Pria Gila

131 16 5
                                    

Pria itu tertawa lalu membuang tas vaksinku ke sebelah kiri, melemparkannya ke arah perkebunan tebu. Kemudian berjongkok di depanku, dan mengusap pipiku lembut sambil menatapku kecewa. Aku hindari tangannya yang ingin mengusap pipiku itu dengan memalingkan mukaku.

"Kenapa?"

"Kenapa kamu tidak mau aku sentuh"

"Kenapa?"
Teriaknya frustasi dan memandangku marah.

"Orang lain bisa, kenapa aku tidak bisa?"
Dia berbicara dengan teriak-teriak di depanku, lalu membuang air liurnya di depanku, yang untung saja aku bisa menghindarinya.

Aku mencoba berusaha berdiri, mamun aku menyerah, namun Allah Aza Wa Jalla maha baik, aku masih bisa menggerakan kakiku dan mengeluarkannya dari bawah motor yang menindihnya. Aku lihat sekeliling tempat ini... kenapa sepi banget sih? Batinku.

"Kenapa Er, kenapa?"

"Ayolah sayang, kita menikah"
Ucapnya lagi, namun kali ini lebih lembut sambil mengenggam tanganku. Namun lagi-lagi aku berusaha melepaskan tubuhku dari sentuhannya.

"Hahaha... kenapa?"

"Kenapa? Jijik kamu aku pegang?"

"Kenapa menghindariku terus?"

"Kenapa? Gak mau sama aku?

"Kenapa bukan aku pria yang kamu pilih?"

"Kenapa bukan aku?"

"Kenapa?"

Tetiaknya bertanya padaku seperti orang gila. Dia berjalan ke arahku lagi, kali ini lebih dekat. Menyeret tubuhku ke arah pinggir jalan, aku memberontak, namun lagi-lagi aku hanya bisa melepaskan tarikan itu tanpa bisa membalasnya. Entah setan apa yang hinggap di kepalanya, dia berusaha akan menciumku, namun lagi-lagi aku mampu menghindarinya. Reflek aku menampar pipinya, namun emosinya semakin memuncak.

Dia teriak-teriak marah seperti orang tak waras, menyumpahiku macam-macam yang membuatku tuli seketika. Lalu dia mendekat lagi kearahku sambil meremas payudaraku dengan tertawa. Mungkin tertawa merasa menang karna bisa menyentuhku lebih. Dengan emosi, aku tampar lagi wajahnya lebih keras. Ingin sekali aku menoyornya kali ini, menendangnya, namun ada tarikan di kerudungku dari belakang secara kasar.

"Masih berani melawan.. ha?"
Katanya keras sambil terus menjambak kerudugku yang berusaha aku lepas.

"Masih ingat aku?"

"Lama kita tidak berjumpa setelah kejadian malam itu."

"Apa kabar adek cantikku ini?"
Tanyanya sambil mencengkeram daguku kuat.

"Gimana? Hidupmu sekarang enak ya, punya keluarga utuh, mama sama ayahmu baik, bisa kuliah tinggi, dan katanya mau menikah... hahaha"

"Beruntung sekali hidupmu Er"

"Sempurna sekali Tuhan memberimu jalan cerita yang mulus dan enak, tidak sepertiku yang jalannya penuh terjal."

"Andai saja saja kamu itu aku... kenapa? Kenapa kamu melihatku seperti itu? Kenapa Er?"
Tanyanya marah padaku seperti orang kesetanan sambil menangis

Dia adalah Clara, putri budeku yang telah lama pergi dari rumah dengan meninggalkan sebuah surat dan anak bayi yang lucu. Aku masih ingat, empat tahun yang lalu, terdengar ribut-ribut yang membuat kami keluar rumah dan melihat ke rumah budeku yang ada di samping kanan rumah orangtuaku.

Malam itu budeku menangis tersedu-sedu di depan mba Clara yang sedang di gebukin bapaknya. Setelah di pisah oleh saudaraku, ternyata alasan pakde menghajar anaknya itu karna, pakde mengetahui bahwa Clara sedang hamil delapan bulan dengan pria yang entah siapa dia tidak mengakuinya. Clara ketahuan hamil oleh orangtuanya karna mengeluh sakit tidak bisa BAB selama tiga hari.

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang