Luka Lama

141 23 4
                                    

"Erine, astaga. Ya Tuhan"
Teriak Whilly panik sambil melepas kerudungku dan dia gunakan untuk deep luka di perutku lalu membopongku ke arah mobilnya.

"Kita ketemu lagi di pengadilan, dan saya akan menuntutmu seberat mungkin. Pria brengsek."
Katanya Whilly sambil menendang Dairul.

"Aku ke Rumah Sakit, titip mereka"
Kata Whilly pada Rio dan entah siapa saja itu.

"Whil, handphoneku bunyi di dasbor motor"
Ucapku lirih.

"Astaga Erin, masih bisa ya kamu"
Katanya mengumpat lalu meminta tolong orang yang bernama Jalu untuk mengambilkan handphoneku, kemudian membaringkanku di kursi depan lalu memasangkan sabuk pengaman.

"Pakai ini ya, kamu bertahan ya aku bakal ngebut."
Katanya lagi sambil mulai mengenxdafi mobilnya.

"Sabar ya Er, maaf aku terlambat."

"Whil, aku kayanya trauma abdomen deh, perih banget perutku."

"Ya jelas orang ke tusuk gitu"
Ucapnya marah-marah tapi matanya masih fokus menyetir dengan kecepatan tinggi di jalan yang sempit ini.

"Kami nyetirnya kenceng banget Whil, disini banyak belokan sama jurang. Hati-hati jangan sampai kamu malah jadi korban juga."

"Aku gak peduli, yang penting kamu cepat ditangani... lagian kalau kita gak di takdirkan hidup bersama mungkin mati bersama juga gak papa aku"

Aku tertawa miris menanggapi ucapan Whilly itu, sambil memegang perutku yang sudah Whilly deep dengan kerudungku. Namun isi kepalaku masih banyak pertanyaan, bagaimana dia bisa sampai sini? Batinku. Apa yang dia lakukan di sana sehingga dia bisa menemukanku? Apa dia mengikutiku? Bagaimana Whilly bisa bersama Rio dan teman-temannya? Apa mungkin cuma kebetulan?

"Bertahan Er"

"Aku lagi berusaha secepat mungkin bawa kamu ke Rumah Sakit terdekat."

"Kamu kenapa peduli sama aku Whil?"

"Ini... duh kenapa kamu ngomong gitu? Pertanyaan macam apa itu? Jelas aku peduli. Aku sayang kamu, makannya bertahan ya. Aku mohon"
Katanya masih dengan nada emosi, namun merendah di akhir kalimatnya.

"Haha, kamu sayang tapi pernah ninggalin aku Whil"

"Kamu bahkan pernah nyuekin aku, gak peduli sama panggilan dan pesan dariku... hiks, kamu jahat Whil."

"Kamu buat aku stress sampai gak mau makan dan mengurung diri"

Aku mulai terisak, mengingat luka lama yang tiba-tiba saja terbuka lebar. Entah aku menangis karna luka di perutku yang perihnya luar biasa ini atau hatiku yang tidak kalah terasa perih saat ini. Whilly diam, dia tak menanggapi ucapanku. Dia lebih memilih melihat jalanan dan menyetir dengan ugal-ugalan.

"Whil, dingin"

"Aku ngantuk."

Whilly menoleh ke arahku sebentar, tangannya mengusap kepalaku sebentar membuatku merasa tambah di nina bobokan, lalu memegang setir kembali.

"Maaf Er"

"Seenggaknya kamu sekarang dapat Narve yang semoga bisa meratukanmu. Maaf ya, semoga kamu bahagia dengan Narve."

"Kita gak mungkin dipaksakan Er, seperti lagu favorit kita... tak mungkin bersama."

"Kita berbeda, jalani keyakinan, tapi ku takan memilih meninggalmu sampai kapanpun. Kita masih bisa berteman dan aku akan selalu ada buat kamu."

"Sabar sebentar lagi sampai RSI"

"Kamu ini juga ngapain sih kerja di plosok kaya gitu? Narve juga kenapa biarin aja sih. Kemana-mana jauh, jalan sempit, sepi lagi."

"Gak papa ya di bawa ke RSI dulu, walaupun aku tau kamu benci Rumah Sakit ini."

"Yang penting ketolong dulu Er"

"Aku sudah minta tolong Jalu hubungi tante sama Narve kok. Narve otw dari RSUD"

"Kamu beruntung dapat laki-laki seperti dia Er"
Katanya menerawang jauh sambil tersenyum tipis.

"Er"

"Er tetap sadar, please"

Kata Whilly panik ketika aku merasakan keringat dingin yang muncul. Badanku rasanya bergetar hebat,  selain itu aku juga merasa kedinginan, bahkan untuk merespon Whilly dan membuka mata saja aku sudah tak sanggup lagi. Beberapa detik kemudian, aku merasa badanku ringan serasa melayang dan pandangan mataku buram.

***

Aku terbangun ketika samar-samar mendengar suara tangisan seorang wanita,  dan bisa aku tebak suara itu adalah mamaku. Begitu mataku membuka dengan sempurna, aku toleh asal suara itu, dan bisa aku lihat perempuan yang telah melahirkanku itu sedang menangis di pelukan ayahku. Matanya merah dan bengkak, mungkin karna terlalu lama menangis.

Mama menghampiriku ketika melihatku sadar, memelukku erat dan berkali-kali mengucap maaf atas tindakan yang sama sekali tidak pernah dia lakukan. Selain itu dia juga menciumku berkali-kali membuatku terharu akan kasih sayangnya. Namanya juga seorang ibu, perempuan yang mempunyai hati paling sensitif di dunia, apalagi menyangkut anaknya, kasih sayang ibu memainkan peran yang krusial, membentuk karakter, memberikan dukungan, dan memberikan cinta yang tak terbatas.

Ketika seorang ibu melahirkan anaknya, ia membawa dalam dirinya cinta yang tak terbatas. Dari momen pertama, hubungan itu terjalin, terikat oleh benang-benang kasih sayang yang tak terputus. Ibu memberikan perlindungan, nutrisi, dan perhatian yang tak tertandingi kepada anaknya, menciptakan ikatan yang kuat dan abadi.

Meskipun kasih sayang ibu dan anak sering kali dianggap sebagai hubungan alami, menjadi ibu bukanlah hal yang mudah. Ibu memerlukan pengorbanan, kesabaran, dan dedikasi yang tak ada tandingannya. Di balik kehangatan pelukan seorang ibu, terdapat rentetan pengorbanan yang telah dilakukan, dan di balik setiap senyumnya yang ditunjukan kepada anaknya, terdapat ratusan malam tanpa tidur dan air mata yang telah ditumpahkan.


***

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang