Epilog (yang tertinggal)

246 28 8
                                    

Warning!

Aku beralih menggunakan ejaan Inggris untuk ejaan namanya dibandingkan cerita lamaku yang awalnya menggunakan ejaan Jepang. Jadi penulisan nama di sini sedikit berbeda dengan chapter-chapter sebelumnya. Oh iya, karena aku sudah lama nggak nulis Ainana, tolong ingatkan aku kalau ada panggilan sayang- plakk! Maksudnya panggilan khusus yang author lupa. Masalah alasan author up, akan author beberkan setelah cerita. Jadi, pastikan membacanya sampai akhir ya, cintaku (pembaca: huek!)

Semoga nggak aneh ya. Karena jujur kayak pertama kali nulis, gugup banget setelah libur sebentar. Dan juga sepertinya ini akan menjadi cerita yang agak panjang. Jadi, buat diri kalian nyaman. Semoga saja kalian tidak bosan ya. Dan selamat membaca~

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

~❤️~❤️~

Huh

Aku menghela napas gusar. Dapatku lihat adikku, iya, adikku Riku kini sedang berlari bersama teman satu grup idolnya di lorong studio. Lihatlah tingkahnya yang berlari bersemangat sambil melompat-lompat di depan teman-temannya. Padahal semua temannya berjalan dengan santai sambil mengikutinya bak itik mengikuti induknya.

Tak bisa kubayangkan anak yang seaktif itu adalah anak yang berkali-kali selamat dari maut. Bahkan tak tanggung-tanggung, ia bahkan pernah bisa dianggap mati suri kala itu. Ya, itu semua terjadi karena kontribusi mulia dari Kujo Takamasa. Mengingat itu, aku jadi mengepalkan tanganku geram akan kelakuannya. Andai aku punya orang dalam di neraka, aku sudah menyuruhnya untuk lebih menyiksanya di alam baka sana!

Tapi, yang membuatku menghela napas sebenarnya bukan karena Takamasa. Itu karena Riku yang terus berlari dan melompat dihadapan ku! Aku masih seorang kakak yang overprotektif, brocon, atau apalah itu sebutannya aku tak peduli. Bagiku, walaupun adikku sudah sehat seperti orang normal yang lain- ya, setidaknya hampir mirip orang normal lainnya. Tapi, bagiku dia masih adikku yang rapuh dan perlu perlindungan.

Melihat seekor merpati putih yang ku jaga mati-matian kini terbang dengan bebasnya, membuatku senang sekaligus sedih. Senang tentu saja karena akhirnya adikku bisa bebas melakukan apa yang dia mau tanpa harus kesakitan dan terkurung di dalam sangkar emas itu yang kami sebut rumah. Tapi, di sisi lain aku takut dia pergi terlalu jauh dariku dan tak bisa kugapai. Dia masihlah adik kecilku yang suka menangis dan merengek. Bahkan saat kami tidak bertemu selama seminggu dengan benar karena kesibukan masing-masing, ya, mungkin hanya bertemu sekilas saat kita pulang ke rumah. Dia langsung masuk ke kamarku dan menangis meraung karena kurang menghabiskan waktu bersama. Pada akhirnya, saat kami sama-sama senggang, kami memutuskan untuk berjalan-jalan bersama menuruti kemauan pangeran kecilku.

Tapi, terlepas dari kecengengannya, dia mulai belajar apa itu tanggung jawab. Dia memulai semua dari awal dan syukurlah ada teman-temannya yang mau menuntunnya perlahan dengan tingkah polah Riku yang seperti itu. Riku juga tidak menganggap remeh pekerjaannya dan bekerja dengan sepenuh hati. Melihat senyumannya saat bernyanyi adalah obat tersendiri untukku saat aku lelah dengan semuanya. Percayalah, aku penggemar nomor satu Riku!

Saat aku sibuk dengan pikiranku, lihatlah, adikku bertingkah lagi. Kali ini ia masih di lorong yang sama, sedang bersenda gurau dengan Riku yang berjalan mundur sambil menanggapi candaan dari rekannya. Tak taukah ia bahwa itu berbahaya! Ia bisa saja terjatuh!

Protect My Otouto [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang