Pagi menyapa Rony dan Nabila yang sedang sibuk dengan semua perintilan untuk berngkat ke pekerjaan masing-masing. Nabila menyiapkan baju Rony dan semua yang Rony butuhkan.
"Sini" Nabila menarik tubuh Rony ke hadapannya dan memasangkan dasi.
"Makasih sayang" ucap Rony sambil memeluk Nabila.
"Hari ini aku pengumuman, aman kan?" lanjut Nabila.
"Iya sayang... aku do'ain yang terbaik buat kamu".
"Makasih ya sayang, entar kamu mau mampir ke Rena?" tanya Nabila.
"Nanti waktu jemput kamu aja ya, soalnya aku harus beru-buru ke kantor. Hem...Rena pasti sedih kalau kamu lulus dan harus pergi ke Turki. Kalau inget dulu dia ditinggal kamu ke Bandung pas KOAS dia bener-bener sedih".
"Ini maksudnya kakak mau buat aku ragu buat berangkat ya?".
"He... gak gitu sayang" Rony menggaruk kepalanya bingung. Walaupun mengizinkan Rony masih berat untuk hidup jauh dari istrinya ini.
"Kakak, jadi beneran mau ngizinin gak. Kak, ridho' Allah untuk aku saat ini pun juga bergantung izin dan keiklasan kakak. Kalau kakak berat maka semua akan sia-sia. Aku mengejar ilmu dan rizki pun tak akan bernilai pahala melainkan dosa jadinya".
Rony menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, dia duduk lemas disana. Nabila menatap Rony iba dan duduk bersimpuh di hadapan Rony.
"Nab, kok duduk di bawah sih... duduk sini di samping aku" Rony menarik Nabila.
"Gak.. aku duduk di sini, dari sini aku bisa lebih jelas melihat wajah kakak".
"Nab... " Rony menarik kedua tangan Nabila dan mencium lekat punggung tangan Nabila cukup lama.
"Aku akan tolak beasiswa itu" ucap Nabila tiba-tiba. Rony mengangkat kepala terkejut juga merasa terpukul. Rony tergugu, dia bingung harus berkta apa. Hatinya sakit saat melihat mata Nabila yang begitu yakin melepas mimpinya hanya karena memikirkan Rony. Perasaan bersalah tiba-tiba menusuk jantungnya hingga membuatnya merasa perih dan merasa gagal membahagiakan Nabila.
"Gak gitu sayang.. maafin aku.. maaf, aku akan berusaha untul iklas dan ridho' untuk kamu berangkat. Maafin aku kalau aku masih terlihat ragu, bukan niat ku untuk tak mengizinkan mu. Aku terlalu egois untuk tetap hidup tak jauh dari mu tanpa memikirkan mimpi mu, maafin aku ya. . Kamu harus terima beasiswa itu, aku yakin kamu lulus dan aku akan selalu mendukung kamu" ucap Rony meyakinkan Nabila dengan terus membungkukkan tubuhnya menatap Nabila yang masih terdiam memandang dari tempat Nabila duduk di bawah. Nabila mengelus pipi Rony lembut.
"Kenapa kakak minta maaf, kakak gak salah. Di sini aku yang egois, aku mementingkan impian ku daripada kakak. Maafin aku ya, harusnya aku lebih memikirkan perasaan kakak dan mundur sejak dulu" Rony memegang tangan Nabila yang masih menempel di pipinya. Dia menggeleng-gelengkan kepala kembali meyakinkan Nabila jika Rony benar-benar mengizinkan Nabila untuk berangkat.
"Kamu harus berangkat, buat aku dan semua semakin bangga pada mu. Aku mau melihat istri ku menjadi dokter hebat yang bisa selalu diandalkan. Maafin aku mungkin memang berat tapi kita berdua pasti bisa melewati ini" ucap Rony. Mata Nabila berbinar melihat ada kesungguhan dari wajah Rony.
"Kakak yakin?" tanya Nabila.
"Aku yakin Nab, bismillah kita hadapin bareng-bareng ya. Seperti yang sudah kita sepakati tadi malam. Kita akan selalu meluangkan waktu untuk mengunjungi satu sama lain, lagipula hanya 6 bulan kan?" ujar Rony. Nabila menangis dan menganggukkan kepalanya. Dia berangjak langsung memeluk Rony erat.
"Jujur akupun tak bisa jauh dari kakak, berat untuk ku ninggalin kakak. Hanya saja, aku merasa butuh untuk pergi, dengan itu paling tidak aku bisa terlihat setara dengan kakak. Laki-laki yang hebat ini, makasih ya kak.. makasih" ucap Nabila dalam tangisnya. Rony membalas pelukan itu dan mencium pundak Nabila hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA PERTAMA
Fiction générale"Beri sedikit keberanian untuk perlahan terbang bebas tanpa mendengar prasangka yg menghimpit dada. Melangkah tanpa resah mendengar bisik yg memilukan. Dan atau duduk tenang tanpa gundah akan desakan banyak hal" Sepenggal kisah tentang gadis yang hi...