Jilid 1: Membalas budi tuan penolong ayah bunda

6.2K 51 0
                                    

Malam telah kelam, suasana di seluruh jagad sunyi tak kedengaran sedikit suarapun, cahaya rembulan lapat2 muncul dari balik awan yang gelap . . . angin malam berhembus sepoi-sepoi menggoyangkan daun dan ranting pepohonan di sekeliling sana.
Jauh memandang ke depan yang nampak hanya hutan belantara, gonggongan srigala menimbulkan suasana yang ngeri dimalam itu.....

Sebidang tanah kecil muncul di tengah hutan belantara, sebuah gubuk reyot berdiri disisi sebuah kuburan yang usang.
Di bawah sinar purnama tampak seorang pemuda berusia enam tujuh belas tahunan berlutut di depan kuburan itu, sebuah kuburan tak bernisan, wajahnya hitam pekat dengan alis yang tebal dan badan yang kekar.
Di sisi pusara terletak sebuah kursi peyot, seorang perempuan cantik berwajah agung duduk dengan penuh kewibawaan di situ.

Angin berhembus makin kencang, kerlipan kunang2 seakan2 api setan yang muncul dari neraka...kecuali isak tangis yang lirih hanya bintang nun jauh disana menemani jagad yang sunyi dan sepi. 

Tiba2 perempuan cantik itu menyeka air mata yang membasahi wajahnya, kemudian berkata :

"Anak Seng, waktu sudah tidak pagi lagi, tenangkanlah hatimnu dan dengarkanlah pesan ibumu baik-baik !".

"Ibu, katakanlah ! Ananda akan memperhatikannya dengan seksama!" buru2 pemuda itu putar badan seraya berlutut dihadapan ibunya.
"Aaai...!" helaan napas panjang membelah kesunyian yang mencekam seluruh jagad, "Situasi dalam dunia persilatan dewasa ini tidak aman, kejahatan merajalela. Suasana diliputi kegelapan bagaikan hutan belantara, kau harus ingat baik2 pesanku, setiap orang yang memiliki ilmu silat jauh lebih kuat darimu, sembilan bagian pastilah kaum durjana yang mengacau masyarakat...".

Sepasang alis pemuda itu menjungkit, diatas wajahnya yang hitam itu tiba2 terlintas cahaya yang tajam, sorot mata mengerikan memancar dari-balik kelopak matanya yang basah oleh air mata.

"Anakku kau tak boleh bekerja menuruti angkara murka." ujar perempuan cantik itu sambil membelai rambut puteranya. "Dalam pertempuran berdarah yang berlangsung dalam pertempuran Pak Beng-Hwie sepuluh tahun berselang, seluruh kekuatan inti kaum lurus dan sesat telah bertemu satu sama lainnya sayang kaum lurus berhasil ditumpas hingga ludas dan kaum sesat malah merebut kemenangan! Aaai.... dunia telah berubah, badai darah melanda di-mana2".

la mendongak dan menghela napas panjang.
"Anakku, kau harus ingat ! dalam perjalananmu di dunia persilatan janganlah terlalu menuruti suara hati, jangan mendatangkan bencana bagi dirimu sehingga menyia2kan pendidikan serta pelajaranku selama sepuluh tahun".

"Ananda akan ingat selalu pesan ibu.'' sahut pemuda itu sambil menyeka air mata. "Kehormatan serta martabat pribadi adalah urusan kecil, melenyapkan kaum durjana serta menolong umat manusia dalam dunia persilatan barulah pekerjaan yang maha besarl".

Perempuan cantik itu mengangguk.
"Sebelum kau berhasil menumpas kaum durjana lenyap dari permukaan bumi, janganlah sekali menikah dan punya istri, dari pada persoalan keluarga mengacaukan pikiran serta konsentrasimu dalam usaha untuk menumpas kaum iblis dari muka bumi dan menyelamatkan umat manusia dari lembah kehancuran."

Pemuda tersebut baru berusia enam tujuh belas tahun, tentu saja ia belum sampai memikirkan soal pacar, isteri apalagi menikah dan punya anak, sekalipun begitu ia tahu pesan ibunya pasti ada maksud tertentu maka ia mengangguk berulang sebagai pernyataan bahwa dia akan mengingatnya selalu didalam hati.

Perempuan cantik tadi merandek sejenak, kemudian seraya berpaling kearah kuburan di sisi tubuhnya, ia berkata lagi dengan nada sesunggukan.
"Demi keadilan dan kebenaran, kau tak boleh bersifat pengecut dan mencari keselamatan diri sendiri..." .

Teringat akan situasi yang mencekam dalam dunia persilatan dewasa ini, perempuan itu tak dapat menahan lagi dan menangis terisak!
"Ibu legakanlah hatimu..." buru2 sianak muda itu menghibur ibunya dengan suara halus. "Ananda pasti akan menjunjung tinggi semangat serta kebesaran jiwa ayahku almarhum, aku pasti akan berjuang mati2an demi kebenaran dalam dunia persilatan".

Bara Maharani - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang