Jilid 17 : Tujuh Kupasan dari Ci-Yu

2.5K 36 1
                                    

"LOOCIANPWE, kuucapkan banyak terima kasih atas kasih sayangmu itu!" seru Hoa Thian-hong, setelah termenung beberapa saat ia melanjutkan, "Menurut pendapatku, pihak lawan tidak terlalu menaruh perhatian terhadap kekuatan siautit seorang, karena itu lebih baik untuk sementara waktu loo-cianpwe jangan unjukkan diri lebih dahulu, dari pada kita musti pukul rumput mengejutkan ular membuat pihak lawan mempertinggi kewaspadaannya terhadap kita."

"Aaaai....! Kawanan bajingan itu masih menaruh beberapa bagian rasa jeri terhadap Hoa Hujien, sekalipun aku munculkan diri rasanya mereka tak akan menaruh perhatian terhadap diriku."

Dari sikap kakek gemuk itu Hoa Thian-hong mengerti bahwa ia sedang mencari tahu keadaan ibunya, maka tidak menanti pihak lawan ajukan pertanyaan itu ia berkata lebih dahulu, "Dewasa ini ibuku juga sedang berkelana di dalam dunia persilatan, hanya dimanakah beliau pada saat ini siautit sendiripun kurang begitu jelas!!"

Karena melihat orang-orang itu sudah patah semangat, Hoa Thian-hong tidak ingin menceritakan keadaan ibunya yang sebenarnya dimana luka dalamnya belum sembuh dan tenaga dalamnya punah, ia takut bila hal ini diketahui mereka maka kemungkinan besar semangat mereka semakin merosot.

"Cu toa-ya," tiba-tiba Hoa In menegur, "Kenapa kaupun bisa datang ke kota Wi-im?"

"Aku selalu mengikuti di belakang Siau Koan-jin mu ini," sahut Cu Tong, sorot matanya berputar dan melanjutkan. "Hoa hiantit. apakah aku boleh ajukan satu permintaan?"

"Kalakan sajalah loocianpwee!"

Cu Tong menghela napas panjang. "Aku mempunyai seorang sahabat karib yang disebut 'Pek-lek-sian' atau disebut Dewa geledek oleh orang-orang Bulim, ia mempunyai seorang murid yang bernama Bong Pay, tahun ini berusia dua puluh satu tahun dan hidup terlantar di dalam dunia persiiatan. Sebetulnya aku ada maksud membawa dirinya disisiku, apa daya ia punya pandangan lain terhadap diriku, ia tak sudi berada didekatku"

"Siau Koan-jin," sambung Hoa In dengan cepat, "si dewa geledek Chin jiya adalah sahabat karib serta saudara angkat dari Cu-Tau-ya, jadi orang jujur dan berjiwa pendekar, dengan loa-ya kitapun mempunyai hubungan yang intim"

"Kalau begitu Bong toako adalah saudaraku sendiri. Cu locianpwe, kini Bong toako berada dimana?"

Cu Tong menghela napas panjang. "Selama ini ia hidup gelandangan di kota Wi Im, ketika aku hendak tengok dirinya tadi, kutemui bahwa ia sudah terperosok di dalam kuil Tiong-goan-koan"

"Kuil Tiong-goan-koan? Semestinya kuil dari pihak Thong-thian-kauw?"

Cu Tong mengangguk. "Diam-diam aku sudah menengok keadaannya, sekarang ia berada dalam keadaan sehat dan sebenarnya akan kuselamatkan jiwanya, tapi sayang pertama ia benci melihat tampangku dan kedua, aku tak tahu bagaimana musti mengatur dirinya. karena itu terpaksa aku harus mohon bantuan dari Hoa hiantit untuk melakukan pekerjaan ini"

"Ooo... kau orang tua tak usah sungkan-sungkan, siautit sebagai seorang anggota muda sudah memastikannya melakukan pekerjaan ini," pemuda itu berpikir sebentar lalu melanjutkan, "menolong orang bagaikan menolong api, mari sekarang juga kita pergi menolong Bong toako...."

Tapi dengan cepat ingatan lain berkelebat dalam benaknya, teringat olehnya bahwa usia Bong Pay jauh lebih besar dari dia sendiri, bagaimana selanjutnya ia akan mengatur kehidupannya?

Sekembalinya ke dalam kota, terdengar Cu Tong menghela napas dan berkata kembali, "Watak Bong Pay selalu berangasan dan kasar, setelah ia punya pandangan lain terhadap diriku sulitlah bagiku untuk mendidik dirinya. Hoa hiantit. Kau masih muda dan gagah perkasa, mungkin ia bisa menaruh hormat kepadamu, Bila demikian adanya aku berharap agar kau suka mengingat pada hubungan angkatan yang lebih tua dan baik-baik merawat dirinya."

Bara Maharani - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang