Rahasia Hiolo Kumala Jilid 10 - 12

3.7K 35 3
                                    

Jilid: 10

AYAM jago mulai berkokok kentongan lima telah menjelang dan fajarpun hampir menyingsing, akan tetapi dia masih berpikir dan berpikir terus menerus.
Ia berpikir pula tentang perempuan misterius yang datang ke pesanggrahan tabib, berpikir pula tentang hubungannya dengan Cia In. Andaikata perempuan itu tiada sangkut pautnya dengan Cia In, lantas siapakah dia? Apa tujuannya datang ke situ?

Walaupun pelbagai pikiran sudah berkecamuk dalam benaknya, akan tetapi pemuda itu masih gagal untuk mendapatkan suatu jawaban yang memuaskan hatinya, akhirnya anak muda itu kewalahan. Ia duduk bersila dan mengatur pernapasan, sesaat kemudian pikirannya jadi tenang kembali dan berada dalam keadaan lupa diri.

Entah berapa lama sudah lewat tiba-tiba ia merasa ada orang masuk ke dalam kamarnya, cepat dia membuka matanya. Tampaklah Coa Cong-gi sedang berjinjit-jinjit menutup kembali pintu kamarnya.
Hoa In-liong jadi terkejut bercampur keheranan, segera serunya, "Saudara Cong-gi....."
Secepat kilat Coa Cong-gi putar badannya dan menempelkan jari telunjuknya keatas bibir tanpa jangan berbisik, setelah itu dengan suara lirih baru bisiknya, "Lote, ayoh ikut aku pergi dari sini! "
"Ada urusan apa?" Hoa In-liong makin kaget bercampur tercengang.
"Aaaah...... tak ada urusan apa-apa, sisirlah dulu rambutmu, tapi harus cepat dan jangan berisik aku akan menanti dirimu!"
"Aneh benar saudara Cong-gi ini" demikian Hoa In-liong berpikir, "kalau toh tak ada kejadian apa-apa, kenapa dia musti berlagak misterius, malahan aku musti cepat dan jangan berisik....?"
Sekalipun dalam hati berpikir demikian, diluaran dia berkerut kening, sambil bangun dan ber-pakaian kembali tanyanya, "Apakah saudara Siau-lam sekalian sudah bangun?"
"Aaaah..........kau tak usah perduli mereka, kita harus diam-diam ngeloyor pergi dari sini!" bisik Cong-gi lagi.
"Ngeloyor pergi secara diam-diam? Kenapa?"
"Kenapa? Kita pergi bermain, akan kuajak engkau untuk berpesiar ke tempat-tempat yang termasyhur disekitar kota ini"
"Tentang soal ini....." Hoa In-liong kelihatan agak sangsi setelah mendengar perkataan itu.
Coa Cong-gi jadi sangat gelisah. "Ayoh cepatan sedikit" desaknya, "kalau kita tunggu sampai mereka sudah bangun, tentu kita tak akan jadi pergi!"
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba sambungnya lebih jauh, "Tentunya kau tidak tahu bukan, disekitar kota Kim-leng banyak terdapat tempat-tempat indah yang tak terhitung jumlahnya, seperti bukit Cing liang-san, bukit Si-cu-san. bukit Ciong-san, pagoda Pak-kek-kek, kuil Ki-beng-si, puncak Yu-hoa-tay, pantai Yan-cu-ki.... bahkan masih ada lagi telaga Mo-ciu-ou dan telaga Hian-bu-ou. Pokoknya komplit ada semua disini!"
"Kalau toh kita akan bermain, tidak sepantasnya kalau kita ngeloyor pergi tanpa pamit, bagaimanapun juga....."
"Bagaimanapun juga kenapa?" tukas Coa Cong-gi dengan cepat. "Jika kita minta ijin dulu kepada Yu pek-hu, niscaya kita tak akan jadi berangkat, apalagi kalau menunggu sampai mereka bangun semua, pastilah yang diributkan dan dipersoalkan hanya masalah Cia In belaka, bisa pusing kepala dibuatnya. Saudara Hoa, lantaran aku merasa cocok denganmu, maka diam-diam kuajak engkau bermain, tapi kalau engkau segan pergi yaa sudahlah, biar aku pergi sendirian!"
Pada dasarnya Hoa In-liong memang seorang pemuda yang gemar bermain, apalagi setelah Coa Cong-gi menyebutkan tempat rekreasi yang begitu banyak dan menawan hati, semenjak tadi ia sudah tertarik.
Maka ketika mendengar perkataan Coa Cong-gi yang terakhir ini, ia merasa kurang enak untuk menampik kebaikan orang. Walaupun begitu, tentu saja ia tak dapat ngeloyor pergi seenaknya sendiri, sementara orang lain ikut memikirkan persoalannya lagi pula pada saat ini dia menginap di rumah keluarga Yu, untuk sesaat dia jadi gelagapan dan tak tahu apa yang musti dikatakan.
Coa Cong-gi bukan orang bodoh, dari sikap rekannya yang seperti mau berbicara namun tak dapat mengucapkan sesuatu itu, dia lantas memahami kesulitannya, kembali ia berkata, "Kesempatan baik tak boleh dibuang dengan percuma. Disiang hari kita pergi bermain, malam nanti kutemani engkau lagi untuk berkunjung ke Gi-sim-wan dan mencari tahu jejak dari manusia she-Ciu itu, maka saat bermain dapat kita manfaatkan untuk bermain, saat bekerja kita bekerja dengan baik, bukankah itu sangat bagus sekali?"
Hoa In-liong merasa bahwa perkataan itu ada benarnya juga, maka setelah termenung sebentar sahutnya kemudian, "Kalau.... kalau..... memang begitu, le...... lebih baik tinggalkan saja surat disini"
Mendengar si anak muda itu mengabulkan ajakannya, air muka Coa Cong-gi segera berseri-seri, dia ulapkan tangannya seraya berseru lagi, "Kalau begitu pergilah cuci muka dan berpakaian biar aku yang menulis surat, ayoh cepatan dikit"
Dia berjalan menuju kemeja dan segera menulis surat.
Terbacalah tulisan itu barbunyi demikian, "Siaute mengajak In-liong pergi berpesiar, malam nanti baru pulang".
Dan dibawah tulisan yang Sederhana itu dia di bubuhi pula dengan singkatan namanya yaitu "Gi"
Baru saja menulis surat tampaklah Hoa In-liong dengan senyum dikulum telah menanti dibelakangnya.
Coa Cong-gi jadi tertegun, dengan mata melotot segera serunya, "Eeeh..... bagaimana sih kami ini? Kenapa belum cuci muka......"
"Aku hanya membasuh mukaku dengan kain kering, dengan begitu tindak tanduk kita tak akan mengganggu orang lain" jawab anak muda itu dengan tenangnya.

Bara Maharani - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang