Wajah Rony memucat, cairan infus terpasang di lengannya. Dia berbaring dan memperhatikan setiap sudut ruangan. Entah berapa kali dinding rumah sakit ini menjadi saksi saat Rony merintih kesakitan, atau mungkin meregang nyawa. Akhir-akhir ini setiap dia ada di tempat sempit yang membuatnya pengap hatinya selalu memupuk penyesalan yang begitu besar telah memberi harapan pada Nabila.
"Ngelamun aja" tanya Arya yang duduk di samping Rony.
"Beneran gak ada cara buat aku sembuh?" tanya Rony membuat Arya menelan ludahnya.
"Kamu tau benar gimana cara menyembuhkan sakit mu".
"Tolonglah, cari pendonor lain. Aku benar-benar ingin sembuh sekarang, tapi bukan dengan meninggalkan Nabila" seru Rony masih dengan tatapan kosong.
"Aku sudah mencoba semua cara Rony, aku sudah mendaftarkan mu ke list penerima donor sumsum tulang belakang, tapi memang hanya Mawar yang bisa" suara Arya melemas. Buliran air mata mengalir dari mata teduh Rony. Kali ini bukan kematian yang membuatnya takut melainkan bayang-bayang kehancuran Nabila jika dia pergi meninggalkannya.
"Kamu nangis?" tanya Arya kaget. Rony tak pernah menangis dihadapan dia sebelumnya. Bahkan saat sakit hebat terasa, Rony tetap sekuat tenaga terlihat baik-baik saja. Arya tersadar, betapa besar cinta Rony pada Nabila, memaksa Rony menerima donor sum sum tulang dari Mawar itu suatu hal yang tak mungkin sepertinya.
"Bulan depan Nabila wisuda. Aku mulai takut akan banyak hal".
"Ron, aku kakak mu, aku bukan Tuhan dan aku hanya seorang dokter. Sebagai kakak aku tak berharap kamu melepas Nabila dan menerima Mawar, hanya itu satu-satunya hal untuk mu selamat, tapi aku juga bukan Tuhan yang bisa mengetahui jalan hidup manusia, aku cuman gak bisa bayangin bagaimana ibu dan ayah jika kamu memutuskan untuk tak melanjutkan operasi itu" seru Arya.
Rony kembali menangis, sejak awal dia selalu saja memberi alasan untuk menolak operasi ini, banyak sekali alasan hingga ayah dan ibu Rony hilang arah untuk memaksa Rony. Setiap ayah dan ibu Rony memaksa, dengan tegas Rony menjawab.
"Ayah dan ibu mungkin akan tetap melihat Rony hidup, tapi ayah dan ibu sudah membunuh hati Rony dan kebahagian Rony".
Kalimat itu selalu mematahkan segala paksaan ayah dan ibu Rony, tapi mereka tetap bertahan dan memohon pada Mawar untuk bersabar. Mereka yakin suatu hari nanti Rony akan mau melakukan operasi itu. Sampai akhirnya hadirlah seorang Nabila, yang tentu semakin membuat Rony tak ingin melakukan itu. Sampai detik ini ayah dan ibu Rony tak tahu jika Nabila lah yang sebenarnya menjadi alasan Rony tetap kekeh menolak Mawar.
"Aku berharap kamu memikirkan kembali keputusan mu" bisik Arya menepuk pundak Rony dan melangkah keluar namun langkahnya terhenti.
"Kak, kalau aku ditakdirkan untuk segera menemui ajal, dengan atau tanpa operasi aku akan tetap bertahan dan begitu juga sebaliknya". Hati Arya pilu mendengar adiknya sepasrah itu. Walaupun dokter tak bisa memaksa kehendak pasiennya, tapi dia tetap seorang kakak yang tak sanggup kehilangan adik. Arya kembali melanjutkan langkahnya dan tak merespon apapun ucapan Rony.
Keesokan harinya setelah kondisi Rony membaik, Arya mengantar Rony pulang. Namun Rony sedang sangat merindukan Nabila, dia ingin sekali bertemu dengan kekasihnya itu setelah beberapa hari hanya berkomunikasi melalui telfon.
"Anterin aku ke kos Nabila aja kak" pinta Rony.
"Lo pikir aku sopir apa, gak ada kamu istirahat di rumah" ujar Arya.
"Ayolah, di rumah juga gak ada orang. Ibu bapak ada di luar negeri sibuk. Aku lagi kangen sama Nabila" rengek Rony.
"Aslih, kalau bukan karena Lo adik ku dah ku suntik mati kau. Heran keras kepala banget sih kamu" tegur Arya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA PERTAMA
Fiksi Umum"Beri sedikit keberanian untuk perlahan terbang bebas tanpa mendengar prasangka yg menghimpit dada. Melangkah tanpa resah mendengar bisik yg memilukan. Dan atau duduk tenang tanpa gundah akan desakan banyak hal" Sepenggal kisah tentang gadis yang hi...