Bab 40 : pertengkaran

25 3 0
                                    


***

"Gue mau tau soal kebakaran itu. Lo masih ingat kan? Ceritain ke gue!" Desak pelangi.

Aluna tampak berpikir sejenak berusaha mengingat ingat cerita yang pernah ia dengar dari mulut sang paman.

"Kata om gue ... Kejadiannya itu tepat banget di hari perayaan ulang tahun sekolah. Untungnya waktu itu acara udah selesai." Papar Aluna Lalu berhenti. Pelangi masih belum puas dengan cerita Aluna. Masih banyak hal yang mengganjal.

"Tapi kenapa bisa ada korban? Terus, siapa yang jadi korbannya? Cewek apa cowok?" Cecar pelangi lagi. Saat ini mereka masih berada di ruang arsip.

"Korbannya cewek, tapi sayang muka nya udah gak keliatan soalnya kebakar hangus, bahkan hampir hancur lebur sih waktu di temukan."

"Seenggaknya pasti ada laporan kan dari keluarganya? Masa gak ada satupun yang nyari dia?"

Aluna menggeleng, "gak ada la! Sama sekali gak ada yang datang ke kantor polisi usai kejadian kebakaran itu, padahal ... Lumrahnya kan orang tua korban pasti nyariin anaknya kan ya? Tapi ini enggak, makanya kasus kebakaran itu akhirnya di beritakan gak ada korban jiwa. Miris gak sih, jadi si korban. Gak ada yang nyariin." Sembari bercerita Aluna menggeleng prihatin.

Spekulasi kembali bermunculan di kepala pelangi, "mungkin gak? sengaja di bungkam sama pihak sekolah?"

"Di bungkam pake duit? Emang bisa? Setau gue kan anak anak yang sekolah di bihs itu udah pasti anak orang kaya semua. Malahan kayaknya orang tua murid bakalan lebih mudah nuntut kematian anak mereka deh?" Tutur Aluna berpendapat. Pelangi mengangguk membenarkan tapi sesaat kemudian ia kembali bersuara.

"Gak semua murid dari keluarga kaya. Ada jalur beasiswa juga buat anak berprestasi yang kurang mampu. Bisa jadi korban itu salah satu murid beasiswa."

Aluna mengerutkan keningnya. "Bener juga. Kayaknya emang iya sih, mungkin juga siswi itu udah gak punya keluarga makanya gak ada yang nyariin sama sekali."

"Masuk akal. Tapi tetap aja gue penasaran lun sama kasus ini. Kenapa juga harus ditutupin kalau ada korban jiwa?"

Aluna mengedikkan bahu, "tau deh, pusing gue. Lo juga mending gak usah mikirin masalah itu deh la. Lagian kejadian nya udah dari 5 tahun yang lalu, udah kelewat jauh."

Pelangi menghela nafas panjang. Benar yang dikatakan Aluna. Lagipula mau menyelidiki bagaimana lagi, sedangkan kejadian itu sudah lama terlupakan.
Bahkan gedung yang sempat terbakar juga sudah tak terpakai lagi.

"Jadi ... Gedung yang kepisah itu dulunya bangunan sekolah kita?" Pelangi bertanya sembari menatap bangunan tinggi yang letaknya beberapa meter dari bagian belakang ruangan arsip. Aluna mengangguk. Gadis itu tau banyak karena memang Aluna kecil dulunya tipikal gadis yang selalu penasaran dan ingin tahu banyak hal.

"Iya. Yang pernah kebakar!" Aluna menunjuk gerbang tinggi yang mulai di tumbuhi tanaman rambat tapi masih terlihat bagus dan kokoh. "Katanya ... Dulu sempat mau di robohin tapi gak jadi."

"Kenapa, kok gak jadi?" Tanya pelangi sambil tatapan nya memindai tembok yang menjulang.

"Gak dibolehin sama seseorang!"

Alis pelangi mengerut. "Siapa?"

"Kurang tau juga sih. Tapi, om gue sempet ketemu kok, katanya sih bapak bapak kisaran umur 50-an gitu deh." Jawab Aluna lagi.

"Mungkin keluarga korban." Celetuk pelangi sembari berbalik memunggungi jendela. Gadis itu menunduk sejenak untuk melihat koran di tangannya.

'tapi siapa?'

sibling's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang