Jilid 18: Rasa Cinta Pek Kun Gie

2.6K 40 3
                                    

SEMAKIN memperhatikan isi kitab itu Hoa Thian-hong semakin kesemsem hingga akhirnya ia mengulangi lagi dari permulaan, sambil mempelajari diam-diam diapun mulai meraba inti sari dari pelajaran tersebut.

Entah lewat berapa saat lamanya, Hoa In muncul kembali di dalam kamar itu, ketika melihat pemuda tersebut belum tidur ia lantas menegur, "Hari sudah pagi waktu menunjukkan kentongan kelima, apakah Siau Koan-jin belum tidur??"

"Ehmmm, ayam toh belum berkokok"

"Ayam telah berkokok sejak tadi..."

Hoa In dekati meja dan bertanya kembali, "Ilmu silat apakah itu? Berguna tidak bagi Siau Koan-jin....??"

"Oooh.... suatu ilmu aliran silat yang luar biasa hebatnya...."

Melihat pemuda itu sedang kesemsem Hoa In-pun tidak berani mengganggu kembali, ia sediakan air teh lalu menyingkir ke samping untuk bersemedhi.

Ketika fajar telah menyingsing, pelayan muncul menghidangkan air teh. Tetapi perhatian Hoa Thian-hong masih tetap terjerumus di dalam ilmu silat, hingga akhirnya kepada Bong Pay ia berkata. "Bong toako, bukankah gurumu telah meninggal dunia hingga toako tiada orang yang memberi petunjuk? ilmu silat yang di miliki pengurus perkampunganku ini didapati dari leluhurku, bila kau punya kegembiraan tak ada salahnya bila minta petunjuk darinya."

"Bakatku tidak bagus, watakku berangasan. dan tidak sabaran, aku takut pengurus tua merasa tidak sabar untuk memberi petunjuk kepadaku."

"Bocah ini jujur dan gagah," pikir Hoa In dalam hati," bila aku bisa mendidiknya secara baik-baik. akhirnya ia akan menjadi seorang pembantu yang baik buat Siau Koan-jin."

Agaknya semua persoalan yang ia pikirkan hanya ditujukan demi kebaikan majikan mudanya. berpikir sampai disana dengan senang hati ia lantas berkata, "Engkoh cilik. asal kau mau belajar akupun dengan senang hati akan menurunkan kepandaian silatku padamu."

Hoa Thian-hong jadi sangat girang mendengar perkataan itu, ujarnya, "Selama berkelana di dalam dunia persilatan, ilmu silat adalah merupakan senjata yang paling ampuh, setiap saat kemungkinan besar kita bisa dikerubuti oleh musuh dalam jumlah yang lebih banyak, mari kita mulai berlatih sekarang juga, jangan sampai membuang waktu dengan percuma"

Itu hari kecuali di tengah hari pergi 'lari racun', sepanjang waktu Hoa Thian-hong mengurung diri di dalam kamar sambil mempelajari ketiga jurus serangan, ampuh itu, setelah dipertimbangkan berulang kali akhirnya ia ambil keputusan, ilmu tadi baru akan diwariskan kepada Bong Pay setelah ia dapat menguasai kepandaian tersebut.

Malam harinya rombongan melanjutkan perjalanan tinggalkan kota Wi-Im menuju ke selatan, seperti semula keempat puluh orang pengawal golok emas berangkat lebih duluan dan menanti di kota paling depan, sedang Jin Hian serta Hoa Thian-hong sekalian enam orang menyusul dari belakang.

Rantai besi yang didapatkan dari leher Bong Pay itu oleh Hoa In telah dibikinkan sebilah pedang raksasa yang amat besar, ketika Hoa Thian-hong menjajal senjata tersebut terasalah olehnya meski tidak seberat pedang baja miliknya yang hilang di markas besar perkumpulan Sin-kie-pang, tetapi benda itu secara paksa masih dapat menahan getaran tenaga dalamnya hingga tidak sampai patah.

Hari itu tibalah mereka di kota Ko-Yu dan bermalam disitu. Bong Pay dengan berlagak hendak membeli barang di kedai, seorang diri ternyata telah menyusup ke dalam kuil 'Tiong-goan-koan' milik perkumpulan Thong-thian-kauw, karena para jago lihaynya telah ditarik pulang semua ke kota Lang-An ditambah pula rasa dendamnya yang berkobar-kobar, setelah melepaskan semua perempuan yang disekap di dalam kuil itu, di tengah hari bolong ia segera melepaskan api dan membakar pula kuil itu hingga hancur sama sekali.

Menanti Hoa Thian-hong mengetahui kejadian ini, sudah tak sempat lagi baginya untuk mencegah perbuatan itu. Melihat kenyataan bahwa dendamnya dengan pihak Thong-thian-kauw kian hari kian bertambah dalam hati pemuda itu hanya bisa mengeluh sambil tertawa getir.

Bara Maharani - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang