Bab 32 : rasa bersalah

57 11 5
                                    

┏━━━━°❀•°✮°•❀°━━━┓
     —(♡♡𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰♡♡—    
┗━━━━°❀•°✮°•❀°━━━┛
-
-
-
_____________


Aluna menghela nafas panjang, memperhatikan raut wajah sahabatnya yang bertambah cemas tak karuan.
Ia menggeleng pelan sembari melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Udah mau dini hari ... Mending lo pulang dulu deh!" Ucap Aluna.

"Gak mungkin gue pulang tanpa Embun! Gue harus cari dia sampai ketemu," ujarnya sembari kembali berdiri dari duduknya. Matanya mengedar ke sepanjang jalan yang lengang, sepi.

"Tapi lo butuh istirahat ... Kepala lo juga kan lagi sakit la, ayolah! Kita lanjut besok aja ya nyarinya? Gue temenin!" Bujuk Aluna lagi. Pelangi tampak berpikir. Dari raut wajahnya terlihat ia sangat enggan.

"Kalau lo paksain ... Yang ada lo malah sakit, kalau lo sakit, siapa yang nyari embun?"

"Tapi lun, Embun Sendirian di luar sana. Gue takut dia dijahatin sama orang." Pelangi terlihat semakin cemas saja.

"Embun gak akan kenapa napa!"

******

02:35

Pelangi tiba di mansion dengan di sambut wajah cemas sang nenek.
Gadis itu langsung memeluk erat wanita tua itu sembari tangisannya pecah.

"Maafin pelangi nek ... Pelangi gak bisa bawa Embun pulang. Pelangi gak tau dia dima—" ucapan pelangi di tengah isakan tiba tiba terhenti saat matanya menangkap dua sosok yang berdiri di belakang sang nenek.
Tubuh pelangi mulai gemetaran takut menatap arkan dan Nayla yang terdiam dengan raut wajah cemas.

Pelukan pada sang nenek perlahan ia lepas.
Meskipun ragu, ia paksa kakinya mendekati kedua orangtuanya.

"Maafin pelangi yah ... Maafin pelangi!" Mohonnya menatap sekilas wajah Arkan yang membisu di ambang pintu.

"Bunda ... Pelangi gagal jagain Embun! Pelangi gak becus, maaf Bunda ... Maafin pelangi!" Pelangi terisak semakin keras, rasanya ia kehilangan seluruh pasokan oksigen di sekitarnya. Satu tarikan nafas saja terasa sangat berat dan menyiksa.
Pelangi hanya bisa tertunduk tanpa berani menatap wajah keduanya.

Pelangi yakin, saat ini kedua orangtuanya sangat kecewa, dan itu memang tidak salah karena memang dialah yang tidak becus dengan sebagai kakak.

'ini yang gue takutin ... Gue takut gagal lagi kayak dulu, dan ternyata ... Ketakutan gue jadi kenyataan.' tangan pelangi terkepal, ia marah pada dirinya sendiri.

Di luar dugaan pelangi, bukannya marah atau melontarkan kata kata kasar seperti yang kerap ia terima—arkan justru menarik tubuh nya—mendekap pelangi dengan sangat erat sembari terdengar sesegukan kecil dari mulut sang ayah.
Pelangi bingung tapi tak urung, di tengah kesedihan nya ia merasa mendapat sedikit kebahagiaan lantaran pelukan hangat ayahnya kembali ia dapat dan ini ... Adalah Pelukan terhangat yang pernah pelangi rasakan.
Untuk sejenak ia pejamkan matanya, menikmati momen ini. Melupakan sejenak resah hati nya.

"Bukan salah kamu sayang ... Bukan salah kamu ...." Lirih Arkan melerai pelukannya untuk sekedar mengamati wajah pelangi. Tatapan sayu Sang putri membuat hatinya sedikit perih.

"Pelangi ... Maafin ayah ya sayang" Kata kata yang selama ini ingin sekali ia perdengarkan pada sang putri akhirnya bisa ia lontarkan, walau di momen yang kurang tepat.
Pelangi menggeleng, "gak apa-apa yah ... Pelangi udah maafin."

"Tapi ... Ayah jahat sama kamu nak."

"Ayah gak jahat kok, ayah cuma gak sadar sama apa yang ayah lakuin!"

sibling's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang