Bab 9 : lelah

85 16 3
                                    

SIBLING'S
—(♡♡happy reading♡♡—

-
-
-

Keesokan harinya.

Arkan kembali ke mansion setelah semalaman mereka menginap menemani Embun yang di rawat di RS. Lelaki itu melangkah dengan langkah lebar dan cepat.
Suara ketukan sepatu nya terdengar sepanjang ia berjalan menaiki tangga hingga ke lantai atas.

Tujuan nya tentu lah kamar si sulung.

"Berhenti Arkan!" Cegah Anita saat tangan Arkan sudah menyentuh kenop pintu bersiap membuka.

"Kenapa Bu?" Tanya nya.

"Kamu mau apa ke kamar pelangi?" Wanita itu menghalangi Arkan, ia berdiri tepat di pintu kamar sang gadis.

"Kalau kamu cuma mau nyakitin dia lagi... Lebih baik kamu pergi sekarang! Karena ibu gak akan biarin kamu sentuh dia." Tegas wanita itu seraya telunjuknya ia arahkan ke wajah Arkan.

untuk sejenak Lelaki itu memejamkan erat matanya dengan tangan terkepal.

"Sebaiknya ibu jangan ikut campur! Ini urusan saya dengan putri saya."

"DIA CUCU SAYA!!" Suara wanita itu mulai meninggi.

"Ibu... Jangan sampai saya bertindak kasar! Tolong minggir! Saya harus bertemu pelangi." Ujar Arkan berusaha masuk tapi Kembali tertahan.

"Pikirkan baik-baik sebelum bertindak Arkan! Putri kalian itu ada dua, jangan sampai kamu lepas kendali hanya karena insiden yang menimpa Embun dan kamu malah menyalahkan pelangi yang gak ada sangkut pautnya Sama sekali!." Berang wanita itu yang sudah bisa menebak apa isi kepala Arkan.

Arkan menggeram. "Seharusnya dia bisa menjaga Embun! ibu kan tau Embun itu cacat... Sedangkan pelangi gak kurang apapun, apa susahnya sih menjaga adiknya?! Saya capek Bu! Berkali kali saya tekankan, kalau saya benci melihat Embun luka!!" Nada suara Arkan pun sudah meninggi.

"TAPI KAMU PERNAH GAK SEKALI SAJA PERHATIKAN PELANGI? SEMALAM KAMU UDAH BUAT DIA TERLUKA ARKAN!!"

"cuman luka kecil bu!! kenapa di besar besarkan?! embun kehilangan banyak darah dan sekarang harus di rawat inap, ITU SEMUA KESALAHANNYA PELANGI!!"

Dua orang itu masih terus berdebat dengan suara lantang, mereka bahkan tidak menyadari bahwa sang pemilik kamar mendengar pertengkaran itu.
Matanya memanas setiap kali mendengar ucapan yang keluar dari mulut sang ayah, hanya kata kata kasar dan tuduhan yang mengarah kepada dirinya.
Jika saja pelangi tidak dalam keadaan lelah secara emosional, sudah tentu ia akan mendebat setiap lontaran kata Arkan tapi sekarang ia lelah, bahkan tubuh nya pun hanya bisa bersandar di pintu.

"Semua memang salah pelangi! Mungkin salah pelangi karena sudah lahir... Seharusnya ayah hanya punya Embun, itu kan yang ayah mau?" Gadis itu bersuara lirih. Memeluk lututnya yang bergetar.

Sesaat kemudian ia menghela nafas.
"Gak apa-apa pelangi! Bahu Lo masih kuat kan? Badan Lo pasti masih sanggup buat nanggung kemarahan ayah. Ayo pelangi! Bangun!" Pasrah nya. Pelangi mengatur nafasnya sesaat sebelum kembali berdiri.

Ceklek

Anita menggeleng lemah saat yang dilindungi justru menunjukkan dirinya sendiri.

"KELUAR JUGA KAMU? IKUT SAYA!!" 

"ARKAN!" Anita menahan satu tangan pelangi sementara tangan yang lain di cengkeram kuat oleh Arkan. Gadis itu hanya diam—tak ada niatan untuk melawan.

"Nek... biarin. Pelangi gak apa-apa kok! Ayah mau bicara sama aku. Cuma sebentar! Tunggu pelangi ya nek, Jangan pulang dulu." Pinta sang gadis sembari berjalan mengikuti langkah Arkan.

sibling's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang