bab 41 : pion

18 5 0
                                    


****

Arkan tersentak sesaat setelah ia mendengar ucapan Nayla bersama sorot mata kecewa yang mengarah pada dirinya.
Lelaki itu menatap tak percaya.

"K-kamu bicara apa Nayla ...? Jangan bercanda!" Arkan gemetar merasakan sakit di kepalanya.
Rasa sakit yang membuat tubuhnya perlahan luruh.

Nayla tidak bercanda dengan kata-kata nya,  dan alasannya bukanlah hal sepele.

"Aku nggak bercanda Arkan! Aku serius!" Sentak Nayla dengan suara meninggi. Arkan menggeleng.

"Jangan Nayla ... Aku mohon jangan pernah bicara seperti itu!! Aku—aku minta maaf, k—kalau aku salah! Maafin aku!!" Lelaki itu mendekati Nayla—menggenggam tangan dingin Nayla, berupaya membujuk atau sekedar meredakan emosi sang istri.
Nayla menyentak kasar tangannya dari genggaman Arkan.

Arkan terlihat semakin kebingungan, raut wajahnya kini berubah seratus delapan puluh derajat dari yang sebelumnya. Jika tadi ia begitu bengis kini justru tatapan nya berubah sendu.
Ia menggeleng gusar. Tatapan nya terfokus hanya pada sang istri.

"LEPAS ARKAN!!" bentaknya masih penuh emosi. Ia dorong kasar lelaki itu.

Arkan menatap penuh tanda tanya, "Aku salah apa nay ...? Kenapa tiba-tiba Kamu seperti ini? Apa yang terja—"

"SALAH APA KAMU BILANG?!! KAMU LIHAT APA YANG UDAH KAMU LAKUKAN KALI INI?! LIHAT PUTRI KU ARKAN!!" Nayla mendorong Arkan hingga lelaki itu bersimpuh di hadapan pelangi yang terbaring lemah. Arkan membisu, tangannya gemetar hebat saat berusaha menyentuh pelangi.

"P-pelangi ... Kenapa?" Panggil nya dengan suara lemah.

"JANGAN SENTUH PELANGI ARKAN!!!" Wanita itu bergeser memeluk erat sang putri sebagai upaya menghalangi Arkan yang ingin menyentuh pelangi. Lelaki itu semakin kebingungan dengan tindakan istrinya. Ia tidak tau apa yang sudah terjadi. Tapi ...
Sesaat kemudian ia tertunduk membisu. Tak ada suara yang terdengar di dalam ruangan itu, hingga beberapa saat ada suara sesegukan yang terdengar dari mulut Arkan. Lelaki itu menangis dengan kepala tertunduk menyesali perbuatannya. Sekarang ia sudah paham apa yang terjadi.

Mata berair Arkan menatap marah kedua tangan yang sejak tadi menyiksa putrinya habis habisan. Arkan rasanya ingin berteriak sekeras mungkin meluapkan emosi terhadap dirinya sendiri tapi, semua itu tertahan di dadanya. Hanya bahunya yang semakin bergetar menahan tangis. Lelaki itu menangisi tindakan yang ia lakukan di dalam alam bawah sadar nya.

Pelangi mengangkat pelan wajahnya, saat suara isakan menyapa pendengaran nya. Dan yang ia dapati adalah pemandangan sang ayah yang terisak hebat di hadapannya. gadis itu ingin menghibur tapi pelukan Nayla semakin erat merengkuh tubuhnya seolah memberi isyarat agar pelangi tetap diam.

"Bun ... Kasian ayah." Lirihnya berbisik. Nayla tak bergeming sedikitpun. Ia lebih memilih memeluk pelangi sembari mengusap pelan punggung sang anak. Di kecupnya berkali-kali pucuk kepala pelangi.

"Ayah ...." panggil pelangi lagi.

Arkan tak bergeming. Lelaki itu kemudian berdiri lalu berjalan ke arah besi yang biasanya menjadi tempat pelangi diikat manakala mendapat hukuman dari nya. Tatapan nanar Arkan tak berkedip sedikitpun saat mendapati bercak darah yang telah mengering di sana. Lagi lagi Arkan menangis semakin keras.

Pelangi dan Nayla memperhatikan tindakan Arkan dengan tatapan tak mengerti. Entah apa yang akan dilakukan oleh lelaki itu.

Hanya berjarak sekitar 3 meter dari tempat pelangi dan Nayla, Arkan kini duduk sembari melilit kakinya sendiri dengan rantai. Pelangi membulatkan matanya demikian pula Nayla tapi wanita itu tak berniat menghentikan tindakan suaminya. Wanita itu masih marah.
Hanya pelangi yang bergeming. Gadis itu melepaskan diri dari pelukan Nayla. Ia merangkak, menyeret tubuhnya mendekati Arkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

sibling's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang