***Sepeninggal pelangi, semua mata lantas menatap Ara meminta penjelasan mengenai perkataan nya barusan.
"Apa maksud lo ngomong kayak gitu Ra? Buktinya apa kalau embun yang udah ngebunuh anak anak BIHS?" Larissa maju—ia tatap mata Ara lekat. Mencari jawaban yang kiranya tengah Ara sembunyikan.
"Jangan mengada-ada Ra! Ntar jatuhnya malah fitnah." Timpal Aluna dengan mimik tak percaya.
"Iya, apalagi yang lo tuduh adiknya pelangi. Sahabat Lo sendiri!" Larissa menambahkan.
Ara menggeleng. "Gue gak bohong. Gue juga gak ngefitnah embun! Faktanya emang dia cewek bertopeng yang udah buat kerusuhan di sekolah kita! Gue berani sumpah! Dia benar benar embun!" Ucap nya tanpa jeda. Runtutan kalimat Ara membuat mereka jadi ragu untuk percaya. Karena faktanya Ara pengidap skizofrenia yang kapanpun bisa saja kambuh. Jadi akan sulit untuk mereka percaya dengan ucapan gadis itu.
Semua menghela nafas lelah. Menghadapi Ara yang memiliki masalah mental tidaklah semudah itu. Mereka harus memilah apa saja yang akan mereka ucapkan.
"Oke ... Tenang dulu. Karena Lo bilang punya bukti. Sekarang mana buktinya? Kasih liat ke kita!"
Ara langsung menggelengkan kepalanya.
Bagaimana bisa ia menunjukkan bukti yang sudah musnah. Ponselnya saja sudah hancur tak berbentuk. "Buktinya ... Ada di hape gue, tapi ... Hape gue udah rusak." Ujarnya lesu.Semua langsung menghela nafas panjang. Sekarang mereka yakin. Ara tengah berhalusinasi. Perihal luka di kepalanya itu bisa saja dari kecerobohannya sendiri, kan?
Begitu pikir mereka.Semua kali ini sependapat tapi mereka putuskan untuk tidak ada yang bersuara.
Mereka khawatir Ara akan tersinggung jika satu saja dari mereka mulai bersuara untuk menentangnya.
Jauh lebih baik mereka tetap diam seperti ini."Tapi gue gak bohong! Please percaya sama gue ... Semalam gue beneran ketemu embun di gedung lama itu. Dia ... Dia datang b-bawa—" Ara memejamkan matanya erat. Ia ragu untuk menceritakan kejadian mengerikan itu lagi. Tapi tetap saja ia Harus bercerita agar dirinya tidak dituduh sebagai tukang fitnah. "E-embun datang ... Sa-sambil nenteng kepala orang! Embun psikopat! Dia benar benar pembunuh! Kalian harus percaya sama gue!"
Mendengar itu beberapa dari mereka membulatkan matanya terutama di bagian Ara bercerita tentang embun yang membawa kepala. Dari cerita yang bahkan tidak mereka percaya saja sudah mampu membuat perut mereka mual.
"Oke Ara ... Oke! Lebih baik Lo duduk! Rileksin badan Lo dulu. Baru setelah itu Lo lanjutin cerita!" Sofia membimbing Ara untuk duduk.
Ara tak henti berkeringat. Peluh di Pelipis nya kian mengucur menandakan rasa cemasnya yang tak terkendali.Tanpa mereka tau. Yang Ara ceritakan bukanlah sebuah halusinasi atau rekayasa, akan tetapi sebuah fakta yang memang benar adanya.
~~000~~
Siang ini tak begitu terik. Itu sebabnya saat ini pelangi betah sekali berdiam diri di roof top sekolah. Sengaja ia membolos di jam terakhir karena sekarang ia merasa tidak ada semangat sama sekali untuk mengikuti pembelajaran.
Kata kata Ara terus memenuhi tempurung kepalanya. Berkali-kali ia menepis keraguan yang perlahan muncul, berkali kali pula ada sesuatu yang mengganjal.
Pelangi selalu percaya terhadap adiknya, itu pasti. Tapi ... Entahlah."Embun gak mungkin ngelakuin itu semua! Dia gak bakalan tega ngebunuh orang. Embun gak jahat!" Ia menggeleng berkali kali. Sesekali kepalanya ia pukul dengan sedikit brutal.
Ia baru berhenti saat seseorang tiba tiba sudah berdiri di sisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
sibling's
RandomIni adalah sebuah kisah sederhana. Tentang dua saudara yang saling menyayangi namun berubah menjadi asing satu sama lain. bahkan terlalu asing untuk disebut sebagai saudara. Ada tembok pemisah, ada jurang terjal yang membatasi, atau ada jeruji yang...