Bab 6 : permulaan

80 15 19
                                    

SIBLING'S
—(♡♡happy reading♡♡—

-
-

Setiap manusia terlahir dengan takdir nya masing masing, ada yang lahir memangku lara dan adapula yang tumbuh di lautan duka. Setiap lara ada pelipur sama seperti ketika duka sirna maka suka tentu akan kembali.

Permainan takdir serupa roda yang terus berputar. Dan manusia berdiri di atasnya yang di mana saat roda berputar ia pun harus mengikuti kemana arah putaran takdir. Manakala ia di bawah maka Pahit lah yang ia rasa, begitu lah sebaliknya dan terus berulang sepanjang garis kehidupan manusia.

Layak nya pelangi yang bergelung dengan lara, Embun pun memendam sakit nya selama ini.
Ada begitu banyak luka yang tersembunyi, dari fisik dan juga psikis. Bukan rahasia jika gadis itu pengidap panik attack dan PTSD (post traumatic stress disorder) . Semua berakar dari peristiwa masa lalu. Peristiwa bejat yang terekam jelas di memori nya, meninggalkan bekas luka di mentalnya.
Terkadang, ia akan bereaksi berlebihan terhadap situasi tertentu di sebabkan oleh trauma yang masih terus menjadi musuh terbesarnya selain dari tindakan perundungan yang ia dapatkan di sekolah nya.

"Embun..." Suara lembut itu menyelusup masuk ke pendengaran nya. Perlahan matanya terbuka dengan berat.

Ada kedua orang tuanya yang menyambut nya dengan senyum lega. Usapan demi usapan terus mereka berikan di Surai hitam sang buah hati.
Embun tersenyum.

"Embun kenapa?" Dengan tubuh sedikit gemetar ia coba bersandar di headboard di bantu oleh Nayla.

"Tadi Adek pingsan... Sekarang gimana perasaannya? Ok nggak? Kalau enggak, kita ke rumah sakit aja ya?" Ujar Nayla dengan raut cemas. Arkan mengangguk membenarkan dengan jemari yang terus membelai wajah Embun.

"Enggak usah Bun! Embun gak kenapa Napa kok! Embun sehat." Tolak Embun. Tatapannya terkunci di wajah teduh sang ayah yang memandangnya dengan sorot penuh kasih.

'kenapa kak pelangi bilang ayah jahat?'

Bagi Embun, Arkan sosok pahlawan dalam kehidupan nya. Cinta pertama dan juga tameng yang selalu ada untuk melindungi nya, tapi... Kenapa pahlawan Embun justru di cap jahat oleh sang kakak?. Rentetan pertanyaan itu terus bermunculan di kepala nya.

"Yah..." Lirih Embun. Arkan tersenyum.

"Iya anak ayah... Kenapa? Hm." Tak ada tutur kata yang menunjukkan Arkan ayah yang buruk. Sedikitpun tidak ada, semua lontaran kata kasar hanya terdengar saat ia tengah marah. Apa dengan kemarahan saja seseorang bisa di sebut 'jahat'?.

Embun mengukir seulas senyum tipis.
Ada rasa ingin tahu menggebu di dalam sana.

"Apa ayah beneran benci sama kakak?"

"Kok nanya nya gitu dek?" Tegur Nayla dengan gelengan kepala.

Arkan tersenyum. "Enggak apa-apa nay! Embun nanya sesuatu. Harus aku jawab!" Lelaki itu tersenyum hangat.
Tepukan lembut ia berikan di pucuk kepala Embun.

"Embun... Mustahil seorang ayah benci sama darah dagingnya sendiri! Pelangi itu anak ayah, buah hati ayah. Sama seperti Embun." Arkan berucap dengan sedikit parau.

"Tapi kenapa ayah sering nyakitin kakak?" Embun bertanya dengan perasaan campur aduk. Ia sungguh bingung. Nayla terbelalak membekap mulutnya, tidak! Seharusnya pertanyaan itu tidak terlontar.

"Ayah gak mungkin nyakitin pelangi sayang... Ayah sayang banget sama pelangi!" Raut wajah Arkan berubah murung.

"Tapi kenyataannya kan gitu yah... Ayah sering banget buat kakak luka, bibir kak pelangi bahkan belum sembuh tapi udah ayah kasih tamparan lagi. Kenapa gitu yah? Kalau gak benci, apa alasan nya? Apa karena Embun luka?" Rentetan pertanyaan Embun membuat Arkan tergamang, raut wajah nya terlihat bingung.

sibling's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang