Jilid 16 : Kesetiaan Pelayan Setia

2.7K 38 1
                                    

Hoa Thian-hong tertegun, pikirnya, "Cara menotok jalan darah belum pernah kujajal...tapi bagaimanakah faedahnya?" Pemuda itu segera menggeleng, katanya, "Biarkanlah aku lari seorang diri, kau boleh kembali naik kuda"

"Tidak, aku masih kuat untuk lari!"

Waktu itu tengah hari telah menjelang, sang surya memecahkan cahayanya dengan terang menyiarkan hawa panas yang menyengat badan, Hoa Thian-hong tidak tega membiarkan kakek tua itu ikut menderita lantaran dia, dengan alis berkerut segera serunya, "Hati licik manusia sukar diduga, setiap saat kemungkinan besar kita bakal diserang dan dibokong oleh orang, kau harus menjaga badan serta tenagamu baik-baik, hingga seandainya terjadi urusan kita tidak jadi kelabakan serta mandah dijagal oleh musuh"

Hoa In ragu-ragu sejenak, lalu menjawab, "Walaupun ucapan Siau Koan-jin benar, tapi selama Siau Koan-jin melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, budak merasa tidak tenang untuk naik kuda seorang diri"

Hoa Thian-hong merasa amat terharu hingga tanpa terasa air mata jatuh berlinang, tapi dengan wajah serius dan pura-pura gusar ia menegur kembali, "Ayah telah mati, ibupun tak ada disini. masa kau tak mau mengerti perkataanku."

Mendengar teguran itu Hoa In segera menghentikan larinya, buru-buru ia berseru, "Budak...budak...."

Sebelum ia sempat meneruskan kata-katanya, bagaikan hembusan angin puyuh Hoa Thian-hong sudah melampaui dirinya, dalam sekejap mata pemuda itu sudah berada puluhan tombak jauhnya di depan sana.

Sesaat kemudian Jin Hian sekalian telah menyusul kesitu, Hoa In segera loncat naik ke atas kudanya dan membawa kuda tunggangannya dari Hoa Thian-hong menyusul dari belakang.

Dalam pada itu Hoa Thian-hong yang sudah berada jauh di depan. tiba-tiba lari berbalik ke belakang, kemudian pulang pergi beberapa kali di sekitar rombongan itu, makin berlari kecepatannya semakin tinggi hingga akhirnya halnya tinggal setitik cahaya saja yang berkelebatan kesana kemari.

Ketika tengah hari sudah lewat dan sore menjelang tiba. Beberapa orang itu telah tiba di kota Ko-kee-ceng, sebelum mereka sempat beristirahat dari arah selatan terdengar suara derap kaki kuda yang ramai berkumandang datang. itulah suara dari rombongan dua puluh pengawal golok emas yang baru saja tinggalkan dusun itu untuk melanjutkan perjalanan.

Meskipun kota itu kecil, tapi karena merupakan jalan raya penting yang menghubungkan Utara dan Selatan, maka dalam kota itu terdapat lima buah rumah penginapan. Beberapa orang itu segera masuk ke dalam penginapan untuk beristirahat serta berjanji tengah malam nanti akan melanjutkan perjalanan kembali.

Sekujur badan Hoa Thian-hong basah kuyup oleh keringat, setibanya di rumah penginapan ia segera memerintahkan pelayan untuk siapkan air buat mandi..

Pada pelana setiap kuda tunggangan tersebut telah tersedia sebuah kantongan berisi uang serta air minum. Hoa In segera mengambil sekeping uang perak dan diserahkan kepada pelayan itu sambil pesannya, "Lihat baik-baik potongan badan sauya kami ini, belikan satu setel baju yang paling bagus dengan warna biru bersulamkan benang emas, berdasar warna kuning, bila tak ada yang cocok buatkan dengan segera, sebelum senja nanti pakaian itu harus sudah siap. Di samping itu carikan pula satu setel baju warna ungu bagiku."

Pelayan itu menerima uang tersebut, setelah mengamati potongan badan kedua orang tetamunya ia baru berlalu.

"Eeei.... tunggu dulu pelayan!" tiba-tiba Hoa In berseru kembali, "Celana untuk sauya ini belikan dulu!"

"Hamba mengerti!"

Sepeninggalannya pelayan itu, Hoa Thian-hong sambil tertawa segera berkata, "Buat apa sih musti mencari pakaian yang mahal? Apalagi memilih warna biru dengan strip benang emas"

Bara Maharani - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang