Bab 23 : berdamai

48 12 10
                                    

Mencari 'dia' layaknya mencari jarum di tumpukan jerami! Sulit, tapi tidak mustahil.

Dia, bermain dengan pion!
Temukan pion itu lalu tuannya akan terlihat.

┏━━━━°❀•°✮°•❀°━━━┓
     —(♡♡𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰♡♡—    
┗━━━━°❀•°✮°•❀°━━━┛

"Kamu sudah berjanji. Jangan coba-coba untuk mengingkarinya!"

Ucapan itu, senantiasa terngiang di telinga nya, tak peduli apapun yang ia lakukan, suara itu akan selalu hadir menyapa—meramaikan isi kepalanya yang memang sudah penuh dan sesak.

Byur

Ia memejamkan matanya menikmati air yang meresap masuk ke pori-pori wajah nya yang ia basuh. Nafasnya terasa berat. Tercekat kuat di tenggorokan.

Gadis itu menunduk, meremas tepian wastafel dengan gelisah. Matanya menatap lekat ke pantulan dirinya sendiri, wajahnya sungguh risau tapi ia tidak tau harus melakukan apa agar ia terbebas dari teror sang pembunuh berantai.

Setelah beberapa lama ia lalu meraih sebuah karet kecil untuk mencepol rambutnya yang tergerai. Tepat di tengkuknya, ada bekas luka, seperti bekas terbakar—melepuh dan membiru kemerahan.

Tangannya terulur, menyentuh Pelan permukaan yang masih terasa basah itu dengan jemarinya.
Samar ia mendesis perih, sembari matanya memejam erat menahan sakit.

"Luka ini ..." Jemarinya meraba pelan, "...Gak boleh ada yang tau!"

_____________
●◉◎◈◎◉●

Isakan pilu silih berganti terdengar menggema, memenuhi jeruji besi tua  sebuah ruangan bawah tanah yang gelap.
Lolongan kesakitan terdengar jelas memecah sunyi dan mengantarkan perasaan takut di saat kaki menapaki lorong lorong itu seorang diri. Gelap nan mencekam.

"Kapan kita bebas? Gue mau pulang!!" Suara serak seorang gadis terdengar lirih di sela sela isakan tangis yang riuh di sekitarnya.

"Gak ada kebebasan setelah kita terkurung di tempat ini, jadi nikmatin aja hembusan nafas yang masih bisa kita hirup." Suara gadis lain terdengar, lebih parau seakan tenggorokannya tak pernah di jamah air barang setetes pun. Wajahnya pucat, pipi tirus dengan tulang rahang yang tajam.

Gadis tadi, kembali menangis menelungkupkan wajahnya ke atas lutut yang senantiasa gemetar. Rasa mual bercampur dengan lapar membuat tubuhnya berkeringat dingin—mengantarkan rasa pening luar biasa di kepalanya. Ia melenguh, terus menerus dalam waktu yang lama hingga akhirnya tertidur dengan keadaan lapar.
Gadis di sampingnya pun tak jauh berbeda, kembali tertidur dengan keadaan lapar dan dahaga.

Di sudut lain, seorang pemuda dengan pakaian kotor menggeret tubuhnya ke pintu sel berupaya membuka.

"WOII!! KELUARIN KITA SIALAN! BUKA PINTUNYA!!!"

"BUKA!!"

Dia terus berteriak sembari mengguncang keras jeruji itu berulang kali. Tapi, sialnya tak satupun orang yang datang, hanya suara nya saja yang menggema kembali masuk ke pendengaran nya sendiri. Gadis di sampingnya menggeleng pelan dengan desah nafas berat, wajahnya sudah sangat pasrah—tak ada hasrat untuk membebaskan diri lagi.

"Mau teriak sekencang apapun, kamu gak akan bebas! Jadi diam aja," Gadis berkacamata dengan rambut acak-acakan itu mencegah tangan pemuda yang terus mengguncang jeruji besi, bukannya apa-apa tapi tangan pemuda itu sudah melepuh dan akan semakin sakit jika tergesek besi berkarat.

sibling's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang