Amnesia

184 22 4
                                    

Hari berganti hari, begitupun bulan kini telah berganti bulan, namun mas Narve tak kunjung bangun. Sedangkan aku, masih menjalani hari-hariku seperti biasa, kuliah meneruskan pendidikanku dan bekerja di sebuah klinik pratama di Kota Malang, selain itu, aku bersama dengan temanku juga mendirikan baby spa kecil-kecilan yang alhamdulillah tidak pernah sepi peminat. Sebenarnya mama mertuaku sudah melarangku untuk bekerja, namun aku tak enak harus berpangku tangan terus menerus.

'Ting'
Bunyi dari suara handphoneku. Menandakan bahwa ada pesan masuk. Aku chek dari ibu mertuaku yang mengabarkan bahwa mas Narve sudah sadar dan akan dipindahkan ke Rumah Sakit Puri Candra.

Aku segera mengakhiri aktivitasku, aku tinggalkan makanan yang baru saja aku ambil itu. Kemudian secepat kilat ganti baju dan memakai kerudung. Mengendarai mobil orangtuaku ke daerah jalan kawi, menuju ke Rumah Sakit Puri Candra.

Sampai Rumah Sakit, aku memarkirkan mobilku seenaknya. Kemudian berlari ke lift, namun lift tak kunjung terbuka, sehingga aku memilih untuk menaiki tangga. Dengan semangat, aku naiki tangga menuju lantai dua dan berjalan cepat ke ruangan mas Narve.

'Tok tok tok'
Aku ketuk pintu kamar mas Narve dan membukanya.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumussalam"
Jawab seseorang yang sedang duduk di bed pasien itu sambil menatapku.

"Mas sudah sadar? Alhamdulillah"
Ucapku bahagia sambil memeluknya. Tapi sedetik kemudian mas Narve melepas pelukanku.

"Maaf, siapa ya?"
Tanyanya padaku, aku kaget akan pertanyaannya itu.

"Mas... gak lucu tau bercandamu"
Kataku dengan nada ragu, aku masih shock, pikiranku juga sedang tidak fokus.

"Memangnya saya terlihat bercanda?"

"Saya itu tanya kamu siapa?"
Tanyanya lagi padaku, aku perhatikan matanya, disana memang tidak ada kata bercanda atau tatapan nakal seperti biasanya.

"Mas kamu lupa sama aku?"

"Aku Erine"

"Kita ada hubungan?"

Aku manatapnya tak percaya, dia seirius kah tidak ingat siapa aku? Apakah dia benar-benar amnesia? Atau ini cuma prank? Atau dia benar-benar lupa denganku karna tertidur begitu lama.

"Mas... kamu benar-benar gak ingat aku?"

"Kalau ingat kenapa saya tanya?"

"Mas..."
Aku menatap matanya dalam, berharap dia hanya bercanda.

"Mas aku istrimu, kita menikah beberapa bulan lalu."

"Seingatku, aku belum beristri, atau mungkin... kamu seperti perempuan yang tadi? Mengaku bahwa kita telah menikah secara agama."

"Mas, kita memang masih menikah secara agama, dan akan mengurusnya ke KUA. Tapi sabtu sore itu kamu kecelakaan dan koma. Jadi kita belum sempat mengurus berkas-berkas yang dibutuhkan."

"Bagaimana saya bisa percaya kamu?"

"Perempuan yang tadi juga bicara seperti itu."
Katanya dengan menatapku tajam.

"Mas, ada photonya kita menikah. Kita menikah di ruangan ini juga waktu aku dirawat. Kamu bisa tanya mama atau papa."

"Mana photonya?"

"Ada di handphone, sebentar..."
Kataku tergesa-gesa sambil mencari handphoneku di tas yang aku bawa. Namun handphone itu tak juga aku temukan setelah mengobrak-abrik isi di dalam tas tersebut.

"Handphoneku ketinggalan kayanya"

"Alasan... kamu gak bisa buktiin karna photo itu gak pernah ada kan sebenarnya? Wanita sekarang ada-ada aja, mau-maunya dinikahi secara agama. Murah banget kalau memang itu terjadi."

"Mas... maksudmu?"

"Kamu tau maksudku"

"Mas jaga bicaramu, kata-katamu barusan melukaiku"
Dia tak merespon ucapanku, lebih memilih mengalihkan pandangannya menghadap jendela besar di sebelah kirinya.

"Maaf, tapi kamu boleh pergi sekarang. Saya sedang tidak ingin diganggu dan ingin istirahat."

"Mas..."
Panggilku tak percaya, bisa-bisanya dia mengusirku.

"Kamu bisa pergi sekarang"

"Dan... jika kamu masih kekeh anggap kita pernah menikah, oke, anggap saja kita memang pernah menikah, tapi hari ini aku mentalakmu."

"Mas, kamu... kamu gak lagi bercanda kan?"
Aku tak bisa bicara lagi, kerongkonganku rasanya sakit sekali. Aku tak bisa menerimanya... aku ingin memberontak, tapi aku lemah, pikiranku kosong, aku tidak bisa melakukan apa-apa.

"Mas... tolong lihat aku"
Kataku memaksanya, aku mendekat ke bednya.

"Tolong lihat aku sekali lagi, tolong lihat aku yang dulu pernah kamu luluhkan hatinya. Lihat aku mas, bukankah dulu kamu yang meyakinkanmu bahwa kamu adalah orang yang berbeda dengan yang lainnya? Kenapa kamu bicara seperti itu?"

"Sudah jelas nona, kamu tertalak"

"Saya sudah mentalakmu. Sekarang kamu boleh pergi. Terimakasih sudah menjenguk, dan jangan temui saya lagi."
Katanya lagi dengan nada tegas dan tidak ingin dibantah.

"Oh iya, satu lagi... betulkan kerudungmu. Kamu memakainya terbalik."

Ini hanya mimpi kan? Ini semua mimpi... ini semua gak benar, siapapun itu, tolong segera bangunkan aku. Sungguh aku ingin terbangun dari mimpi burukku ini. Ya Rabb... mungkinkah ujian yang kau berikan ini terus berlanjut? Bolehkah kali ini aku mengeluh lagi Ya Rabb? Aku benar-benar sudah lelah.

Rasanya ingin aku hentikan waktu dan perlahan, puzle-puzle tentang moment indah yang pernah kita rangkai hadir dalam ingatanku. Aku merindukannya Ya Rabb. Berkomunikasi lagi dengannya selalu kutunggu hingga membuatku candu. Aku tidak bisa membuktikan perasaan ini secara nyata kepadanya, tapi apapun yang aku lakukan lebih sering berlandaskan tentang dia. Walaupun hingga kini kesungguhan hatiku masih saja dia ragukan, bahkan status pernikahan kita.

Aku berjalan mundur satu langkah dari bed yang dia duduki. Hatiku benar-benar hancur mendengar kata demi kata yang telah dia ucapkan. Rasa rindu yang semula hadir itu tiba-tiba saja berganti dengan kecewa. Aku masih ingin disini, namun tatapan pria itu semakin menyudutkanku untuk segera pergi dari ruangan ini.

"Oke kalau itu memang yang kamu mau"

"Semoga harimu bahagia tuan, aku tidak akan mengganggumu lagi. Akan aku pastikan ini adalah hari terakhir aku menemuimu. Terimakasih untuk semua kenangan indah yang pernah kamu berikan sebelumnya."

"Terimakasih telah membawaku sejauh ini"

"Terimakasih hari ini kamu telah menjatuhkan mentalku sejatuh-jatuhnya."

"Terimakasih telah membuangku di tahun terberatku."

"Percayalah, aku pernah mengecewakan orang lain demi memilihmu. Tapi akhirnya kamu yang mengecewakan aku, it's oke."




***

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang