Dokter begitulah sekarang Nabila dipanggil oleh banyak orang, rumah sakit menjadi rumah ke dua untuknya. Cita-cita dan mimpinya menjadi dokter hebat masih menjulang tinggi dengan Rony yang selalu mendukung. Pagi ini Rony sudah menunggu di depan rumah Nabila. Iya, kali ini Nabila sudah membeli Rumah walau kecil tapi dia sangat bersyukur karena tabungan dari segala jerih payahnya kini bisa menghasilkan rumah kecil yang cukup nyaman untuk ditinggali.
"Assalamualaikum Kak" sapa Nabila masuk ke mobil.
"Waalaikumsalam, gak kelamaan nunggu kan?" tanya Rony.
"Gak kok, aman. Tapi boleh kan agak cepet nyetir nya?".
"Siap Nyonya Rony" dengan semangat Rony mengemudi, Nabila yang melihat tingkah Rony tersenyum sambil membuka bekal yang sengaja dia siapkan. Dia menyuapi Rony bekal itu karena dia tau Rony tak sarapan.
"Enak?" tanya Nabila.
"Masakan mu selalu enak" jawab Rony.
"Halah,, ngerayunya. . "
"Beneran Nab...".
"Iya...iya... Kak, terimakasih, oh... Iya jangan lupa nanti jam 3 ya. Langsung jemput ya kak".
"Iya... Sayang. Ngomong-ngomong kamu gak capek, semaleman sibuk bantu Alya sekarang harus kerja".
"Gak Alhamdulillah aku seneng bisa bantu kak Alya, gak nyangka kalau mereka akhirnya nikah".
"Iya ya.. kita kapan Nab?" tanya Rony tiba-tiba membuat Nabila sedikit tersedak.
"Kaget banget kayaknya?".
"Kakak nyebelin deh. .".
"Ya kan cuman nanyak, kita udah nunda loh buat pernikahan kita, masak mau nunda lagi".
Nabila kembali menyuapi Rony, pikirannya sedang berkelana entah kemana.
"Nab..." tegur Rony.
"Hem... Kalau bulan depan gimana?" Nabila tak yakin mengucapkan itu, tapi dia merasa sudah keterlaluan pada Rony, dia selalu saja mencari alasan menunda pernikahannya dengan alasan yang tak masuk akal terkadang. Nabila sendiri juga bingung apa yang dia khawatirkan, karena jujur bayangan Mawar masih saja membayanginya.
"Kamu serius?" ucapa Rony sumringah. Melihat wajah Rony yang tersenyum bahagia membuat Nabila semakin merasa bersalah. Dia sadar tak seharusnya terus menerus menyimpan kenangan buruk itu. Jodoh dan maut seseorang tak pernah ada yang tau, saat ini Nabila yang harus berusaha menerima kenyataan jika memang ada cerita kelam yang harus dia terima dalam kisah cintanya dengan Rony, kisah yang tak mungkin dia lupakan namun tak seharusnya menjadi beban.
"Maafin aku ya kak" ujar Nabila.
"Kok minta maaf,,".
"Aku akan berusaha melupakan semuanya, sesegera mungkin aku akan memastikan kita akan segera menikah" ucap Nabila mengelus pundak Rony yang tersenyum bahagia.
"Alhamdulillah ... Makasih ya sayang".
"Aku yang harus makasih, kakak udah sabar sama sikap aku. Ya udah.. kakak kan nyetir jangan ngobrol berat deh. Kita bahas nanti ya, pokoknya nanti jam tiga jangan lupa cepet jemput aku. Aku juga harus dandan dulu".
"Siap Ibu dokter".
Rony kembali menyetir dengan lebih cepat sambi menikmati makanan dari suapan Nabila. Sampai di rumah sakit Nabila turun dan kembali ke tugasnya sebagai dokter. Rony melambaikan tangan untuk berangkat ke kantor. Tak kalah sibuk dengan Nabila, Rony yang sudah resmi menjadi pemimpin perusahaan utama milik ayahnya harus benar-benar mengatur waktu untuk bisa bertemu Nabila. Cara satu-satunya untuk bisa bertemu dengan Nabila yaitu tetap berusaha mengantar dia ke rumah sakit, karena jika tidak maka akan sulit untuknya bisa bertemu dengan Nabila.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA PERTAMA
General Fiction"Beri sedikit keberanian untuk perlahan terbang bebas tanpa mendengar prasangka yg menghimpit dada. Melangkah tanpa resah mendengar bisik yg memilukan. Dan atau duduk tenang tanpa gundah akan desakan banyak hal" Sepenggal kisah tentang gadis yang hi...