Happy reading
****Villa
"Jes! Ini gak bener Jes! Kemarin Widya dan sekarang Alexa juga mati! Gimana nasib kita Jess? gue takut!" Cerocos Catherine tanpa jeda. Ucapan itu membuat jassy mendelik sinis. "Lo pikir gue gak takut? Gue lebih takut Cate, apalagi adik gue ada sama dia! Sekarang gue benar benar bingung mau ngapain. Gue gak tau cara apalagi yang bisa gue lakuin agar nyawa kita dan juga adik gue bisa selamat." Jassy menggigit bibir bawahnya dengan alis mengerut. Ia takut dan juga kebingungan.
"Minta maaf aja Jes, kali aja dia mau." Usul Catherine yang sudah buntu cara untuk bebas. Ia sudah lelah dengan teror teror yang berdatangan bahkan pada orang terdekatnya sekalipun juga ikut kena imbas. "Gue capek diteror sama dia. Gue juga khawatir sama keluarga gue! Kemarin aj—" Catherine terdiam, ia ingat tidak diperbolehkan mengumbar apapun tentang kejadian yang menimpanya. Ia memilih menatap ke arah lain.
"Ada apa kemarin? Cath?" Tanya Jassy yang terlanjur penasaran dengan ucapan yang terpotong itu. Catherine bungkam.
"Jawab gue Catherine! Lo diapain sama cewek itu?" Desak jassy lagi. Akhirnya Catherine pun mulai membuka suara.
"Keluarga gue di teror dengan surat kaleng yang isinya itu katanya dia akan ngebunuh gue dan juga seluruh keluarga gue!" Lirih Catherine dengan wajah cemas. Jassy hanya bisa mendengus dingin mendengar cerita Catherine.
"Jes ...." Lirih Catherine sedikit gemetar.
Jassy terhenyak. Ia melirik Catherine yang nampak berkeringat dingin menahan rasa takut. Jassy berdehem sebagai jawaban.Raut wajah Catherine berubah semakin ketakutan. Ia beranjak dari tempatnya duduk lalu berjalan menutup tirai tirai kamar yang terbuka.
Jassy mengernyit heran melihat gerak-gerik Catherine. "Catherine? Lo—"
"S--seharusnya ... Seharusnya kita gak ngebully dia. Seharusnya kita gak sampai sejauh itu buat dia menderita Jess! Sekarang ... Dia dendam banget sama kita dan Lo tau ... G--gue ngerasa selalu ketakutan tiap kali gue sendirian. Tiap kali gue mau tidur, dia selalu muncul di ilusi gue Jes. Gue takut..." Catherine meracau sambil terus memeriksa jendela yang kini sudah tertutup rapat oleh tirai panjang.
Jassy hanya menatap datar. Ia tak tau harus menenangkan seperti apa lagi.
"Dia pernah datengin gue Jes... Di—""Catherine, stop! Itu cuma halusinasi Lo aja! Lo masih ngobat dan Itu efek sampingnya!" Sarkas Jassy dengan kesal.
Catherine menggeleng cepat. "Dia b-beneran datang Jes!! Lihat ini!" Sebuah luka memanjang di punggung bagian atasnya ia perlihatkan pada jassy. Terlihat masih baru dan juga bengkak kebiruan pertanda tak adanya perawatan pada luka itu. "Kalau gak nyata, luka gue ini gak bakalan ada Jess!!" Suara Catherine meninggi. Sorot matanya memerah, jelas ia tengah kesakitan menahan luka yang bahkan tak dibalut perban.
Jassy mendesah, "terus kita harus apa sekarang?" Raut wajahnya begitu putus asa. Emosi nya ia lampiaskan ke rambut panjangnya. Menjambak sembari menggeram marah.
"Minta pengampunan dari dia! Kita minta maaf ... Lalu semua nya akan kembali normal." Usul Catherine lagi berusaha membujuk Jassy. Gadis itu menoleh dengan satu alis terangkat.
"Menurut Lo? Dia bakal maafin kita gitu?! Jangan terlalu naif Catherine!! Dia itu psikopat! Psikopat mana yang bebasin target nya gitu aja?!!"
Catherine menunduk, "terus nasib kita?"
"OF COURSE, DEATH, BABE!!"teriakan lantang itu membuat jassy dan Catherine menoleh dengan terkejut.
Braakkk
Suara dentuman keras menghantam pintu. Satu kali. Hening. Lalu kemudian hantaman kembali membuat jassy kontang mendekat dengan waspada. Ruangan terasa aneh hingga sedetik kemudian bunyi rentetan tembakan berbunyi. Puluhan peluru menerobos masuk dan memecahkan kaca kaca jendela yang masih terlapisi teralis.
KAMU SEDANG MEMBACA
sibling's
RandomIni adalah sebuah kisah sederhana. Tentang dua saudara yang saling menyayangi namun berubah menjadi asing satu sama lain. bahkan terlalu asing untuk disebut sebagai saudara. Ada tembok pemisah, ada jurang terjal yang membatasi, atau ada jeruji yang...