucap bu Elanie dengan orang yang dia telephone, dan bisa aku tebak itu adalah mas Narve."..."
"Sini deh ke Klinik"
"..."
"Mama punya pasien buat kamu"
"..."
"Ya ada pokoknya, sini dulu"
"..."
"Beneran gak mau?"
"..."
"Yakin capek? Awas ya nanti kamu tiba-tiba muncul disini kalau capek"
Kata bu Elanie di akhir telephone."Er coba deh kamu wa mas Narve, bilang kamu ada disini. Dia capek katanya gak mau kesini. Gak mau ada pasien karna lagi gak praktek."
Ujar bu Elanie padaku sambil membuka toples kue yang ada di meja."Ndakpapa bu, biar saya hari senin aja kontrolnya"
"Kasian.. mas capek"
Ucapku selanjutnya yang sempat terpotong."Mangil masnya lembut banget deh"
Jawab beliau dengan senyum menggodaku."Maryam masih suka makan bakso?"
"Sudah jarang, sudah manula takut berat badan ndak ke kontrol. Tapi kalau dibelikan gakpapa sih mba... hahah"
Kata bu Mer tertawa di akhir percakapannya.Sudah hampir dua puluh menit kami di ruang tamu klinik bu Elanie, dan sudah hampir dua puluh menit juga kita hanya diam mendengarkan bu Maryam dan bu Elanie saling bertukar cerita. Sampai akhirnya ada suara pintu terbuka yang membuat kita semua menoleh ke arah pintu.
"Katanya capek, gak mau kesini"
"Dikirim fotonya Erine ada disini langsung kesini"
Kata bu Elanie meledek putranya."Ini toh mba anaknya?"
Tanya bu Mer pada bu Elanie"Iya, salim dulu mas, ini adik tingkat mama dulu waktu SPK. Ini anaknya, mas Dimas ya namanya?"
"Selamat siang dokter"
Ucap dokter Dimas waktu beliau berjabat tangan dengan mas Narve. Lagi-lagi mas Narve dengan sombongnya hanya menganggukan kepalanya, menyalimi Vanes kemudian berjalan ke arah kursiku.
"Gak salim juga kamu?"
Kata mas Narve kepadaku sambil menyodorkan tangannya. Aku jabat tangannya dengan sungkan karna perhatian semua orang disini kepada kami.
"Cuma gitu? Ke yang lebih tua harusnya dicium."
"Mas, jangan aneh-aneh. Banyak orang."
Ujarku berbisik padanya. Dia tersenyum padaku lalu duduk di sampingku."Tadi kok ndak kontrol?"
Tanya mas Narve sedikit berbisik padaku."Sibuk"
Jawabku singkat tanpa melihat kearahnya."Jutek, awas aja ya nanti"
Aku melihat ke arahnya setelah dia mengancamku, lalu bergeser sedikit menjauh dari dudukku yang awalnya berdekatan dengannya."Mah, Erin belum sholat ashar. Aku antar sholat dulu ya sambil lepas jaitan."
"Katanya lagi nda praktek?"
"Iya emang"
"Yuk"
Ajak mas Narve sambil menarik tanganku."Aku sama Vanes, dia juga mau sholat"
"Sholat kan ya Vanes?"
"Sho...lat"
Kata Vanes ragu sambil melihat tak enak kepada mas Narve.Aku tarik tangan Vanes yang masih ragu enggan mengikutiku, sedangkan mas Narve sudah keluar duluan dari ruang tamu ini.
"Er yakin? Gakpapa aku ikut?"
"Iya"
"Sungkan aku, takut ganggu"
"Enggak, daripada disana gak nyaman"
"Duh ikut kamu juga bakal gak nyaman aku."
"Kamu ada mukena kan?"
Ujarnya padaku."Hmem"
"Duluan aja, aku mau ambil hecting set dulu. Nanti ketemuan lagi di ruang USG ya"
Ujarnya lalu berjalan ke arah kamar periksa yang berlawanan dengan arah yang akan kami tuju.**
"Mas... itu hecting set udah steril kan ya?"
Tanyaku penasaran, karna aku dengar cerita dari bu Elanie tadi sempat ada partus namun alat-alat partus setnya belum ada yang di steril mahasiswa magang, beliau juga bilang mahasiswa di depan malas-malas."Udah, tadi sudah di steril ulang, makannya lama. Kenapa?"
"Memastikan aja"
"Udah steril, nih coba pegang... masih anget kan?"
"Hmem"
"Baring sini sayang"
Katanya sambil menarik tanganku lembut."Bajunya buka sayang, apa mau aku yang buka?"
"Udah jangan aneh-aneh mas, ada Vanes"
Sengaja aku memang mengajak Vanes untuk ikut dengan kami supaya tidak ada hal-hal yang mungkin tidak diinginkan."Serius amat, buka perut doang"
Katanya tenang sambil memencet-mencet bekas lukaku."Aman nih, aku angkat ya jaitannya?"
"Pelan-pelan ya?"
Dia tidak menjawab pertanyaanku, lebih memilih memotong benang di luka yang dia ciptakan 14 hari lalu. Kemudian menariknya dengan pinset hanya dengan satu kali tarikan.
"Aku kan bilang pelan-pelan."
"Sudah pelan"
"Satu-satu cabutnya"
"Kelamaan, kalau satu-satu itu cara nyabutnya perawat baru bisa hecting"
"Ih dasar"
"Dah selesai, aku udah ambil dan sterilin alat. Sekarang giliran kamu yang cuci dan sterilin lagi."
"Dih, mentang-mentang gak bayar jasa dokternya disuruh nyuci alatnya sendiri."
Dia hanya tertawa menanggapi pernyataanku. Lalu terdiam mengutak atik handphonenya kembali."Sayang sini dulu"
Ujarnya sambil menarik tanganku ketika aku sudah berada di ambang pintu keluar."Pulangnya aku antar ya"
Katanya lagi sambil mengusap-usap lembut tanganku."Vanes gimana? Kasian kalau sama bu Mer lagi."
"Bareng kita"
"Gakpapa? Serius"
"Iya"
Katanya singkat sambil mencium pipi kananku."Mas kamu kurang ajar ya, sudah berani cium-cium. Nikahi dulu baru cium."
Ujarku padanya, namun dia malah membekap mulutku agar aku tak meneruskan kata-kataku."Sssst jangan keras-keras, nanti mama dengar"
"Biarin... kamu tu mas kena jintil kayanya perlu di rugyah"
Kemudian aku berjalan keluar ruangan dengan menghentak kakiku kesal."Dasar lelaki... otaknya mesum"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SATU CIRCLE
Teen FictionCircle cenderung mengarah pada lingkaran atau kelompok pertemanan. Sama halnya dengan seorang gadis yang bernama Erine Rose Defiana, dia mempunyai sahabat bernama Whily yang selalu ada untuknya. Persahabatan itu semakin hari tumbuh menjadi cinta. Na...