Bab 11 : angka

57 13 3
                                    

SIBLING'S
—(♡♡happy reading♡♡—

-
-
-

aku satu hal...aku ada di antara ilusi dan kenyataan, aku terpenjara dalam jiwa, juga terikat dalam raga. Aku terkurung dalam takdir, terbebas dalam hampa'
_______________
°°°°°°°
Jangan lupa votenya ya guys 😺

Suara teriakan histeris terus terdengar di sepanjang lorong sekolah, pelakunya adalah para siswi yang baru saja melangkahkan kakinya hendak menuju kelas mereka.
Semua mata terpaku, semua tubuh terdiam dengan persendian yang terasa hampir lepas.

Beberapa dari mereka bahkan terlihat mual, tentu saja, pemandangan darah sebanyak itu pasti lah membuat perut melilit terlebih dengan aroma anyir nya yang menguar ke seluruh penjuru.

Semua berkumpul tapi tak ada yang berani'berjalan mengikuti jejak darah itu. Semua tak terkecuali para siswa laki-laki.

"JANGAN ADA YANG MENINGGALKAN TEMPAT INI. BERKUMPUL DI SINI SAMPAI PROSES PENYELIDIKAN SELESAI." Suara instruksi guru terdengar dari pengeras suara.
Semua murid patuh, bahkan yang baru saja tiba ikut tertahan di sana, menatap dengan raut bertanya tanya yang di barengi rasa takut.

belum reda rasa takut mereka, kini terdengar lagi jeritan seseorang yang berasal dari ruang guru. Tampak seorang guru perempuan datang dengan langkah tergesa, wajahnya memerah dengan nafas memburu—ia terhenti tak jauh dari tempat berkumpulnya para siswa.

Huekk...Huekk

Guru paruh baya itu sampai muntah setelah melihat pemandangan mengerikan di dalam ruang guru.
Masih tak mengerti, para guru lainnya lalu mencoba mencari tau dengan masuk ke dalam ruangan. Tiba di dalam, semua kompak menutup mulutnya dengan ekspresi yang tak jauh berbeda dari guru tadi. Perut mereka rasanya teraduk, seakan seluruh isinya ingin terpompa keluar.

"A-apa ini pak? Kenapa berturut-turut ada kejadian mengerikan di sekolah kita?" Seorang guru laki laki mendekat dan menutupi jasad tanpa kepala itu dengan taplak meja. Setelah itu Barulah perasaan mereka sedikit lebih tenang.

Kepala sekolah menggeleng, ia tak tau apapun. Semua seperti teror, oh, bukan seperti tapi ini memang benar benar sebuah teror. Tidak boleh gegabah atau bisa saja nyawa siswa yang terancam.

"Hubungi pihak kepolisian dan para detektif untuk mengungkap kejadian ini!" Pintanya dengan suara penuh wibawa.

"Kalian... Tolong. Telpon para orang tua siswa, kita akan bicarakan ini dengan mereka. Bagaimana pun semenjak kejadian bunuh diri beberapa hari lalu, para orang tua terkesan cemas meninggalkan anak anak mereka untuk belajar di sekolah kita." Lanjut kepala sekolah itu sebelum berlalu.

Para guru di ruangan itu menghela nafas berat.

"Ayo bu.... Kita tenang kan anak anak!" Seorang guru perempuan keluar lebih dulu di susul guru yang lain. Tersisa satu orang di sana, guru laki laki itu mencoba mendekati jasad—menyingkap penutup yang menghalanginya untuk melihat keadaan jasad.

"Ini seperti petunjuk. Tapi apa maksud dari penggalan kata ini? Ini...." Gumamnya menatap ukiran di lengan lelaki itu.

'aku satu hal...aku ada di antara ilusi dan kenyataan, aku terpenjara dalam jiwa, juga terikat dalam raga. Aku terkurung dalam takdir, terbebas dalam hampa'

Dalam saku bajunya juga terlihat sebuah benda kecil. Tangan guru itu baru saja akan meraih tapi urung saat tangannya di tepis.

"Jangan di sentuh pak aris! Ini akan mempersulit penyelidikan jika sidik jari bapak tertinggal." Ujar orang itu.

sibling's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang