"Masak apa Bee?"
Tanya mas Narve sambil memelukku dari belakang. Aku menjingkat mendapatkan perlakuan yang tiba-tiba itu, jantungku rasanya sudah berdebar-debar tak karuan dengan perlakuannya yang sederhana ini."Kaget Bee?"
Tanyanya lagi, kali ini sambil mencium leherku, dan menyembunyikan hidung mancungnya disana.Lagi-lagi sentuhan-sentuhan kecil dari mas Narve membuatku Aritma. Ada semacam sengatan listrik di area yang dia sentuh hingga membuat jantungku berdebar-debar lebih cepat. Anehnya, aku selalu merindukan sentuhan itu dan ingin lagi dan lagi. Astaga kenapa aku jadi murahan seperti ini?
"Mas.. mas jangan gini dong"
"Kenapa?"
"Aku gak konsen loh, nanti gosong bumbunya."
"Tadi udah aku kasih garam belum ya?"
Tanyaku pada mas Narve, tapi yang ditanya tetap diam sambil memelukku."Mas... tuh kan gosong"
Mas Narve melepaskan pelukannya, tetapi masih menatapku dari samping. Membuatku salah tingkah sendiri.
"Ih jangan dilihatin begitu mas"
Ucapku padanya sambil menutup mukaku dengan satu tanganku."Kok salah tingkah gitu sih Bee?"
Tanyanya sambil tertawa melihatku, ini bener-benar tidak adil. Dia bisa sesantai itu membuatku salah tingkah padanya, namun dia masih tetap santai dan cool."Gak... siapa bilang salah tingkah?"
Ucapku menutupi kegugupanku padanya."Aku, yaudah lanjut masaknya. Aku mau mandi dulu"
Ucapnya, memelukku lagi dan mencium pipiku. Tidak sampai disitu dia juga melumat bibirku dengan lembut."Pingin makan kamu sayang"
"Ih kaya Sumanto aja mas Narve... sana mandi"
Usirku padanya agar segera pergi."Kamu sudah mandi memang?"
"Belum, habis masak mandi."
"Mandi bareng yuk sayang"
Ajaknya mulai membuat wajahku panas dan malu."Gak, aku belum selesai masak."
"Oh belum selesai? Yaudah aku tunggu"
"Gak... gak mau. Mas mandi dulu aja sana. Ih sana jangan peluk-peluk gini"
"Kenapa mukanya merah gitu sih sayang... kamu malu ya?"
"Enggak"
"Alah... malu palingan"
"Enggak"
Ucapku sambil menutup mukaku yang sekarang aku rasa sudah merah karna godaannya itu."Mandi yuk, sekalian belajar anatomi lagi. Kamu kan mau kuliah lagi."
"Hah maksudnya?"
Tanyanku padanya tak mengerti."Iya belajar anatomi lagi... sambil mandi di bathtub."
Aku masih bengong mencerna kata demi kata dari mas Narve. Sampai mas Narve mematikan kompor yang menyala di depanku itu padahal masakanku belum mendidih dan matang.
"Kamu kelamaan mikir deh"
Katanya lalu mengendongku ke kamarnya dan masuk ke kamar mandi."Mas mau ngapain?"
Tanyaku mulai was-was ketika mas Narve menurunkanku di dekat bathtub."Belajar anatomi kan? Sambil mandi. Biar mempersingkat waktu"
"Hah maksudnya gimana sih? Kenapa belajar harus di kamar mandi gini"
"Kamu polos ya Bee, lama banget mikirnya"
Dia menyalakan kran air hangat dan mengaktifkan fitur jet air. Mengisi bak mandi itu dengan air setengah, lalu menuangkan sabun sehingga membentuk gelembung-gelembung di sana.
"Setiap wanita memiliki bentuk panggul yang unik dan berbeda satu sama lain, tetapi dengan struktur yang tetap sama. Perbedaan bentuk panggul tersebut dipengaruhi oleh genetik, usia, gaya hidup, serta aktivitas seksual."
Katanya sambil melepas pakaianku, dan menuntunku untuk masuk pada bathtub."Karna kamu bidan, biasanya anatomi yang dipelajari berfokus pada panggul aja. Tulang panggul terdiri dari tiga tulang, yaitu tulang pinggul, sakrum, dan tulang ekor (coccyx). Tulang-tulang ini menyatu begitu erat sehingga persendiannya sulit terlihat. Masih ingat kan?"
Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan pria dewasa yang telah berstatus sebagai suamiku."Tulang pinggul wanita terdiri dari tiga tulang. Ketiga tulang ini terpisah saat masih masa kanak-kanak, tetapi kemudian menyatu seiring bertambahnya usia. Ketiga tulang ini saling bertemu untuk membentuk acetabulum, yatu sendi di bagian pinggul yang berbentuk seperti cangkir berongga..."
Mas Narve terus menjelaskan anatomi panggul wanita dewasa, mulai dari illium, pubis, Ischium, empat tulang coccygeal, dan masih banyak lagi beserta fungsinya. Tangannya lalu memeluk perutku kemudian terlihat ragu menatapku.
"Boleh ya?"
Katanya memohon, dengan samar aku angguki pertintaannya yang ambigu itu. Maka selanjutnya bab pelajaran anatomi itu berubah menjadi bab praktek reproduksi.🪴🪴
Dering telephoneku berbunyi seperti tidak sabaran, aku mengeryit heran saat aku lihat penelphone menggunakan nomor telephone yang tidak aku simpan. Maka aku letakkan lagi handphone itu di meja samping ranjang tidurku.
"Penipu kali ya?"
"Tapi masak iya ngeyel banget telephonenya, malam-malam lagi."
Ucapku pada diri sendiri.Beberapa menit kemudian, aku mulai memejamkan mataku kembali, tetapi telephoneku itu berdering lagi dan penelphone menggunakan nomor yang sama. Dengan penasaran aku angkat telephone tersebut dan yang pertama aku dengar adalah hembusan napas lega.
"Hallo, maaf siapa ya?"
"Hallo, mba maaf menganggu. Apa benar ini teman atau saudara dari lelaki bernama Narve dengan motor Ninja plat N 5321 FEB?"
Tanyanya hati -hati."Iya benar. Ada apa ya pak?"
"Maaf mba, saya Rian. Bapak Narve mengalami laka lantas di jalan X, penabraknya kabur mba, dan saat ini masih di kejar sama pengendara yang saya juga gak kenal. Saya sudah telephone ambulan, dan ambulan menuju kesini mba."
"Astagfirullah"
Ucapku dalam hati, rasanya kerongkonganku sakit sekali untuk bicara saat mendengar hal itu. Dadaku bergemuruh, jantungku berpacu, seakan memompa darah dengan tak sabar. Air mataku ikut mengalir deras, sedangkan pikiranku jadi kemana-mana. Seketika hatiku takut, takut akan kehilangan sosok suami yang baru menikahiku selama sebulan ini.
"Mba... mba"
"Mba masih dengar saya kan?"
"Mba"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SATU CIRCLE
Teen FictionCircle cenderung mengarah pada lingkaran atau kelompok pertemanan. Sama halnya dengan seorang gadis yang bernama Erine Rose Defiana, dia mempunyai sahabat bernama Whily yang selalu ada untuknya. Persahabatan itu semakin hari tumbuh menjadi cinta. Na...