Neraka Hitam Jilid 5

2.8K 26 0
                                    

Putra bungsunya Giok heng, tahun ini berusia lima belas tahun, ia adalah anak yang dipersiapkan untuk meneruskan generasi keluarga Bong.

Hanya seorang anak perempuannya yang paling dimanja dengan nama kecil Siau yu, ketika belum genap berusia setahun, ketika dibopong pelayan bermain-main di bukit Tay pa san, kedua-duanya ternyata terjerumus ke dalam jurang dan mati.

Keesokan harinya Bong Pay suami istri telah melakukan pencarian diseluruh lembah, akhirnya tidak berhasil menemukan jenasah pelayan dan putrinya, hal mana tentu saja amat menyedihkan hati Pek Soh gi, hampir setengah tahun lamanya ia bermuram durja dan murung sepanjang hari.

Kemudian lambat laun pun pikirannya terbuka kembali, ia merasa ayahnya memang banyak melakukan kejahatan dimasa lalu sehingga karmanya sekarang terkena pada cucu perempuannya.

Untuk mengatasi kesedihan tersebut, sepa sang suami istri ini pun mempergiat usaha sosialnya menolong orang orang lain.

Untuk menghilangkan kenangan tersebut peristiwa ini sama sekali tidak mereka wartakan kepada Hoa Thian hong suami istri, sebab itu Hoa In liong pun tak tahu kalau ia sebenarnya mempunyai seorang adik misan yang telah mati sebelum genap berusia satu tahun.

Demikianlah, setelah peristiwanya berlangsung demikian, tak tahan lagi Tam Si bin dan Yau Tiong in maju kedepan menghampiri suami istri berdua.

"Bong tayhiap, masih ingatkah kau dengan si tua bangka dari bukit Thian tay?"

Bong Pay memutar badannya dan berpikir sebentar, kemudian sambil menjura ia berkata:
"Oh, kiranya adalah Tam cianpwe, dalam pertemuan Pak beng hwee...."
"Dalam pertemuan Pak beng hwee, beruntung sekali lohu berhasil menyelamatkan diri, sejak itu aku mengasingkan diri dari keramaian dunia untuk mendalami ilmu kui goan sinkang dari partai kami, siapa tahu begitu berlatih puluhan tahun telah lewat, coba kalau suteku tidak minta kembali kitab pelajaran itu, entah sampai kapan aku baru munculkan diri, yaa.....sampai-sampai dalam pertemuan Kian Ciau tay-hwee pun aku tak sempat menyumbangkan tenaga, tindakan ini pasti telah mengecewakan banyak sobat lama.
Bong Pay tersenyum, kemudian berpaling ke arah Yau Tiong in.
Buru buru Yau Tiong in menjura sambil berkata.
"Yau Tiong in dari partai Thiam cong merasa beruntung sekali bisa berjumpa dengan Bong tayhiap suami istri"
Bong Pay merangkap tangannya membalas hormat, Pek Soh gi sendiri meski hatinya agak tergetar, toh ia membalas hormat juga dengan sopan.
"Bong hujin!" Tam Si bin berkata lagi sambil tertawa, "jika Kok Gi pek berdiri bersanding denganmu, maka siapa pun akan menduga kalian berdua sebagai ibu dan anak"
Pek Soh gi gelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya.
"Tam cianpwe, bagaimana tanggapanmu mengenai watak nona Kok tersebut?"
Diam-diam Tam Si bin berpikir dalam hati:
"Kalau dilihat dari sikapnya yang begitu memperhatikan Kok Gi pek, memang mirip sekali hubungan mereka seperti hubungan antara ibu dengan anaknya"
Dalam hati berbicara demikian, diluar ujarnya:
Menurut pendapat lohu, meskipun nona itu tumbuh jadi dewasa dalam kalangan sesat tapi watak nya termasuk baik, cuma sayang rada angkuh dan mulutnya terlalu tajam"
"Aku lihat ia begitu lembut, halus dan menawan hati" ujar Pek Soh gi cepat dangan kening berkerut.
Itu kan terhadap hujin" sela Yau Tiong in, "sikapnya kepada orang lain justru tidak demikian, terus terang ku beritahu kepada Bong hujin, sewaktu datang tadi aku orang she You telah merasakan sindirannya yang panas itu"
Ketika berbicara sampai disini, keempat orang itu segera merasakan hatinya agak bergerak, semua orang teringat dengan ucapan yang berbunyi, antara ibu dan anak mempunyai ikatan batin yang mendalam, hanya saja hal itu tak sampai diutarakan keluar.
Tiba-tiba Kim Kui, Cui Huan dan dua orang pelayan lainnya berjalan mendekat, lalu dipimpin oleh Kim Kui, kata mereka:
"Waktu magrib telah menjelang tiba, santapan malam tayhiap sekalian telah disiapkan dalam pagoda air, apakah sekarang juga akan bersantap?"
Keempat orang itu saling berpandangan sekejap lalu tanpa banyak berbicara lagi mereka berjalan menuju ke pagoda air dengan mengikuti dibelakan pelayan-pelayan tersebut.
Jika Tam Si bin dan Yau Tiong in, yang satu adalah jago silat yang sudah lama mengasingkan diri, yang lain jarang bergaul dengan masyarakat, tidak banyak kenalan yang mereka punyai.
Berbeda dengan Bong Pay suami istri yang hampir mendekati dua puluh tahun lamanya dikenal orang sebagai jago silat yang termashur, sekalipun banyak yang tidak mereka kenal, tapi tak sedikit yang menyapa dan memberi salam kepada mereka.
Sebab itulah meski jaraknya dekat, perjalanan ini memakan waktu yang cukup lama.
Selang beberapa saat kemudian, tibalah mereka disebuah pagoda air yang empat penjuru berjendela lebar, angin malam berhembus lewat membawa kesejukan, membuat ruangan yang terang benderang oleh sinar lampu itu terasa bertambah segar.
Dalam pagoda tiada orang lain, agaknya khusus disiapkan untuk mereka berempat, begitu keempat orang tersebut duduk, pelayan pun datang menghidangkan arak.
"Lebih baik kalian mengundurkan diri saja dari sini" tiba-tiba Bong Pay berkata.
Sementara para pelayan itu masih tertegun, sambil tersenyum Pek Soh gi telah berkata:
"Kami lebih suka makan minum sendiri secara bebas, nona sekalian boleh pergi beristirahat"
Cui Huan menjadi sangsi, bisiknya agak gelagapan.
"Terima perintah, cuma........"
"Bukankah nona sekalian ditugaskan kembali untuk melaksanakan perintah kami?" tukas Pek Soh gi cepat, "inilah perintah kami!"
Pelayan-pelayan itu masih kelihatan agak sangsi tapi akhirnya mereka letakkan poci arak ke meja dan mengundurkan diri dari pagoda tersebut, sebelum keluar mereka sempat merapatkan pula pintu pagoda itu.........."
Pek Soh gi melirik sekejap kearah suami nya, Bong Pay segera mengangguk, maka diapun bangkit dan berjalan ketepi jendela lalu balik kembali kemeja sekalian memadamkan api lentera.
Dengan padamnya lampu maka suasana dalam pagoda itu hanya diterangi sinar rembulan yang memancar masuk lewat jendela pagoda, sekalipun agak lamat-lamat namun bukan halangan bagi beberapa orang jago tangguh tersebut.
Sambil mengangkat poci arak, Pek Soh gi berkata sambil tertawa:
"Malam ini bulan bersinar purnama, minum arak dalam pagoda air dalam suasana begini memang cukup romantis, marilah ku penuhi cawan arak kalian berdua sebagai tanda mohon maaf"
Sekalipun Tam Si bin dan Yau Tiong in merasa agak kesal, namun mereka pun tahu bahwa perbuatan mereka pasti mengandung maksud tertentu, oleh karena orang tidak berkata, tentu saja merekapun enggan bertanya.
Sambil bangkit berdiri, buru-buru serunya:
"Aaah, mana berani menurunkan derajat hujin!"
Sambil tersenyum Pek Soh gi memenuhi cawan arak, ternyata ada lima cawan yang dipenuhi olehnya, hal mana dengan cepat menyadarkan Tam Si bin berdua bahwa mereka sedang menunggu kehadiran orang dan tanda rahasia baru saja dilepaskan.
Tiba-tiba Bong Pay berseru sambil tertawa:
"Paman Ho, bahkan cawan arak bagimu pun sudah dipenuhi oleh Toa moay cu, hayo masuklah!"
Desingan angin berhembus lewat, dan tahu-tahu dalam pagoda telah bertambah besar, orang itu bukan lain adalah Boan thian jiu (si tangan sakti pembalik langit) Ho Kee sian adanya.
Sambil tertawa terbahak bahak ia berkata:
"Koh-ya, tenaga dalammu makin lama makin mengejutkan, lohu masih berada pada jarak lima kaki, jejakku sudah kau ketahui!
Dengan langkah lebar ia menghampiri meja perjamuan dan duduk.
"Paman Ho, jangan buru buru minum arak dulu, masih ada dua orang lain yang belum kau jumpai" kata Pek Soh gi.
"Tidak usah!" sahut Ho Kee sian sambil tertawa, "dua orang ini, yang satu pernah beradu pukulan denganku sewaktu ada dalam pertemuan Pak beng hwee tempo hari, sedang yang lain datang bersama seluruh anggota partainya, tapi kurang rapat dalam merahasiakan jejaknya, Hian beng kau saja sudah tahu, tentu saja akupun tahu"
Merah padam selembar wajah Yau Tiong-in karena jengah.
Sedangkan Tam Si bin sambil tertawa terbahak-bahak segera berseru:
"Saudara Ho, kapan aku baru ada kesempatan untuk mencoba pukulan sakti pembalik langitmu?"
"Aah, apa susahnya, aku si Ho tua........
Tapi sebelum ucapan tersebut selesai diucapkan, Pek Soh gi telah menyela lebih dulu.
"Paman Ho, bagaimana dengan persiapan kita? Apakah diketahui pihak Hian beng kau?"
"Masa masih ada persoalan?" jawab Ho Kee sian sambil tertawa angkuh, "dari rekan-rekan lama siapakah yang tidak memiliki ilmu yang tinggi dan pengalaman yang luas? Sampai waktunya, mungkin Kok See piau si anjing keparat itu masih ada dalam impian"
00000O0000
51
Diam-diam Tam Si bin dan Yau Tiong in merasa malu dengan sendirinya setelah mendengar perkataan itu.
Mereka tak menyangka kalau kedatangan Bong Pay suami istri kesitu telah disertai dengan suatu rencana yang matang, tidak seperti mereka berdua baru saja masuk kedalam lembah, rahasianya su dah diketahui oleh orang lain:
Bong Pay rupanya tidak setuju dengan kata-kata Ho Kee sian, segera ujarnya:
"Paman Ho, kau tak boleh terlalu gegabah, Kok See piau yang sekarang bukan Kok See piau yang dulu lagi, kelicikkan dan kehebatannya tak bisa disamakan dengan pretasinya dimasa lalu"
"Sekalipun demikian, toh ia pun tidak punya sesuatu yaag patut dibanggakan"
Bong pay mengernyitkan sepasang alis matanya yang tebal, kemudian pelan-pelan berkata.
Tidak sedikit jumlah tokoh sakti yang bergabung dengan pihak Hian beng kau, yang telah menampakkan diri sampai sekarangpun rata-rata berilmu tinggi, apa lagi yang masih belum muncul hingga seka-rang, entah sampai dimana taraf kepandaian yang dimilikinya....."
Tiba-tiba Yau Tiong in menimbrung.
Bong tayhiap, taukah kau kalau Jin Hian serta Tiangsun Poh yang merencanakan penggalian atas harta pusaka dalam istana Kiu ci kiong telah menggabungkan diri dengan pihak Hian beng kau?"
Paras muka Bong Pay agak berubah, serunya dengan cepat:
"Haah masa terjadi peristiwa semacam ini? Dari mana saudara Yau mendapat tahu?"
"Nona yang bernama Kok Gi pek itulah yang memberitahukan hal ini kepada kami, sahut Tam Si bin.
Aaaah, tidak mungkin!" kata Pek Soh gi dengan kening berkerut, walaupun ada lima enam tahun paman Tiang-sun tak pernah berkunjung kebukit Tay pa-san, tapi dia adalah seorang laki-laki yang berjiwa lurus dan ksatria, mana ia sudi bertekuk lutut oleh ancaman?"
"Jin Hian adalah pentolannya Hong-im hwee dimasa lalu" kata Ho Kee sian pula, "meski perkumpulan Hong im hwee nya sekarang sudah bubar, dan ia dipaksa untuk mengasingkan diri hingga mati hidupnya tak ketahuan, tapi dengan kedudukannya sebagal seorang jago kawakan dari dunia persilatan yang pernah menguasahi sepertiga dari dunia persilatan, aku rasa tak mungkin ia rela diperintah oleh seorang angkatan muda macam Kok See piau"
Untuk sesaat suasana menjadi hening, mereka sama-sama merenungkan kembali ada berapa bagian kemungkinan yang memungkinkan Ji Hian dan Tiangsun poh diserap pihak Hian beng kau.
Dalam keheningan tersebut, tiba-tiba Ho Kee sian berkata:
Menurut dugaanku, ada delapan bagian Kok See piau merasakan lemahnya kekuatan sendiri, maka sengaja ia tiupkan berita sensasi agar mengacaukan pikiran para jago, bahkan Jin Huan sendiri siapa tahu kalau justru berada pada posisi bermusuhan dengan mereka?"
"Perkataan dari saudara Ho ini memang ada betulnya juga maka lebih baik jika kita selalu waspada sehingga tak sampai termakan oleh siasat busuk dari Kok See piau"
"Tapi aku tidak percaya kalau paman Tiangsun bersedia membantu kaum durjana melakukan kejahatan" kata Pek Soh gi.
"Tiangsun cianpwe pribadi mungkin saja ksatria dan seorang laki laki sejati" ucap Yau Tiong in "tapi seandainya Kok See piau menyandera istrinya atau anaknya, bukankah mau tak mau ia musti tunduk juga dibawah ancamannya?"
Ketika Pek Soh gi merasa hal ini ada kemungkinannya juga, ia menghela nafas panjang.
"Sayang dalam perjalanan menuju kemari aku tidak mampir dulu kebukit Bu-gi, untuk menengok keadaan paman Tiangsun, kalau tidak niscaya kecurigaan dan keraguan ini dapat teratasi"
Tiba-tiba Bong Pay tertawa, ujarnya:
"Besok adalah saat dilangsungkannya upacara peresmian, sampai dimana kekuatan sesungguhnya dari Hian beng kau, dengan sendirinya akan kita ketahui juga pada waktunya, buat apa kita musti main tebak secara ngawur dan membuang tenaga dengan percuma?"
Yau Tiong in manggut-manggut.
Perkataan saudara Bong memang betul, lebih baik kita jangan gubris lagi persoalan itu.
Sampai disini, Bong Pay pun tersenyum, lalu sambil mengalihkan pokok pembicaraan, serunya kepada Ho Kee sian:
Sekarang Liong-ji berada dimana?
Ho Kee sian tertegun, lalu pikirnya:
Kalau aku bicara terus terang dengan mengatakan kalau dia dan Thian Ik cu setelah kebukit Ho san tiada kabar beritanya, mereka pasti akan amat gelisah, lebih baik jangan kusinggung dulu untuk sementara waktu.
Sementara ia masih termenung, Pek Soh gi telah bertanya lagi dengan gelisah:
"paman Ho, apakah keselamatan Liong ji terancam?"
Buru buru Ho Kee sian tertawa.
"Memangnya nona tidak kenal dengan tabiat Liong sauya?" ucapnya, "kepergiannya begitu tiba-tiba, sampai lohu sendiripun tidak begitu jelas kemana ia telah pergi"
Hmm, bocah ini memang terlalu binal, masa menghadapi masalah besarpun sikapnya masih acuh tak acuh.....
"Sifat binalnya memang belum hilang, tapi mungkin juga ada sedikit persoalan yang hendak diselesaikannyaa sendiri, siapa tahu kalau ia menang bermaksud membuat surprise?" kata Pek Soh gi lagi sambil tersenyum.
Tam Si bin cepat menyambung pula sambil tertawa.
Hoa jin kongcu terkenal karena kecerdikan serta keberaniannya, tindakan yang ia lakukan pasti mengandung maksud tertentu, cuma ia memang gemar tertawa haha hihi dalam mengerjakan tiap persoalan, sikapnya yang santai tersebut memang cukup dikenal oleh setiap orang"
Bong Pay tersenyum.
Tam locianpwe terlalu menyanjung keponakanku itu, ia masih muda, pengalamannya masih cetek, mana sanggup menanggung tanggung jawab sebesar ini?"
"Lohu bukannya memuji dan menyanjung dia lantaran dia adalah putra Thian cu kiam, tidak! Aku berbicara demikian karena setiap umat persilatan merasa berpendapat demikian" kata Tam Si bin dengan wajah bersungguh-sungguh.
Hubungan Bong Pay dengan Hoa Thian hong boleh dibilang melebihi saudara sendiri, Pek Soh gi pun kakak dari Pek Kun gi, ibu Hoa In liong, jadi hubungannya dengan keluarga Hoa boleh dibilang erat sekali.
Dengan eratnya hubungan ini, maka boleh dibilang mereka seringkali berkunjung ke perkampungan Liok soat san cong, sementara angkatan muda dari keluarga Hoa pun setiap waktu berkunjung ke tempat mereka, sebab itu pula dalam soal hubungan keluarga maupun dalam hal pelajaran silat, kedua keluarga ini berkaitan satu sama lain dengan eratnya, itulah sebabnya empat jurus terakhir dari ilmu Ci yu jit Ciat dapat berpindah pula ke dalam keluarga Hoa.
Jadi dalam anggapan Bong Pay suami istri, Hoa In liong sama pula dengan anak kandung mereka sendiri.
Justru lantaran itu Bong pay suami istri berdua amat risau menyaksikan watak Hoa In Hong yang suka bermain perempuan disana sini dengan tabiatnya yang binal sukar diurus, tapi ketika mengeta hui kalau diapun dipuji serta dikagumi umat persilatan, hatinya kembali terasa lega dan nyaman.
"Orang yang terlalu pintar dan suka bersikap acuh biasanya kurang baik dalam melakukan pekerjaan!" kata Pek Soh gi tertawa.
Tiba-tiba dari kejauhan sana lamat-lamat kedengaran suara pertarungan yang tampaknya sedang berlangsung amat seru.
Dengan wajah tercengang Yau Tiong in lantas berseru:
"Heran, siapa yang telah membuatr keonaran di dalam markas besar Hian beng kau?"
Ia bangkit berdiri dan berjalan menuju ke tepi jendela, beberapa orang lain pun ikut pula berpaling.
Sekeliling pagoda air itu merupakan jendela besar, jadi tanpa meninggalkan tempat duduk pun bisa melihat ke tempat kejauhan."
Terlihatlah pada sudut barat daya dari lembah itu berkobar cahaya merah yang membumbung tinggi keangkasa, suara pertarungan tersebut berlangsung dari tempat itu.
Dari balik bangunan bangunan lainpun segera bermunculan bayangan manusia yang pada menengok keluar jendela, tapi mereka hanya terbatas menengok belaka tanpa mendatangi tempat kejadian tersebut, hal ini pertama untuk menghindari kecurigaan orang, kedua suasana disekitar tempat kebakaran itu pasti kalut, salah-salah mereka bisa menerima serangan lawan malah..........
Pek Soh gi segera berpaling kearah Ho kee sian, kemudian tanyanya:
Paman Ho, mungkinkah ulah dari rekan-rekan bekas seperkumpulanmu?
Pasti bukan rekan-rekan kami, sudah lohu pesankan kepada mereka agar menyembunyikan diri diempat penjuru, sebelum melihat tanda rahasia, mereka tak akan bertindak se wenang-wenang.
Pek Soh gi termenung sejenak, lalu katanya.
"Walaupun tiga perkumpulan besar telah berserikat, namun sesungguhnya mereka tidak akur satu sama lainnya walaupun begitu aku pikir kedua belah pihak lainnya tak mungkin akan menimbulkan kesulitan bagi Hian beng kau sebelum berlangsungnya upacara peresmian esok pagi"
Itu berarti dari pihak kaum luruslah yang bermaksud hendak melenyapkan kaum besar dari muka bumi" sambung Bong Pay, kita sebagai seorang manusia yang hidup didunia ini hanya akan bertindak secara terus terang dan terbuka, tak mungkin kaum hiap khek bersedia membakar rumah atau menimbulkan kekalutan dengan cara demikian.
Pek Soh gi berpikir sebentar, lalu ujarnya lagi:
"Jangan-jangan perbuatan dari Ngote atau anak Liong?"
Bong Pay kembali berpikir.
"Yaa, Hoa Ngo dan Liong ji memang memiliki sifat suka mengaco orang, lagipula wataknya memang binal, kemungkinan sekali mereka memang ada niat untuk membuat malu Hian beng kau dihadapan para jago dari seluruh kolong langit.
Ketika makin dipikir ia merasa makin benar, sambil melompat bangun segera serunya:
"Biar kutengok sebentar keadaan disana!"
Bagaikan seekor burung rajawali, secepat anak panah yang terlepas dari busurnya ia meluncur ke luar jendela, kemudian dengan meminjam daun teratai sebagai tempat berpijak, dalam dua tiga lompatan saja tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Pek Soh gi mau menghalangi kepergian suaminya, tapi tak sempat, maka iapun cuma berdiam diri saja.
Menyusul kepergian Bong Pay, dari balik pagoda-pagoda air lainnya segera bermunculan pula bayangan-bayangan hitam lainnya, dalam waktu singkat ada dua tiga puluh orang yang telah pergi.
Tiba-tiba terdengar Yau Tiong in bergumam.
"Aaah, bukankah itu adalah Suto susiok serta Ong dan Ko sute berdua........"
Buru-buru ia terpaling sambil berseru:
"Akupun akan ikut kesitu!"
Sekali berkelebat ia telah menyusul kawanan jago lainnya yang sedang memburu tempat kejadian itu.
Menyaksikan kesemuanya itu. Tam Si bin tertawa terbahak-bahak:
"Haaahh..... haaahh.......... haahh.........betul betul sangat ramai, begini banyak orang telah menyusul kesana, suasana pasti bertambah kalut, tak bisa disangkal lagi kepergian mereka tentu akan membantu si pelepas api tersebut"
"Apakah locianpwe juga ingin menonton keramaian?" tanya Pek Soh gi sambil tersenyum.
Tam Si bin segera tertawa terbahak-bahak.
Haaahh.........Haahh......haaahh ......kenapa musti kesana untuk menonton keramaian? Menyaksikan dari tempat inipun tak mengurangi kegembiraan hatiku"
Pek Soh gi tersenyum ia lantas berkata ke pada Ho Kee sian:
"Setelah terjadinya peristiwa ini, pihak Hian beng kau pasti akan memperketat penjagaannya, orang-orang yang kita atur dalam lembah tampaknya sukar dipertahankan lebih jauh"
Ho Kee sian berpikir sebentar, lalu kata nya:
"Persoalan ini memang cakup merisaukan cuma mereka semua rata-rata adalah jago kawakan yang sudah berpengalaman selama puluhan tahun semestinya merekapun tahu gelagat, siapa tahu kalau telah mengundurkan diri keluar lembah.....
Sementara itu, kobaran api yang membumbung ke udara tadi sudah padam dengan cepat, suara pertarungan yang sedang berlangsungpun kini sudah tak kedengaran lagi.
Melihat itu, sambil tertawa Tam Si bin berkata:
"Kepandaian si orang yang melepaskan api memang luar biasa sekali, dalam waktu singkat ia dapat menimbulkan kebakaran sebesar ini, mungkin yang digunakan adalah apotas dan belerang sehingga begitu kena api lantas meledak. Cara Hian beng kau memadamkan api pun tak kalah cepatnya, entah si pelepas api itu berhasil ditangkap atau berhasil meloloskan diri?"
"Diatas bukit disebelah kiri lembah ini terdapat sebuah telaga besar kata Ho Kee sian, "asal air itu dialirkan ke bawah maka tidak sulit untuk memadamkan api yang berkobar, anggap saja nasib mereka masih mujur......."
Mendadak tampak sesosok bayangan manusia secepat kilat bergerak menuju ke gedung penerima tamu, Pek Soh gi yang bermata tajam segera mengenali siapa gerangan orang itu, serunya tiba-tiba:
"Ngo te!"
Sebenarnya bayangan manusia itu hendak bergerak menuju kesamping pagoda, tapi setelah mendengar panggilan itu, tanpa ragu-ragu lagi ia berubah arah dan menyusup masuk kedalam.
Tampaklah orang itu berkulit hitam pekat dengan rambut yang kusut dan pakaian yang tak rapi, sepintas lalu usianya tampak baru tiga puluh tahunan, ia menggendong seorang pemuda berpakaian ringkas yang berwajah pucat dan memejamkan matanya rapat-rapat, noda darah
mengotori ujung bibirnya, bila dilihat dari keadaannya jelas isi perutnya telah menderita luka yang cukup parah.
Napasnya tersongkal-songkal jelas suatu pertempuran sengit baru saja berlangsung, begitu masuk kedalam pagoda meskipun melihat ada Ho Kee sian dan Tam Si bin berada disitu, diapun tidak menyapa.
Dengan langkah tergesa-gesa ia baringkan pemuda itu disebuah pembaringan bambu didekat jendela sana, lalu serunya:
"Enso, cepat kau periksa keadaan, apakah luka yang diderita pemuda ini masih bisa ditolong?"
Pek Soh gi sangat tenang, pelan-pelan ia berjalan mendekati pembaringan dan memeriksa denyutan nadinya, lalu kepada laki-laki itu katanya:
"Kau masih saja bertingkah seperti dulu saja, hayo cepat beristirahat dulu, minumlah secawam dua cawan arak untuk menghilangkano rasa kaget, serahkan pemuda ini kepadaku!"
Tiba-tiba Tam Si bin berjalan mendekat seraya berkata:
"Pemuda ini bernama Yu Siau lam, dia adalah keponakan muridku, entah kenapa bisa menderita luka disini, mari biar lohu saja yang memeriksa keadaan lukanya?"
Dengan mata mendelik laki-laki setengah umur itu segera berseru.
"Sekalipun kau adalah supeknya, aku Hoa Ngo tidak percaya kalau ilmu pertabibanmu jauh lebih hebat dari kepandaian ensoku, sudahlah tak usah banyak urusan! Jangan karena sopan santun mengakibatkan nyawa orang melayang!"
Waktu itu Pek Soh gi sedang memeriksa denyutan nadi pemuda tersebut, ketika mendengar ucapan itu, ia lantas menengadah sambil menegur:
"Ngo te, jangan kurang ajar, dia adalah Tam Si bin locianpwe dari bukit Thian tay!"
"Kalau memang dari Thian tay lantas kenapa? Aku hanya membicarakan tentang persoalan bukan soal manusianya, aku rasa ia memang sedikit tak tahu keadaan"
Pek Soh gi tidak menyangka kalau makin bicara ia makin tak karuan, dengan menarik wajahnya, ia berseru:
"Ngo te, kau terlalu kasar, apakah kau memang tidak memandang sebelah matapun kepada enso-mu?"
"Siau te mana berani!" jawab Hoa Ngo cepat-cepat dengan wajah agak takut.
"Kalau memang tidak berani, buat apa kau musti berdiri terus disitu...?"
Hoa Ngo ragu-ragu sejenak, akhirnya ia menjura kepada Tam Si bin, bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu, agaknya ia hendak minta maaf tapi tak tahu bagaimana musti berbicara.
Seperti diketahui sebenarnya dia adalah seorang anak yatim piatu yang hidup gelandangan dalam kota Lok-yang, sejak kecil ia sudah hidup sengsara dan sering kali merasa kelaparan dan kedinginan.
Suatu kali ia berjumpa dengan Hoa Thian hong serta kedua orang hujinnya, karena merasa kasihan maka bocah itupun mereka bawa pulang keperkampungan liok soat san ceng.
Betul, sejak itu dia dididik membaca, menulis dan belajar silat, tapi wataknya yang binal sukar dikendalikan.
Hanya Pek Soh gi seorang yang seringkali bersikap tegas dan keras kepadanya, sebab itulah Hoa Ngo tidak begitu takut kepada Bun Tay-kun sebaliknya malah takut dengan Pek Soh gi yang halus dan lembut, kalau di bicarakan kembali, hal ini memang lucu sekali.
Diam-diam Pek Soh gi berpikir:
"Dengan tabiat Ngo te, untuk memberi hormat saja sudah sulitnya bukan kepalang apalagi disuruh mengucapkan kata-kata minta maaf, tak heran kalau ia tak sanggup memberi jawaban"
Harap Tam cianpwe suka memaafkan kesalahan ngote ku ini, maklum dia memang agak berangasan dan kasar.
Untung imam Tam Si bin cukup tebal, sekalipun merasa agak susah juga, terpaksa iapun harus bersikap terbuka.
Maka sambil tertawa terbahak-bahak dan mengelus jenggotnya ia berkata:
Hoa ngo hiap memang jujur dan bersikap terbuka, tak heran kalau semua yang ingin diucapkan segera diutarakan, memang ucapannya tak salah, ilmu bertabiban Bong hujin memang tiada tandingannya didunia ini"
Pek Soh gi tersenyum.
Sedikit ilmu pertabiban yang tak seberapa hebat ini berhasil kupelajari dari enci Chin, tentu saja dalam pandangan orang lain kepandaianku ini masih jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan enci Wan hong"
Sebagaimana diketahui, Pek Soh gi amat gemar menolong orang, ia merasa kebanyakan orang miskin didunia ini menderita akibat terserang oleh aneka macam penyakit yang parah sebab itu ia merasa sangat tidak leluasa jika tidak mengerti tentang ilmu pertabiban.
Untuk mewujudkan cita citanya untuk mengobati orang itulah, maka ia belajar ilmu pertabiban dan ilmu tusuk jarum dari Chin si hujin.
Dengan otaknya yang pintar, kemauannya yang besar ditambah lagi ilmu pertabiban dari Chin si hujin memang nomer satu didunia, tak heran kalau ilmu pertabiban yang berhasil dipelajarinya terhitung hebat pula dalam dunia persilatan dewasa ini.
Berhubung Pek Soh gi suami istri sepanjang tahun berkelana dan menolong orang, lambat laun namanya menjadi jauh lebih tersohor daripada nama besar Chin si hujin, rata-rata para jago memuji kehebatan ilmu pertabibannya, sekalipun dalam kenyataan memang masih kalah dengan Chin wan hong, toh selisihnya tidak seberapa lagi.
Demikianlah, sambil berbicara ia lanjutkan pemeriksaannya atas nadi pemuda itu, ketika hasilnya telah diketahui, diam-diam iapun berkerut kening.
Tam Si bin yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi amat cemas katanya:
"Bong hujin, apakah keponakan muridku masih bisa ditolong?"
"Bisa ditolong sih bisa" sahut Pek Soh gi sambil tertawa, "cuma kalau ditinjau dari keadaan lukanya, jelas memperlihatkan bahwa ia sudah lama menyimpan rasa pedih, hati dan paru parunya mengalami luka parah, ditambah lagi dalam adu tenaga tadi, Tay yang hui keng dan Cui im sim pau kengnya tadi, masih mendingan kalau ia muntahkan darahnya, justru sikapnya menahan muntahan darah tersebut semakin menambah parahnya luka yang diderita"
Kemudian sambil berpaling kearah Hoa Ngo, ujarnya lagi:
"Ngo te, ketika kau menolong dirinya tadi apakah kau telah menotok jalan darah im bun dan tiang hu niatnya untuk mencegah penjalaran luka yang dideritanya?"
Jilid XII
Hoa Ngo tertegun, lalu sahutnya: "Benar! Apakah keliru? Kan to so yang mengajarkan aku berbuat demikian.....?"
Sebenarnya tidak salah, cuma tenaga dalam yang dimiliki musuh agaknya jauh lebih lihay darinya, pihak lawan tampaknya tidak bermaksud merenggut jiwanya tapi cuma melukai isi perutnya belaka, mengakibatkan peredaran darahnya mengalir balik dengan menyumbat Sau ha pit dan Say yang sam-ciau ji kengnya, coba kalau waktu itu kau paksa darah itu muntah keluar, kemudian menotok jalan darah Han bun dan Thian cwan guna menantikan pengobatan, banyak kesulitan yang tak diinginkan bisa dielakan.
Tam Si bin yang mendengarkan penjelasan itu, diam-diam berpikir:
Kalau didengar dari penuturannya barusan, ilmu pertabiban yang dimilikinya memang sangat hebat.
Sementara itu Pek Soh gi telah mengeluarkan sebuah botol porselen dan mengambil tiga biji pil berwarna merah yang harum se merbak, tapi pil itu tidak dimakankan ke Yu Siau lam, sebaliknya sambil mengeluarkan segenggam jarum emas, katanya:
"Ngo te, bimbinglah ia bangun, bebaskan jalan darahnya dan tembusi peredaran darah yang menembusi Sau-im-sim-keng dan Cui-im-sim-pao-keng yang ada ditangan kanan-nya, kemudian nantikan perintahku selanjutnya"
Hoa Ngo menurut dan segera membebaskan jalan darah im-bun dan tiong-hu niat ditubuh Yu Siau lam, lalu menggenggam tangan kanannya dan diam-diam menyalurkan hawa murninya ketubuh pemuda itu.
Pek Soh gi mengayunkan tangannya berulang kali, belasan batang jarum emas itu segera menancap didalam jalan darah pada dada dan lambung Yu Siau lam, kemudian tanpa berpaling ia berkata:
"Bukankah Tam locianpwe telah berhasil menguasahi ilmu Kui goan sinkang dari partai anda?"
Sambil tertawa Tam Si bin gelengkan kepalanya berulang kali.
Yaa, sedikit ilmu simpananku ini tampaknya memang tak bisa dirahasiakan lagi, pepatah bilang: Siapa yang tampaknya hebat dia belum tentu hebat, harap hujin memberi perintah saja.
"Hei, Kui goan sinkang itu termasuk ilmu sakti macam apaan?" tiba tiba Ho Kee sian berseru sambil tertawa, "wah, agaknya ilmu silat yang dimiliki Tam loji jauh diatas ke pandaian lohu!"
Rasa ingin menangnya masih tertera jelas dibalik ucapannya itu.
Terdengar Pek Soh gi berkata:
"Locianpwe, harap kau gunakan hawa murnimu untuk melindungi nadi Yu sauhiap!"
"Ngo te, gunakan tenaga sebesar tiga bagian untuk memukul jalan darah Tiong tay Liatnya, hati-hati, kurang sedikit saja bisa mengakibatkan hilangnya nyawa Yu sauhiap"
Koa Ngo menurut dan menepukkan telapak tangannya diatas jalan darah Tiong tay hi-at.......
Yu Siau lam yang sadarkan diri, tiba-tiba muntahkan segumpal darah kental berwarna merah kehitam-hitaman.
Dengan tanpa menggubris rasa kotor lagi, Pek Soh gi menjejalkan obat yang telah dipersiapkan itu ke dalam mulutnya, kemudian sambil menghembuskan napas lega katanya:
"Setelah darah kental yang menyumbat peredaran darah ini bisa dimuntahkan keluar, keadaan sudah tidak berbahaya lagi, sekarang kalian berdua boleh menarik kembali telapak tangan masing-masing"
Kemudian ia sendiripun mencabuti jarum-jarum emasnya.
Tiba-tiba terdengar Yu Siau lam merintih lalu gumamnya dengan suara yang masih kabur:
"Ayah...... ibu.........."
Pek Soh gi merasa hatinya bergetar! pelan-pelan ia menotok jalan darah tidurnya, maka terlelaplah Yu Siau lam dalam tidur yang amat nyenyak.
Selesai melakukan pengobatan, mereka bertiga membiarkan Yu Siau lam tetap terbaring diatas pembaringan, sementara mereka sendiri kembali kemeja perjamuan. Tiba-tiba Hoa Ngo berseru: Toa so, ujung bajumu!"
Ketika Pek Soh gi mengangkat ujung bajunya, maka terlihatlah pada ujung bajunya yang putih bersih telah ternoda oleh darah, saking memusatkan segenap perhatiannya untuk memberi pengobatan, ternyata ia sampai tidak merasakan akan hal itu.
Maka sambil tersenyum ia merobek bajunya itu sambil berkata:
"Sekarang kita sebagai tamu orang, yaa, terpaksa hanya bisa berbuat demikian saja" Diam-diam Tam Si bin merasa kagum, katanya sambil tertawa:
"Sebagai sesama rekan sealiran, rasanya lohu pun tak usah berterima kasih lagi kepadamu!"
"Seharusnya memang demikian" kata Pek Soh gi tertawa, kemudian sambil berpaling ke arah Hoa Ngo katanya lebih jauh, Ngo te aku tebak kaulah yang melepaskan api, ternyata dugaanku tak keliru"
"Aaah.......masa enso masih menganggapku sebagai seorang bocah cilik yang nakal?" ujar Hoa Ngo sambil tertawa.
"Kalau begitu anak Liong?"
Kembali Hoa Ngo gelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Aku sama sekali tak tahu kemana perginya anak Liong. Enso kau melihat aku pulang dengan membawa seorang yang setengah mati, kenapa tidak kau duga kalau perbuatan ini adalah hasil karyanya?"
Tam Si bin menghela napas panjang, "Ayah ibu Yu sudah kena culik oleh Hian beng kau" ujarnya, "aku pikir ia pasti berusaha menolongnya dengan menggunakan kesempatan ini, maka ia lepas api untuk membakar rumah, aaai.......nyali bocah ini memang terlampau besar"
Hoa Ngo manggut-manggut ujarnya:
"Ia beserta beberapa orang anak muda lain yang menamakan dirinya sebagai Kim leng ngo kongcu, dengan membawa beberapa orang pemuda lagi yang bernama Kongsua Peng, Oh Keng bun, sekalian beberapa orang, ternyata dengan amat berani menerbitkan keonaran dalam markas besar perkumpulan Hian beng kau, coba kalau bukan pihak Hian beng kau ingin menangkap mereka hidup-hidup, sebelum aku dan Ko toako tiba, niscaya mereka sudah tewas semenjak tadi. Mengingat dia adalah seorang anak yang berbakti maka ketika melihat dia terluka aku berusaha untuk menolongnya...."
Kemana perginya pemuda pemuda yang lain?" tukas Pek Soh gi.
Hoa Ngo menghela napas panjang, sahutnya: Setelah menahan serangan mereka sejenak aku dan Ko toako lantas memisahkan diri, ditengah jalan aku bertemu dengan Bong toako yang menyuruh aku membopongnya datang kemari untuk minta pengobatan dari toaso, jadi bagaimana kah nasib yang lain, terpaksa harus menunggu sampai Bong toako kembali nanti"
Selesai berkata ia mengangkat cawan dan menegak isinya sampai habis, wajahnya murung dan kesal agaknya seperti lagi menyesali ketidak becusan dirinya.
Dengan wajah sedih, Pek Soh gi berbisik pula:
"Kalau dilihat perjuangan mereka untuk membela teman, jelas pemuda-pemuda itu adalah kawanan pemuda berjiwa ksatria, semoga saja mereka jangan sampai tertimpa musibah"
0000O0000
00O00 00O00
Setelah berjumpa dengan Hoa Ngo dan menitahkannya berangkat keruang penerima tamu untuk mencari istrinya dan menolong jiwa Yu Siau lam, Bong Pay melanjutkan perjalanannya menuju ketempat kejadian.
Ketika makin mendekati tempat peristiwa, dibawah sinar api yang terang benderang tampaklah para anggota Hian beng kau berbaris sepuluh orang satu regu sedang berusaha keras menanggulangi kebakaran yang sedang terjadi.
Yang menyimpan air menyiram, yang membongkar reruntuhan membongkar, semuanya dilakukan secara tertib dan teratur, sedikitpun tidak tampak kalut atau bingung. Melihat hal mana, kembali ia berpikir:
"Hian beng kau memang suatu kelompok manusia yang terorganisir, agaknya jika kelompok ini tidak teratasi sebaik-baiknya, dikemudian hari pasti akan merupakan bibit bencana yang besar bagi umat persilatan"
Disekeliling tempat kebakaran itu terjadi, bayangan manusia bagaikan lautan, meteka terdiri dari orang-prang Hian beng kau, Mo kau, kui im kau serta para jago persilatan yang datang memenuhi undangan, suasana hiruk pikuk dan gaduh sekali.
Tindakan yang dilakukan pihak Hian beng kau sungguh amat cepat, apalagi sebagian besar terdiri dari jago-jago lihay, pekerjaan yang mereka lakukan, puluhan kali lebih hebat daripada orang lain.
Ternyata kebakaran itu terjadi diseleretan gudang barang, dengan begitu korban manusia bisa dihindari. Dalam suatu kerja sama yang erat, dalam waktu singkat kebakaran bisa diatasi dan rumah yang belum terbakar pun bisa diselamatkan.
Ditepi tempat kebakaran itu berlangsung berdiri seorang Imam tua berjubah panjang yang memelihara jenggot, disisinya berdiri Toan bok See liang serta sekawanan jago dari Hian beng kau ,rupanya ia seba gai pemimpin rombongan disitu.
Setelah berpikir sejenak, Bong Pay segera mengenali orang itu sebagai wakil kaucu dari Hian beng kau yang bernama Go Tang cuan.
Tampaklah disampingnya menggeletak tiga orang pemuda, rupanya jalan darah mereka sudah tertotok, Bong pay lantas berpikir.
"Mereka sudah pasti adalah satu komplotan dengan Yu Siau lam, sebetulnya aku harus menolong mereka, tapi sekarang kawanan jago lihay dari Hian beng kau perkumpulan semua disini, lebih baik jangan dilakukan tindakan ceroboh yang bisa mengakibatkan melukis harimau tidak jadi malah munculnya anjing.
Bila peristiwa ini berlangsung dimasa lampau, dengan waktunya itu niscaya ia sudah menerjang kemuka kendatipun tahu kalau
perbuatan tersebut bisa mengakibatkan kematian, tapi sekarang setelah termenung sebentar, ja bertekad untuk mencari bantuan lebih dulu, kemudian baru memaksa pihak Hian beng kau untuk melepaskan orang, bila mana perlu pertarungan sengit pun boleh jadi akan dilangsungkan.
Setelah berpikir sampai disitu, sebenarnya ia siap meninggalkan tempat tersebut, pada saat itulah tiba-tiba muncul seorang pemuda tinggi besar yang bermata gede dari balik hutan.
Begitu munculkan diri, dengan suara lantang segera teriaknya:
"Hei manusia she Go, hayo kita langsungkan pertarungan lagi!"
Go Tang cuan berpaling, lalu mendengus dingin, jengeknya sinis:
"Bocah keparat, dengan susah payah kau berhasil melarikan diri, mau apa datang kemari lagi? Cari mati?"
Toan bok See liang yang berada disampingnya, cepat-cepat berbisik:
"Hu kaucu, bocah keparat ini datang kemari pasti dikarenakan ada yang mem "baking" dirinya.....
Go Tang cuan manggut-manggut. "Ehmm, memang bisa jadi demikian" Sementara itu kawanan jago Hian beng kau tak ada yang turun tangan karena belum mendapat perintah dari Hu kaucunya.
Dengan langkah lebar, pemuda itu lansung menuju kehadapan Go Tang cuan dan berhenti lima kaki dihadapannya, setelah berhenti, katanya:
"Orang she Go, Coa kongcu mu datang kemari khusus mencari kau, berani tidak berduel denganku?"
Go Tang cuan tidak menggubris tantangan tersebut, dengan sorot mata tajam ia menyapu sekejap kesekeliling tempat itu, ketika menjumpai kehadiran Bong Pay, ia tertawa dingin.
Tiba-tiba muncul seorang pemuda berpakaian ringkas warna hijau dari kerumunan para jago, kemudian bentaknya keras-keras.
"Coa Cong gi, rupanya kau sudah bosan hidup!"
Sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan kedepan.
Coa Conggi maju ke depan menyongsong datangnya ancaman tersebut, katanya:
"Bagus sekali! Membunuh kau Ciu Hoa lo sam lebih dulupun sama saja!"
Telapak tangannya berputar kencang, dalam waktu singkat kedua orang itu sudah bertarung puluhan jurus banyaknya.
Tiba-tiba Coa Cong gi membentak keras, kepalanya langsung meninju ke depan.
Sodokan tinju yang menyambar ke depan secara tiba-tiba ini, boleh dibilang merupakan suatu serangan yang indah dan luar biasa sekali, karena tak sempat menghindarkan diri, terpaksa Ciu Hoa losam harus menerima serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Coa Cong gi membentak keras, secara beruntun ia lepaskan lima buah pukulan, bahkan pukulan yang satu lebih hebat daripada pukulan yang lain.
Begitu kehilangan posisi baiknya, terpaksa Ciu Hoa losam harus menyambut semua pukulan itu dengan keras lawan keras.
"Blang, blang, blang, Blang!" ditengah benturan-benturan keras yang memekikkan telinga, Ciu Hoa losam terdesak mundur berulang kali, peluh sebesar kacang membasahi jidatnya, ia makin kepayahan untuk menghadapi ancaman tersebut.
Sekeliling gelanggang penuh dengan anggota Hian beng kau, tentu saja mereka tak senang melihat Coa Cong gi menunjukkan kehebatannya,
maka ketika dilihatnya Ciu Hoa losam terdesak hebat dan sebentar lagi bakal kalah, seorang jago lihay dari Hian beng kau segera terjun ke arena sementara beberapa jago-jagonya mengadakan pengepungan.
Coa Cong gi sedikitpun tidak jeri, sambil melangsungkan terus pertarungannya, ia mengejek sambil tertawa:
Rupanya pihak Hian beng kau mau mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak?
Waktu itu Bong pay merasa jejaknya sudah konangan, maka dia tampil kedepan secara terang-terangan, Sewaktu dilihatnya Coa Cong gi memiliki watak yang mencocoki seleranya, tak lama lagi segera serunya dengan lantang:
Saudara cilik, hantam terus!"
Dalam menghadapi pertarungan sengit semacam itu, Coa Cong gi tak sempat untuk menengok ke samping, maka ia bertanya:
"Cianpwe, siapakah kau?"
"Bong Pay dari Hwi im!"
Go Tang cuan mendegus dingin, pelan-pelan ia maju kedepan, lalu sambil ulapkan tangannya ia membentak:
"Semuanya mundur!"
Seluruh anggota perkumpulan Hian beng kau berikut mereka yang sedang bertempur, bersama-sama mengundurkan diri kebelakang.
"Hu kaucu, apakah kau hendak turun tangan sendiri? Bagus sekali bentak Coa Cong gi dengan suara lantang.
Go Tang cuan tertawa dingin, ia menyapu sekejap sekeliling gelanggang, kemudian katanya:
Kau adalah manuusia rendah yang melepaskan api, manusia pengecut seperti kau kenapa musti membicarakan lagi tentang soal peraturan dunia persiltan?"
Ucapan sebut jelas ditunjukkan untuk didengar oleh semua umat persilatan yang ada disekitar sana, setelah berhenti sejenak, katanya kembali.
Hari ini lohu pasti akan membuat kau merasa puas, dalam tiga puluh gebrakan aku akan menangkapmu hidup-hidup, jika kau bisa melewatkan ketiga puluh gebrakan ini, kuanggap nasibmu masih mujur dan kau boleh pergi dari sini.
Hmm! Apa kau bilang?" seru Coa Cong gi sambil melotot besar, sebelum kau lepaskan empek Yu dan sahabat-sahabatku, sekalipun diusir, aku juga tak akan pergi!"
Go Tang cioa tertawa seram.
Hmm.... apa sulitnya jika kau mengingginkan itu, cuma kau musti menyambut dulu tiga puluh jurus seranganku"
"Baik, kita terpaksa dengan sepatah kata ini!" teriak Coa Cong gi dengan lantang.
Bong Pay merasa kagum sekali dengan sang pemuda yang ibaratnya anakan harimau yang tak punya rasa takut ini, tapi iapun cukup mengetahui manusia macam apakah lawannya, maka sambil melangkah ke depan dan terbahak bahak, ia berkata:
"Haaahhh....haaahhh......haaahhh......masa Hu kaucu dari Hian beng kau yang punya nama besar beraninya cuma menganiaya seorang boanpwe dari angkatan muda!"
Go Tong cuan segera tertawa dingin.
"Heehhh.....heehhh....heehhh..... jadi Bong tayhiap juga ingin melibatkan diri didalam air keruh ini....."
"Anak Gi, besar amat nyalimu, hayo cepat mundur!" tiba-tiba seorang perempuan menegur.
Ketika mendengar suara itu, tanpa terasa semua orang berpaling ke arah mana berasalnya suara tersebut.
Dari balik hutan pohon siong, pelan-pelan muncul seorang perempuan cantik setengah umur, wajahnya ayu dan sikapnya anggun, membuat siapapun tak berani sembarangan memandang kearahnya.
Selintas lalu nyonya setengah umur itu kelihatan seperti lagi berjalan dengan pelan, tapi jarak antara hutan sampai ke arena yang dua puluh kaki lebih itu ternyata hanya dilewati dalam beberapa langkah saja.
Tahu-tahu ia sudah tiba dihadapan Go Tang cuan dengan santai, padahal dengan jelas semua orang melihat perempuan itu melangkah dengan amat lambatnya.
Demonstrasi ilmu meringankan tubuh yang sangat lihay itu, kontan saja menggetarkan hati setiap orang yang ada dalam arena, suara gaduh seketika sirap dan semua orang sama-sama mengawasi perempuan cantik itu sambil menduga asal usulnya.
Terdengar Coa Cong gi berteriak dengan penuh kegirangan:
"Ibu, kenapa sampai sekarang kau baru tiba?"
Nyonya cantik itu hanya tersenyum, lalu memberi hormat kepada Bong Pay, ia tidak berbicara pun tidak menjawab, hanya sepasang matanya yang tajam menatap lekat-lekat wajah Go Tang cuan.
Diam-diam terkesiap juga Go tang cuon setelah bertemu dengan nyonya cantik itu, segera pikirnya:
Ternyata dia adalah ibunya Coa Cong gi, keluarga Coa ternyata memang musuh tangguh dari perkumpulan kami, cuma.... Hmm! Sekalipun tenaga dalammu lebih hebatpun, pihak kami tetap punya cara untuk membunuh kalian semua ditempat ini..."
Sementara dalam hati ia berpikir demikian, di luar ujarnya:
Oooh.... kiranya Coa hujin yang telah datang, dengan kemunculan dari keturunan Bu seng dalam dunia persilatan, agaknya ada sesuatu karya besar yang hendak dilakukan"
Bersama dengan berkumandangnya ucapan tersebut, suara bisik-bisik segera meramaikan suasana dalam arena, kian lama suara bisik-bisik itu kian bertambah keras sehingga akhirnya berubah menjadi suara pembicaraan yang gaduh.
Dengan suara hambar Coa hujin atau Swan Bun sian segera berkata:
Menurut peraturan keluarga, sebenarnya keluarga kami sudah lama mengundurkan diri dari dunia persilatan, kali ini terpaksa kami muncul kembali dalam dunia persilatan, tak lain hanya ingin mencari jejak suami ku yang sudah lama hilang, jadi berbicara sebenarnya, aku tidak bermaksud untuk melakukan apa-apa"
Setelah berhenti sejenak, katanya kembali:
"Dengan memberanikan diri Swan Bun sian ingin mengajukan sebuah permohonan kepadamu, entah bersediakah kau untuk mengabulkannya?"
Go Tang cuan melirik sekejap ke arah tiga orang pemuda yang bergeletak ditanah itu, kemudian sahutnya:
"Apakah persoalan yang menyangkut beberapa orang pelepas api ini......?"
Sengaka ia mengucapkan kata "si pelepas api" itu dengan suara lantang, jelas ini bermaksud hendak menyindir.
Coa Hujin sama sekali tidak memberikan reaksi apa-apa terhadap sindiran tersebut, hanya katanya:
Walaupun Coa hujin berasal dari keluarga persilatan, tapi keluarga persilatan Kim leng, sejak dari Cing Tong ti sampai anak cucu keturunannya tak ada yang melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, merekapun jarang sekali melangkah keluar dari rumah, oleh sebab itu tak heran kalau caranya untuk menghadapi persoalan yang berbau dunia persilatan ini terasa menjadi kaku dan lucu.
Sekalipun kata-kata yang diucapkan itu sesungguhnya merupakan pantangan bagi umat persilatan kenyataannya tak seorangpun berani
"Maaf kalau Swan Bun sian hendak memberi keterangan, bahwasanya mereka sampai berbuat demikian, sesungguhnya disebabkan karena keadaan yang terpaksa...."
Go Tang cuan tidak memberi kesempatan kepada perempuan itu untuk menyinggung masalah diculiknya Yu Siang tek suami istri oleh perkumpulannya, dengan cepat ia menukas:
"Baiklah, memandang diatas wajah Coa hujin, dosa mereka dalam membakar gedung kita, tak akan lohu tuntut lebih jauh"
Coa hujin segera membungkukkan badan-nya memberi hormat..
"Kalau begitu, Swan bun sian mengucapkan banyak banyak terima kasih lebih dahulu"
Kemudian sambil berpaling, serunya: "Anak Ci, maju ke depan dan bebaskan jalan darah dari tiga orang engkoh cilik itu"
Tiba-tiba Go Tang cuan berseru:
"Tunggu sebentar hujin, perkataan lohu belum selesai" Dengan kening berkerut, Coa hujin ulapkan tangannya mencegah Coa Cong gi maju ke depan, kemudian tanyanya:
"Hu kaucu masih ada petunjuk apa lagi?"
"Tolong tanya hujin, apakah gedung-gedung kami ini harus dibakar dengan begitu saja tanpa ada pertanggungan jawab dari mereka?" seru Go Tang cuan dengan ketus.
Tiba-tiba terdengar seseorang tertawa dingin sambil menyindir:
"Hemmm......main tipu berotak licik, Hu kaucu macam apaan itu......?"
Go Tang cuan segera berpaling ke arah mana berasalnya suara itu, terlihatlah dua orang kakek berjubah abu-abu yang berjenggot panjang dan menyoren pedang dipunggungnya, berdiri angker ditepi arena, orang yang berbicara adalah kakek disebelah kanan.
Para anggota Hian beng kau melotot gusar kearahnya, sedang Go Tang cuan berkata sambil tertawa:
"Ciang Pek jin, kalian tak usah terburu napsu, dalam upacara tengah hari esok, perkumpulan kami pasti akan memberi kesempatan terhadap partai Thian cong untuk mewujudkan keinginanya"
Dua orang kakek berjenggot perak ini adalah Tiam cong siang kiam (sepasang pedang dari Ti-am cong) yang sulung bernama Lau Gi tiong dan yang terakhir bernama Ciang Pek jin, meskipun bukan saudara sekandung, hubungan mereka melebihi saudara sendiri, selama berkelana dalam dunia persilatan, mereka belum pernah berpisah dengan sepasang pedang bajanya selama tiga puluh tahun, mereka menjaga wilayah Thian lam.
Kami berdua akan menanti datangnya kesempatan itu!" seru Cian Pek jin sinis.
Go Tang cuan tertawa dingin, ia tidak menggubris kedua orang itu lagi, sepasang matanya kembali dialihkan kewajah Coa hujin.
Dengan serius Coa hujin menjawab. Itu mah soal gampang, biar kami keluarga Coa yang membayar kerugian ini.
memandang rendah dirinya, malahan semua orang merasa bahwa keputusannya itu memang tepat sekali.
Untuk sesaat Go Tang cuan menjadi tertegun tapi sebentar kemudian ia telah berkata:
"Walaupun perkumpulan kami miskin tapi kerugian sekecil ini masih belum sampai kami pikirkan, kalau sampai Coa hujin musti bayar ganti rugi, apakah perbuatan ini tak akan ditertawakan oleh kawan-kawan persilatan?"
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan"
"Begini saja! Sudah lama lohu mengagumi akan kehebatan ilmu silat dari Bu seng, sayang aku dilahirkan terlalu lambat sehingga tidak berjodoh untuk berjumpa dengar mereka, bagaimana kalau hujin unjukkan kepandaianmu sebagai ganti rugi atas dilepaskannya ketiga orang pemuda ini...?"
Baik mereka dari golongan lurus maupun yang berasal dari golongan sesat, sama-sama ingin menyaksikan kehebatan dari ilmu silat peninggalan Bu seng, oleh sebab itu perkataan dari Go Tang cuan segera disambut dergan tempik sorak dari segenap jago, beratus-ratus pasang matapun bersama sama dialihkan ke wajah Coa hujin.
Waktu itu api yang membakar gedung su dah berhasil dipadamkan, para jaga dari Hian beng kau pun telah berhenti mengambil air untuk memadamkan api. suasana disekitar tempat itu, jadi terasa lebih tenang dan hening......
Coa hujin memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ia tahu bila tidak memperlihatkan sedikit kepandaiannya, jelas hal ini tak mungkin.
Sebab itu setelah berpikir sebentar, tiba-tiba ujung bajunya dikebaskan ke arah kanan seraya ujarnya:
"Baiklah, kuperlihatkan sedikit kejelekanku!"
Sementara semua orang masih terkejut bercampur keheranan tiba-tiba tiga orang pemuda yang tertotok jalan darahnya itu menghembuskan napas panjang lalu melompat bangun.
Kiranya ia telah mendemonstrasikan ilmu membebaskan jalan darah dengan udara kosong.
Kontan saja tempik sorak berkumandang memecahkan keheningan disekeliling tempat itu.
"Suatu kepandaian yang sangat hebat!" pekik Hong Pay didalam hati.
Haruslah diketahui, walaupun kebasan tersebut kelihatannya amat sederhana, sesungguhnya merupakan suatu serangan yang sulit dilakukan, sang korban bukan cuma berselisih jarak antara tiga kaki lebih, tidak di ketahui juga jalan darah manakah yang tertotok, sebab itu kebasan yang berhasil membebaskan totokan ketiga orang itu sungguh di luar dugaan.....
Go Tang cuan paling terkejut dibandingkan dengan yang lain, sebab totokan atas ketiga orang tersebut dilakukan dengan suatu ilmu totokan tunggal, siapa tahu mereka berhasil ditolong oleh Coa hujin dengan gerakan yang demikian entengnya.
Setelah melompat bangun tiga orang pemuda yang berpakaian ringkas itu melirik sekejap ke arah Coa hujin dan Coa Cong gi, lalu dengan langkah lebar menuju ke arah mereka.
Saudara Siong peng, saudara Keng bu, saudara Kiat kian, kalian tidak terluka bukan?" seru Coa Cong gi dengan suara lantang.
Sementara Coa hujin masih termenung, Coa Cong gi sudah berseru dengan tak sabar:
"ibu......!"
Coa hujin termenung sejenak, ia merasa setelah dirinya tampil didalam dunia persilatan, memang tidak seharusnya menjauhi kawanan jago lainnya, apalagi antara dia dengan kedua orang hujin dari keluarga Hoa sudah ada persetujuan secara diam-diam untuk banyak membujuk rekan-rekan persilatan lainnya,
Ditambah lagi diapun tak tega menampik keinginan Coa Cong gi yang kelihatan antusias sekali itu, maka setelah menghela napas dihati, diapun manggut manggut.
"Kalau begitu, tolong bawalah kami kesitu!
Ia memutar badannya, lalu bersama Bong Pay berlalu dari situ.
Tiga orang pemuda itu tertawa dan bersama-sama gelengkan kepalanya, kemudian masing-masing orang memberi hormat kepada Coa hujin.
Cepat Coa hujin ulapkan tangannya menyuruh mereka jangan banyak adat, setelah itu katanya: Jika tak ada urusan lagi, Swan si ingin mohon diri lebih dahulu!" Go Tang cuan segera menjura. Sampai jumpa lagi dalam pertemuan besok!" Coa hujin tersenyum, lalu ujarnya kepada Bong Pay.
Anakku tak tahu diri untung memperoleh bantuan saudara....."
Sungguh menyesal Bong Pay tidak mengeluarkan tenaga barang sedikitpun juga" tukas Bong Pay, justru hujin lah yang sudah menolong mereka dengan ilmu yang maha dahsyat itu" Setelah berhenti sejenak, ia berkata lagi:
"Bila hujin tiada urusan penting, kenapa tidak menjumpai dulu rekan-rekan sealiran yang lain?"
Go Tang cuan yang menyaksikan kejadian itu, diam-diam berkerut kening, kemudian pikirnya:
"Kalau dilihat dari keadaan ini, tampaknya kedua orang musuh tangguh tersebut memang sudah bekerja sama secara diam-diam" Tiba-tiba serentetan suara bisikan yang lirih seperti suara nyamuk berkumandang disisi telinganya:
"Tang cuan, bubarkan anak buahmu dengan cepat, tunggu kedatanganku dipuncak bukit lembah sebelah timur"
Sekalipun ucapan itu diutarakan dengan ilmu menyampaikan suara, tapi begitu mendengar suara tadi, Go Tang cuan segera tahu siapakah dia. Sebab dalam kolong langit de wasa ini, kecuali istri ke sayangannya tak ada orang lain yang menyebut dirinya secara demikian.
Kontan saja hatinya bergolak keras.
Tak tahan lagi ia celingukan kesana-kemari, tampaklah kawanan jago persilatan itu telah buyar semua dari situ, tapi bayangan tubuh dari Thian Siok bi tidak kelihatan juga.
Tentu saja Toan bok See liang menjadi keheranan ketika dilihatnya Hu kaucu yang dihari-hari biasa selalu kelihatan tenang itu, secara tiba-tiba celingukan dengan wajah kebingungan.
Hu kaucu.....! segara panggilnya dengan suara heran.
Go Tang cuan segera ulapkan tangannya sambil menukas.
Toan bok thamcu, harap kau perhatikan lembah kita baik-baik, semua jago lihay kita dikerahkan untuk melakukan penjagaan terutama ditempat-tempat yang sepi, kewaspadaan perlu ditingkatkan, aku harap kejadian seperti ini jangan sampai terulang kali, nah aku pergi sebentar!"
Selesai memberi pesan, tidak menunggu jawaban dari Toan bok See liang lagi buru-buru dia kerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan berlalu dari situ.
Disebelah timur lembah merupakan sebuah telaga seluas beberapa li, pada bagian depan lembah terbuka sebuah mulut dan dari situlah air mengalir turun sebagai sebuah air terjun yang amat besar.
Dengan menelusuri jalan rahasia yang dibuat Hian beng kau, Goa Tang cuan bergerak naik ke puncak bukit, sepanjang jalan tiada hentinya ia celingukan kesana-kemari meneliti pepohonan Pak yang dijumpainya di tempat tersebut.
Tak lama kemudian, ia saksikan sesosok bayangan lain sedang bergerak naik ke atas puncak.
Dengan ketajaman matanya, dalam sekilas pandangan ia telah melihat bahwa bayangan manusia itu adalah seorang tokoh berusia setengah umur yang berjubah pendeta dan membawaj hud tim.
Siapa lagi tokoh setengah umur itu kalau bukan istrinya yang telah berpisah hampir sepuluh tahun lamanya? Kecuali ia telah mengenakan jubah pendeta, dandanan serta raut wajahnya masih tetap seperti sediakala.
Kontan saja ia merasakan hatinya bergolak keras, teriaknya tanpa terasa: "Siok bi....-"
Cepat-cepat dia memburu kedepan.
Thia Siok bi segera mengebaskan hud tim-nya seraya membentak:
"Berhenti!"
Bagaikan diguyur dengan air dingin, Go Tang cuan segera menghentikan langkahnya lalu dengan wajah tertegun ia berseru.
"Kau........."
"Lebih baik kita bicarakan dulu secara baik, kalau tidak cocok......"
"Bagaimana kalau tidak cocok?" tukas Go Tang cuan tidak sabar lagi.
"Lebih baik kita putus hubungan sampai disini!" jawab Thia siok bi dengan tegas.
Go Tang cuan mengerutkan dahinya, lalu berkata:
"Kalau begitu katakanlah!"
Thia Siok bi menggerakkan bibirnya ingin berbicara, tapi niat tersebut kemudian dibatalkan, selang sesaat kemudian, sambil menghela napas katanya:
"Apa yang hendak kukatakan, aku pikir kau tentu sudah menduganya, kenapa mesti kukatakan lagi?"
Go Tang cuan tertawa hambar.
Memang, apa yang ingin kau katakan sudah Ih heng tebak delapan sampai sembilan bagian, tapi Ih heng pun ada beberapa patah kata yang ingin kugunakan kesempatan ini untuk membicarakannya secara baik-baik"
Kalau begitu kau saja yang berkata!" Go Tang cuan tersenyum.
Pertama lama Ih heng hendak memberi tahukan kepadamu bahwa sejak esok pagi, seluruh dunia akan menjadi milik Hian beng kau!"
"Heeeehh...heeehhh.....heeehh.... apakah bukan siburang pungguk yang merindukan rembulan?"
Senyuman masih menghiasi ujung bibir Go Tang cuan, kembali ia berkata:
Aku tahu kalau kau tak akan percaya tapi kau pun musti tahu, jika perkumpulan kami tidak bersuara keadaan tetap tenang tapi begitu bersuara, dunia akan menjadi gempar, tunggu saja sampai esok
pagi dunia akan tahu sampai dimanakah kemampuan sesunguhnya yang dimiliki perkumpulan Hian beng kau kami!"
Thia Siok bi segera mendasis dingin.
"Hmm! Jangan dibilang kepandaian silat yang dimiliki Hoa tayhiap tiada tandingannya dikolong langit, apa yang hendak kau lakukan untuk menghadapi keturunan dari Bu seng? Apalagi kalau berbicara dari segitu banyak jago persilatan yang hadir, sekarang kauanggap Hian beng kau sanggup untuk menghadapi mereka semua?"
Mendengar ucapan tersebut, Go Tang cuan segera tertawa terbahak-bahak, sampai lama sekali, ia baru berkata dengan lantang:
"Haaahh.....haaahh......haaah.....Siok bi, jangan dikata kawan jago yang menghadiri pertemuan sekarang cuma sebangsa manusia kurcaci yang sekali hantaman lantas hancur, sekalipun Hoa Thian hong yang kau anggap manusia nomer satu dalam dunia persilatanpun, perkumpulan kami sudah mempunyai orang yang sanggup untuk menghadapinya"
Diam-diam Thia Siok bi mengamati wajah orang itu, ketika diketahui kalau ucapan tersebut bukan cuma bohong belaka hatinya menjadi tercekat, namun ketika dipikir kembali, diapun tak merasa percaya. Maka akhirnya diam-diam dia berpikir.
"Ketika masih muda dulu, Hoa Thian hong sudah sanggup mengalahkan Tang kwik Siu sekalian, selama dua puluh tahun terakhir ini entah sampai dimana pula kemajuan yang berhasil dicapainya dalam kepandaian silat, siapakah dalam dunia dewasa ini yang sanggup menandinginya?"
Berpikir sampai disitu, tak tahan lagi dengan suara menyelidik ia bertanya:
"Siapakah orang itu? Apakah dia adalah Sinkun kalian itu?" Go Tang cuan tersenyum.
"Sebenarnya tak jadi soal kalau cuma kuberikan kepadamu, tapi kau pasti akan membocorkan rahasia ini kepada pihak keluarga Hoa, jika sampai kabur, bukankah usaha Sinkun untuk membalas dendam bakal menjumpai banyak kesulitan lagi?"
Thia Siok bi segera tertawa dingin:
"Heeehhh........heeehhh.........heeehh........aku lihat kau tak sanggup mengalahkan orang tersebut dalam waktu singkat, makanya sengaja mengarang sekenanya saja"
Go Tang cuan hanya tersenyum tidak menjawab.
Melihat ia tidak menyahut juga, diam-diam Thia Siok bi merasa semakin terperanjat, tapi diluar wajahnya ia masih tetap tertawa-tawa.
"Kalau kudengar dari nada ucapanmu, tampaknya kau memang tak sudi berpaling kembali" katanya:
"Berpaling kenapa?"
"Kau sudah terlanjur terjerumus dalam kesesatan, hawa jahat sudah merongrong pikiran dan perasaanmu, maka sulit untuk diajak kembali lagi ke jalan yang benar" teriak Thia Siok bi marah.
oooooOoooo
52
Sesungguhnya, tiada perbedaan antara yang lurus dan yang sesat dalam dunia persilatan" kata Go Tang cuan dengan suara hambar,
"kalau toh sekarang ada, hal itu hanya buatan dari manusia dunia itu sendiri, bayangkan saja, kalau toh kira berhasil mempelajari serangkaian ilmu yang hebat, apakah kita suka berkumpul jadi satu dengan kawanan manusia kurcaci yang tak berkemampuan apa-apa?"
"Bagaimana pun juga, bersikap ksatria, berjiwa pendekar dan menolong sesama toh lebih baik dari pada merugikan orang lain?"
kata Ih siok bi lagi dengan kening berkerut.
"Aaai........berbicara pulang pergi kau tetap tidak paham dengan urusan dunia persilatan, Siok bi! Kau adalah seorang pendekar dari kaum wanita, tentu saja kau mempunyai pandangan yang berbeda"
Thia Siok bi merasa gusar sekali, sambil mendengus ia putar badan dan siap berlalu lari situ, tapi secara tiba-tiba ia berhenti lagi seraya bertanya.
"Engkau sudah tahu tertang peristiwa yang menimpa anak Giok?"
Mula-mula Go Tang cuan agak tertegun, menyusul kemudian jawabnya:
"Pihak Mo kau telah minta maaf kepada ku, Giok ji pun............."
Thia Shiok bi segera tertawa dingin, tukasnya:
"Kau tahu Giok ji sebenarnya she apa?"
Go Tang cuan bisa menjabat sebagai wakil ketua dari Hian beng kau, tentu saja baik dalam soal ilmu silat maupun dalam hal kecerdasan melebihi orang lain, ketika mendengar kalau dibalik ucapannya masih ada ucapan lain, diam-diam pikirnya:
"Wan Hong giok tentu saja she Wan, apa maksudnya........"
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, dengan wajah berubah hebat dan suara gemetar ia lantas berseru:
Maksudmu......."
"Giok ji adalah putrimu!"
Seperti disambar geledek disiang hari bolong, kontan saja paras muka Go Tang cuan berubah menjadi pucat pias seperti mayat.
Bagaikan seseorang yang baru sembuh dari sakit parah, dengan lemas ia bersandar diatas pohon siong sambil menghembuskan napas panjang, katanya kembali:
"Giok-ji tidak She Go, pun tidak she Thia, ................ dapatkah kau terangkan lebih jelas lagi?"
Jawab Thia Siok bi sambil tertawa dingin:
"Giok ji mengikuti she dari neneknya, maksudku memang agar kau tidak akan tahu tentang dirinya"
"Kau..........kau betul betul berhati kejam" bisik Go Tang cuan sambil menuding Thia Siok bi dengan tangan gemetar.
Padahal Thia Siok bi sendiripun merasakan hatinya sakit seperti diiris-iris, tapi sekuat tenaga ia berusaha mengendalikan diri, kembali katanya:
"Yaa, aku memang kejam, tapi ketika aku sedang mengandung, kau telah pergi meninggalkan rumah tanpa memperdulikan nasehatku, apa kau tidak terbilang kejam?"
Go Tang cuan tak sanggup menjawab lagi, dia hanya bisa memandang ke langit dengan air mata bercucuran.
"Oooh...anak Giok, ayah telah berbuat salah kepadamu, dengan dosa ayah, memang pantas mati....." guman-nya.
kemudian ia mendongakkan kepalanya dan tertawa seram, suaranya lebih tak sedap didengar daripada suara tangisannya, setelah berhenti tertawa ia menggertak gigi seraya serunya.
"Tang Kwik siu, kalau orang she Go tidak membiarkan kalian orang orang Seng sot pay musnah sebelum ucapan ini lewat, didunia ini tak akan ada manusia yang bernama Go Tang cuan lagi!"
"Anak orang lain kau anggap begitu tawar Go Tang cuan, dimanakah Liang sim-mu?"
Tiba-tiba Go Tang cuan berdiri tegak, kemudian dengan sinar mata yang penuh diliputi hawa membunuh katanya:
"Siapa yang telah memperkosa Giok ji?"
"Orang itu telah kubunuh!" sahut Thia Siok bi, setelah berhenti sejenak ia berkata lebih jauh:
"Sekalipun kau bunuh habis seluruh anggoto Mo kau juga percuma, bagaimana mungkin kau bisa membayar kerugian ini untuk Giok ji?"
"Apapun yang Giok ji minta, sekalipun menginginkan bintang dilangit aku akan pertaruhkan nyawa tua ku ini untuk memenuhi Keinginannya!
Jika Giok ji menginginkan kau mengasingkan diri, apakah kau pun mewajudkan-nya?" ujar Thia Siok bi dingin.
Go Tang cuan tertegun, lalu sahutnya dengan sangsi:
"Selewatnya ucapan besok....."
Tidak nanti ia menyelesaikan kata-katanya, dengan jengkel Thia Siok bi segera menukas:
"Aku sudah tahu kalau kau tak bisa ditolong lagi, coba kalau tidak memandang diatas wajah Giok ji, pada hakekatnya aku enggan untuk bertemu denganmu lagi, tampaknya aku memang harus beradu jiwa denganmu"
Selesai mengucapkan kata- kata tersebut mendadak ia putar badan dan berlalu dari situ, dalam sekejap mata bayangan tubuhnya lenyap diatas puncak sana.
Go Tang cuan menggerakkan bibirnya seperti mau memanggil, tapi niat itu tak pernah diwujudkan, dengan termangu-mangu ia berdiri kaku disitu dengan sinar mata sayu, keadaan tersebut tak ubahnya seperti seonggokan kayu kering.
Angin malam berhembus lewat, tiba-tiba ia merasakan tubuhnya kedinginan, baru pertama kau ini ia merasakan hatinya goncang, iapun merasa ragu apakah ambisinya bisa terwujud atau tidak?
Malam mulai luntur, sinar sang surya pun mulai muncul diufuk timur, saat itulah ia baru tersadar kembali dari lamunannya, sambil menghela napas, pelan-pelan ia menuruni bukit tersebut. Ia merasa meski waktu hanya terpaut beberapa jam, tapi usianya sekarang dirasakan jauh lebih tua sepuluh tahun.
000O000 000O000 000O000
Tengah hari belum lewat, istana Kiu Ci piat kiong yang luas dengan barak-barak lebar yang didirikan dikedua belah sampingnya telah penuh dengan kawanan jago dari kolong langit.
Barak sebelah timur dipenuhi oleh para jago dari Kiu im kau dan Seng sut pay, masing-masing menempati separuh barak dengan bagian tengahnya dibiarkan kosong selembar satu kaki, dengan begitu kedua golongan tersebut terpisahkan secara jelas.
Dibagian sebelah kiri ditempati pihak pihak Kiu im kau, Bwe Su yok dengan tongkat kebesarannya duduk ditengah barak dengan dikedua belah sisinya diapit oleh Sik Ban cian serta dua orang kakek
berambut putih yang telah berusia seratus tahun lebih dan tidak diketahui namanya, setelah itu baru duduk Kek Thian tok, Lei Kiu it dan sekalian Tiamcu serta tiga orang tongcu nya.
Sedangkan dipihak Seng sut pay dipimpin oleh Seng To cu, tapi tidak kelihatan Tang kwik Siu hadir disitu, selanjutnya hadir dua bersaudara Lenghou, Hu-yan Kiong, Hong Liong dan lain-lainnya.
Jumlah anggota perkumpulan yang hadir dari dua kelompok tersebut di taksir berjumlah dua ratus orang lebih, mereka semua rata-rata bermata tajam, berlangkah tegap dan bertenaga dalam sempurna, jelas bukan manusia manusia sembarangan.
Pada barak disebelah barat, sebagian besar di tempati oleh para jago dari golongan pandekar, mereka dipimpin oleh Bong pay serta Coa hujin, di tambah dengan jago-jago dari Thian cong serta Thian tay, jumlahnya pun mencapai ratusan orang.
Suasana dibarak bagian tengah yang paling gaduh dan ramai, tidak seperti barak-barak timur maupun barat yang hening, sebagian besar jago yang berada dibarak tengah adalah kawanan jago persilatan biasa, jumlah mereka paling banyak, ditaksir ada dua tiga ribu orang lebih meskipun barak itu cukup besar tapi hampir saja tidak cukup untuk menampung mereka......
Kawanan jago persilatan tersebut sering kali menuding kearah barak timur maupun barak sebelah barat lalu berbisik-bisik seperti membicarakan sesuatu.
Pada bagian utama dari arena, berdiri panggung upacara, waktu itu kain selubung yang menutupi meja upacara telah dibuka sehingga tampaklah ditengah meja terdapat dua tempat abu yang masing-masing tertuliskan:
"Tempat abu dari Bu liang san couso Li Bu-liang"
Sedang disebelah kanan bertuliskan:
"Tempat abu Kiu ci kiong cousu Seng Beng cit"
Selain alat sembahyangan, barang sesaji pun sudah komplet tersedia disana.
Padahal tak seorangpun umat persilatan yang mengetahui nama sebenarnya dari Kiu ci sinkun, maka setelah membaca tempat abu itu mereka baru tahu nama aslinya.
Karena waktu itu adalah hari Toan yang, dari pihak Hian beng kau menyediakan pula pelbagai jenis bakeang dan buah-buahan untuk para tamunya tapi kecuali mereka yang berada dibarak tengah boleh dibilang siapapun tidak boleh mencicipinya.
Mendekati lohor, tiba-tiba muncul kembali tiga orang jago yang dipimpin oleh seorang touto berambut panjang dan berjubah pendeta dengan bersenjata sekop.
Dua orang rekannya adalah laki-laki berusia setengah umur, yang satu berkulit tubuh hitam dengan wajah lebar dan bahu lebar, sedang yang lain adalah seorang laki-laki berwajah bersih dan berjubah putih.
Menyaksikan kedatangan mereka, serentak kawanan jago bangkit berdiri sambil menyapa, ternyata mereka adalah Cu Im taysu, Ko Tay dan Haputule.....
Cu Im taysu menyapu sekejap ke arah barak, ketika tidak menjumpai Tiang beng Tokoh hadir disitu, sepasang alis matanya segera berkenyit.
Sambil menjura Bong Pay segera berkata:
"Dalam keadaan dan saat seperti ini, taysu terhitung orang yang paling terhormat, sudah sepatas-nya kalau taysu menjadi pemimpin dikelompok kita ini"
Cu Im taysu segera tersenyum.
"Kedatangan pinceng hanya untuk menyelesaikan suatu masalah pembunuhan, tidak sepantasnya kalau tanggung jawab berat ini kalian berikan kepadaku!"
Lalu sambil berpaling ke arah Coa Hujin, kembali ia berkata:
"Putrimu pergi bersama Giok teng hujin, apakah sampai sekarang belum tiba disini?"
Coa hujin menjadi tertegun setelah mendengar ucapan tersebut, bukannya menjawab, ia malah balik bertanya:
"Lho, anak Wi kok bisa berada bersamanya? Hoa tayhiap suami istri sedang mencari-cari hujin itu!"
Cu Im taysu menghela napas panjang.
"Aaai.....! Kalau ia tak datang, itu berarti sudah mengasingkan diri dari keramaian dunia. Padahal jagad begini luas, kemanakah kita harus menemukan jejaknya?"
Kalau kejadian ini berlangsung dimasa lalu, sudah pasti Coa Hujin hanya akan melongo saja sebab ia tak memahami keadaan dunia persilatan, tapi semenjak kepergiannya ke perkampungan Liok soat san ceng, bukan saja ia mendapat tahu banyak masalah besar dalam dunia persilatan, bahkan soal kejadian-kejadian ia mapun banyak pula diketahui olehnya.
Setelah mendengar perkataan itu, dengan cemas ia berseru:
"Musuh-musuh Giok teng hujin dimasa lalu amat banyak, semoga saja jangan sampai berjumpa, entah bagaimana dengan anak Wi?"
"Aduh celaka, jangan-jangan Kiu im kau yang telah turun tangan lebih duluan?" kata Cu Im taysu sambil berpaling ke arah barak seberang.
Haputule yang menjumpai kedua orang itu yang satu menguatirkan keselamatan putrinya yang lain mencemaskan keselamatan Giok teng hujin, dari tadi sampai sekarang ribut terus tiada hentinya, sambil tertawa segera ia tersenyum:
"Taysu tak perlu kuatir, kalau aku tidak melihat kecerdikan nona Coa luar biasa sehingga berhasil menasehati Giok teng hujin untuk berubah pikiran, mana mungkin kubiarkan pergi dengan hati yang lega?" Cu Im taysu manggut manggut.
"Yaa, memang pinceng terlalu gelisah dan tidak sabaran" katanya kemudian:
Haputule tersenyum, kepada Coa hujin katanya kemudian:
"Dengan ilmu silat yang dimiliki Coa serta Giok teng hujin, rasanya mereka masih sanggup untuk menghadapi pertarungan macam apapun, sekalipun tak bisa memang, untuk mengundurkan diri rasanya masih bukan menjadi persoalan, harap hujin jangan kuatir!"
Sementara Coa Hujin ingin bertanya lebih jauh, tiba-tiba terdengar bunyi tambur dan lonceng berkumandang bersama, rupanya tengah hari tepat menjelang tiba.
Dengan berkumandangnya bunyi tambur dan lonceng, suasana seketika berubah menjadi hening dan serius, semua perhatian ber sama-sama ditujukan ke tengah arena.
Bunyi lonceng dan tambur berkumandang amat memekikkan telinga, lama sekali suara itu baru sirap.
Pelan-pelan pintu istana Kiu ci piat kiong yang indah dan megah itu terbuka lebar lalu mumcul dua baris bocah berbaju putih,
ditangan masing-masing bocah itu membawa sebuah dupa emas yang menyiarkan bau harum semerbak.
Mereka berjalan dari pintu istana menuju ke bawah mimbar, melewati beranda depan istana dan menuruni anak tangga batu panjangnya mencapai satu dua kaki lebih.
Setelah semua barisan bocah itu muncul dari pintu istana, mereka bersama-sama berhenti lalu putar badan dan berdiri dikedua belah sisi permadani merah.
Setiap satu kaki berdiri seorang bocah pembawa dupa, padahal jumlah mereka mencapai dua tiga ratus orang lebih, bisa dibayangkan betapa meriahnya suasana ketika itu.
Asap dupa menyebar keempat penjuru terhembus angin, dalam waktu singkat seluruh tempat itu sudah diliputi selapis asap dupa yang tipis.
Bunyi tambur dan lonceng kembali berkumandang, dari dalam istana muncul kembali sekelompok laki-laki kekar berbaju hitam yang berbaris keluar secara teratur, sehabis barissn laki-laki berbaju hitam, menyusul laki-laki berbaju hijau, kemudian disusul laki-laki berbaju putih dan akhirnya laki-laki berbaju ungu, diantara kelompok terakhir ini lebih banyak kakek yang tua-tua daripada kaum mudanya.
Setibanya didepan mimbar upacara, merekapun memisahkan diri kedua belah samping dan bersama sama menghadap kearah mimbar.
Dengan penyusunan kelompok demi kelompok ini, maka yang berada pada lapisan yang paling dalam adalah kelompok baju ungu, menyusul kemudian baju biru, baju putih, baju hijau dan akhirnya baju hitam, jumlah mereka mencapai tujuh delapan ratus orang lebih, hal mana sungguh menggetarkan hati siapapun yang melihatnya.
Dengan kening berkerut Ko Tay segera berbisik:
"Golongan Liok lim merupakan golongan manusia yang paling susah diatur apalagi dihimpun ke dalam suatu organisasi dengan disiplin yang tinggi, aku rasa kecuali perkumpulan Sin ki pang dimasa lalu, belum pernah ada kelompok lain yang sanggup menandinginya"
Cu Im taysu menghela napas panjang.
"Aaaai.......sungguh tak disangka, dalam kehidupan pinceng ternyata berkesempatan untuk mengikuti pertarungan antara kaum lurus dengan kaum sesat untuk ketiga kalinya"
Dari perkataan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa ia sedang mengeluh atas napsu angkara murka manusia yang suka berebut dan bertarung itu.
"Para anggota perkumpulan dari kelompok baju putih ke bawah masih belum merupakan ancaman serius" ucap Bong Pay, "tapi kelompok baju ungu rasanya tak boleh di anggap enteng, sungguh tak disangka sementara Hian beng kau menghimpun kekuatan secara diam-diam, kita semua masih terbuai dalam impian"
Dengan dingin Haputule segera berseru:
"Yang penting sekarang adalah membangkitkan semangat untuk membunuh beberapa orang manusia busuk lebih banyak, kata-kata keluhan semacam itu lebih baik jangan disinggung kembali!"
Tiba-tiba bunyi lonceng kembali bergema lalu irama musik merdu pun mengalun di udara, dari balik pintu istana muncul dua baris muda mudi berpakaian warna warni.
Disebelah kiri adalah kelompok pemuda berbaju kuning yang membawa pedang mustika, sedang disebelah kanan adalah kelompok pe mudi berdandan keraton yang rata-rata berwajah cantik, mereka membawa sebuah Pek giok ji gi yang ditempelkan didepan dada.
"Sialan!" sumpah Hoa Ngo, "kaum iblis sesatpun banyak juga lagak tengiknya......."
"Memang tidak sedikit jumlah manusia didunia yang gemar segala keindahan!" sambung Tam Si bin sambil tertawa.
Hoa Ngo mendengus dingin, tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu tiba-tiba bunyi irama musik mengalun kembali, kemudian pelan-pelan muncul kembali sekelompok manusia.
Orang dipaling depan mengenakan jubah lebar berwarna merah dengan wajah yang putih dan memelihara jenggot bercambang tiga, itulah Hian beng kaucu yang telah menggetarkan dunia persilatan selama ini dan kini telah merubah dirinya sebagai Kia ci sin kun Kok See piau.
Sesudah tampil ke depan, Kok See piau sedikit mendongakkan kepalanya lalu melanjutkan langkahnya kedepan.
Dibelakang Kok See piau, secara tertib menyusul wakil ketuanya, Go Tang cuan, Lau san in siu, Ui Shia ling, Ci Soat cu, Im san siang koay, thamcu markas pusat dan ketiga orang thamcu bagian luarnya serta beberapa orang kakek berwajah aneh yang seluruhnya berjumlah dua puluh lebih.
Tiba-tiba Cu Im taysu menghela napas, lalu mengeluh:
"Sungguh tak kusangka, beberapa orang gembong iblis itu belum mati, agaknya dunia persilatan bakal terancam kembali oleh suatu badai pembunuhan yang mengerikan"
Ketika didengarnya perkataan tersebut diucapkan dengan wajah serius, Bong Pay buru-buru bertanya
"Siapa yang taysu maksudkan?"
"Sudah kau lihat orang kedua Serta kelima sampai ketujuh dibelakang Kok See piau itu?"
Bong Pay segera berpaling, dilihatnya orang dimaksudkan Cu Im taysu adalah kakek kakek bertampang jelek semua, bahkan ada pula diantara mereka yang cacad. Terdengar Cu Im taysu menerangkan. "Orang kedua itu bernama Leng lam it khi, wataknya berada sesat dan lurus, tapi mempunyai hubungan persahabatan yang kental dengan Bu liang sinkun, konon hubungan perahabatan itu dijalin setelah ter jadinya pertarungan diantara merela berdua, mereka berdua bertempur sengit sehari semalam dipuncak Bu liang san sebelum akhirnya Leng-lam it khi (si aneh dari Teng lam) ini kena dikalahkan dengan sebuah totokan"
"Kalau bisa bertarung selama sehari semalam melawan Bu liang sinkun, berarti orang itu luar biasa sekali" pikir Bong Pay.
Dalam hati ia berpikir demikian, diluar tanyanya kembali:
"Lantas siapa pula ketiga orang itu?"
"Lantaran ketiga orang itu dilahirkan sudah cacad lagipula mereka memang kejam dan berhati busuk, maka orang menyebutnya sebagai Po cu sam jian (tiga cacad dari Po cu), menurut urutannya mereka adalah Phoa Siu, Pi Ci liang dan Kao Kiat"
Dengan penuh perhatian Bong Pay mengawasi orang-orang itu, dilihatnya orang kelima cacad pada sepasang kakinya, ia berjalan berkat tongkatnya, orang keenam tidak berlengan kanan, sedangkan orang ketujuh tidak kelihatan cacad apa-apa, cuma muka tanpa kumis atau jenggot sehingga tampak agak lucu.
Terdengar Cu Im taysu berkata kembali:
"Kao Kiat adalah seorang laki laki, alat kelaminnya tidak bisa berfungsi sama sekali, dari tiga orang tersebut ia terhitung paling buas dan jahat. Sementara beberapa orang lainnya tidak kuingat
kembali, tapi aku rasa orang-orang itupun tak akan selisih jauh lebih dibandingkan dengan ketiga orang itu"
Tiba-tiba terdengar Tiang Ji-san berkata:
"Seingat lohu, ketiga orang dan keempat adalah adik seperguruannya Li Bu liang?"
"Belum pernah kudengar kalau Li Bu liang punya kakak seperguruan atau adik seperguruan" kata Ho Kee sian sambil berkerut kening.
"Sudah lama mereka saling tak akur, kedua orang sutenya ini selalu bergerak disekitar perbatasan, tentu saja jarang diketahui oleh umat persilatan"
"Sungguh tak disangka gembong-gembong iblis yang dikabarkan sudah mati lama kini bisa muncul semua ditempat ini" kata Tam Si bin sambil mengernyitkan pula alis matanya, "sedangkan dari pihak keluarga Hoa, tak seorangpun yang datang malah Hoa ji-kongcu pun entah mengapa hingga kini belum juga muncul disini"
Sambil tersenyum Coa hujin segera menukas:
"Dengan kecerdasan Hoa tayhiap, sudah pasti ia telah menyusun semua persiapan yang diperlukan, buat apa kalian musti merisaukan dirinya.....?"
Bong pay merasa murung sekali, pikirnya:
"Tak heran kalau kok See piau begitu berambisi dan angkuhnya bukan kepalang, ternyata ia berbasil menghimpun kembali semua gembong-gembong iblis lama untuk berpihak semua kepadanya:
Tiba-tiba terdengar Pek Soh gi menghembuskan napas panjang sambil berkata lirih:
"Diantara mereka tidak terlihat paman Tiangsun ataupun Jin Hian......
Sementara mereka sedang bercakap-cakap, diiringi irama musik yang merdu dan dibimbing oleh kelompok muda mudi, Kok See piau sekalian telah menelusuri permadani merah, melangkah turun ke serambi istana dan pelan-pelan menuju ke mimbar upacara.
Para pemuda pembawa pedang dan pemudi pembawa Ji-gi kemala ikut pula naik ke panggung mimbar dan berhenti kedua belah sisi panggung tersebut.
Pada setiap tingkat berdirilah dua belas orang muda mudi, dengan tiga tingkatan pada panggung, itu berarti ada tiga puluh enam orang yang berdiri disana, agaknya lamat-tamat hal itu diartikan sebagai kedudukan Thian kang.
Menanti Kok See piau sekalian sudah tiba diatas panggung upacara, irama musik segera terhenti dan suasana ditengah lapangan yang luas itu pun segera tercekam dalam suatu keheningan yang luar biasa.
"Menjumpai sinkun!" tiba- tiba anggota Hian beng kau yang berada dibawah panggung mimbar bersama-sama memberi hormat sambil berseru.
Sebagaimana diketahui jumlah anggota Hian beng kau yang hadir saat itu mencapai tujuh delapan ratus orang lebih, padahal tak sedikit diantara mereka yang berilmu tinggi, maka seruan bersama yang gegap gempita itu segera menggeletar di udara dan memekikkan telinga siapapun juga.
Berdiri diatas mimbar Kok See piau memandang sekejap sekeliling gelanggang dengan sepasang matanya yang tajam.
Walaupun orang-orang ditiga bagian barak berada jauh sekali dari mimbar itu, tak urung tercekat juga oleh ketajaman mata orang itu.
Pelan-pelan Kok See piau mengulapkan tangan-nya, dan pembawa acara pun berseru.
Para murid perkumpulan Hian beng kau tak usah banyak adat"
Serentak semua jago dari Hian beng kau mengiyakan dan berdiri kembali, semua gerakan dilakukan bersama-sama sehingga meski beratus orang banyaknya, seolah-olah seperti gerakan dari satu orang saja.
Dalam pada itu, Kok See piau telah maju kedepan, kemudian setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, katanya:
"Kami Hian beng kau merasa berterima kasih sekali atas kesudian para enghiong dan orang gagah dari segala penjuru dunia yang sudi datang kemari serta menghadiri upacara peresmian dari perumpulan kam"
Tiba-tiba Bwe Su yok dari barak timur bangkit dan menjawab:
Diresmikannya perkumpalan Hian beng kau dalam dunia persilatan merupakan suatu peristiwa yang luar biasa, seluruh anggota perkumpalan kami menyampaikan selamat dan semoga sejahtera selalu"
Kok See piau segera memberi hormat sambil berseru:
"Terima kasih kaucu!"
Menyusul kemudian, Seng To cu dari Seng sit pay pun berseru:
Partai kami mengucapkan selamat atas diresmikannya perkumpulan anda....!"
Kembali Kok See piau menjura tanpa banyak bicara, sinar matanya dialihkan ke barak barat dimana para pendekar golongan putih berkumpul....
Bong pay melirik sekejap kesemua orang, sambil tertawa, Coa hujin segera berkata:
Sudah lama Swan si mengasingkan diri dalam dunia persilatan, aku tidak tahu menahu tentang segala tata cara dunia persilatan, semua keputusan lebih baik kalian saja yang ambil"
Cu Im taysu segera menyambung pula:
Betul, kalau memang dari pihak keluarga Hoa tak ada orang, dengan nama dan kepandaian yang kau miliki, memang sudah sepantasnya kalau kau yang tampilkan diri, buat apa musti sungkan-sungkan lagi?"
Pelan-pelan Bong Pay muncul keluar barak, lalu sambil menjura kearah Kok See piau katanya:
Perayaan semacam ini memang patut dihadiri oleh Bong pay sekeluarga, sayang sekali kami tidak membawa sesuatu benda sebagai tanda mata, maka ingin sekali kugunakan ujar-ujar sebagai persembahan kami untuk kenang-kenangan kalian semua"
"Aku orang she Kok siap mendengarkannya!" Kok See piau segera menjura untuk membalas hor mat.
"Sudah lama dunia persilatan berada dalam ketenangan, buat apa umat persilatan musti mencari sengsara lagi dengan saling gontok-gontokan?" "Aku tahu kekuatan perkumpulan anda sangat tangguh, lagipula baru saja didirikan, jika mau berbakti untuk kepentingan umat banyak, hal itu pasti akan disambut oleh segenap masyarakat persilatan dengan riang gembira, pertikaian yang tak berartipun pasti akan tersingkirkan dengan sendirinya"
Ucapan itu diutarakan dengan wajah serius dan nada yang bersungguh- sungguh, banyak orang yang berkenan oleh sikapnya itu, diam-diam banyak diantaranya yang merasa gembira, sebab tidak sia-sia Pek lek sian bisa memiliki seorang murid seperti dia, sukmanya dialam baka pun pasti akun tersenyum setelan melihat hal ini.
Kok See piau tersenyum.
"Maksud baik Bong tayhiap tentu mengagumkan segenap umat persilatan, sayangnya keluarga Hoa dari Im tiong-san sudah terlam
pau lama merajai dunia persilatan, hal mana sungguh tak menyenangkan hati kami"
Jelas sekali kalau perkataan itu merupakan suatu tantangan untuk bertarung.
"Kalau memang demikian, Bong Pay pun tiada perkataan lain yang bisa diucapkan lagi" ujar Bong pay kemudian dengan serius.
Sambil menjura ia lantas balik kembali ke tempat duduknya.
Tiba-tiba terdengar suara yang amat nyaring berkumandang memecahkan keheningan.
"Anak baik, tepat sekali perkataanmu itu.
Bagus sekali ucapan itu......."
Dengan tercengang semua orang mengalihkan sinar matanya kearah mana berasalnya perkataan itu, mereka heran siapa yang menyebut Bong pay sebagai seorang anak, pada hal usia pendekar itu sudah empat puluh tahun lebih.
Kiranya diatas barak ketika itu berdirilah orang kakek gemuk pendek berkepala botak yang memiliki wajah merah dan bibir yang lebar, ia mengenakan baju pendek dengan membawa sebuah kipas berbentuk bulat.
Begitu mendengar suaranya Bong pay segera mengetahui siapa orangnya, dengan perasaan terharu ia berseru:
"Cu supek! Baik-baikkah kau orang tua selama ini?"
Kok See piau yang menyaksikan kejadian tersebut, diam-diam iapun berpikir.
"Tak nyana kalau setan-setan tua inipun masih hidup semua, kalau sampai terjadi pertarungan nanti, sudah barang tentu sulit pula untuk merobohkan mereka"
Dalam pada itu Si dewa yang suka berpelancongan Cu Thong telah tertawa terbahak-bahak seraya menjawab.
"Haaahh.....haaahh.....haaahh.....masih untung saja aku belum mampus!"
Jilid XII
Di tengah jawaban itu dia melayang turun kebawah dan langsung menyeberangi tanah lapang tersebut, dengan melawati diatas kepala para anggota Hian beng kau yang berada dibawah mimbar tersebut. Tindakannya yang demonstratif dan sama sekali tidak menganggap orang lain sebagai manusia ini, kontan saja menimbulkan kemarahan yang meluap-luap bagi segenap anggota Hian beng kau, tapi lantaran peraturan perkumpulan yang ketat, sebelum ada perintah dari Kok See piau maka tak seorangpun juga yang turun tangan menghalanginya.
Tiba-tiba terdengar seseorang membentak dengan suara yang tinggi melengking tak sedap didengar.
"Setan cebol, kau anggap ditempat seperti ini kau boleh berbuat semaunya?"
Tampaklah dari atas panggung mimbar yang delapan sembilan kaki tingginya itu melayang turun sesosok bayangan manusia yang secepat kilat telah menghadang jalan pergi Cu Thong.
Orang itu bukan lain adalah Mao Kiat dari Po cu sam jian (tiga manusia cacad dari Po cu).
Ketika para jago menyaksikan gerakan tubuhnya itu, diam-diam mereka merata terperanjat, sebab terbukti sekarang kalau nama besar tiga manusia cacad memang bukan nama kosong belaka. .
Siau yau sian Cu Thong segera menghentikan gerakan tubuhnya, kemudian tertawa terbahak bahak.
"Haaah......haaah......hahahh........kukira siapa yang datang, eeeeh......kiranya kau si orang cacad haaah.....haaah.....panjang amat usiamu!"
Mao Kiat yang menderita cacad pada alat kelaminnya, paling benci kalau mendengar ada orang menyebutnya sebagai orang cacad, tak heran ia menjadi geram sehingga menggertak gigi keras-keras sesudah mendengar perkataan itu.
"Setan tua she Cu!" sumpahnya, "kau jangan keburu bangga lebih dulu, lohu bersumpah akan menyuruh kau rasakan bagaimana jika empat anggota badanmu kutung dan mati tak bisa hidup pun menderita"
"Hanya dengan mengandalkan kekuatan seorang cacad seperti kau?" ejek Cu Thong.
Ucapan yang cacad, cacad terus menerus ini kontan aaja mengobarkan sifat buas dari Mao Kiat, sudah sejak tadi ia tak sanggup mengendalikan diri, maka sambil tertawa seram ia pentangkan ke sepuluh jari tangannya, kemudian dengan ganas menerjang ke arah Cu Thong.
Po cu sam jian sudah tersohor karena kebuasan nya, ilmu silat yang dimilikipun amat lihay, ke tika kedua belah tangannya masih berada tujuh delapan depa dari ujung jarinya segera terasa munculnya desingan angin tajam yang amat dahsyat, bahkan sekeliling tempat itu segera terendus bau busuk mayat yang sangat memuakkan.
Jelaskan sekarang bahwa dibalik serangan jari dari Mao Kiat tersebut, terseliplah suatu hawa racun yang amat jahat.
Cu Thong memang telah bersiap sedia semenjak tadi, sambil tertawa terbahak-bahak kipasnya segera dikebaskan ke arah Mao Kiat.
Walaupun hanya kebasan dari sebuah kipas, namun dalam genggaman Cu Thong yang berilmu tinggi, hekekatnya benda itu telah berubah menjadi senjata penyerang yang luar biasa dahsyat nya.
Orang lain mengira dengan serangannya itu, Mio Kiat tentu akan buyarkan serangan untuk berganti jurus.
Siapa sangka Mao Kiat yang jumawa dan kasar, apa lagi memang ada dasar-dasar perselisihan lasa diantara mereka berdua, dengan cepat segera berpikir:
Ilmu Hu si ci (jari mayat membusuk) mungkin akan mematikan korban dalam tiga perempat menit jika tidak segera diberi obat pemunah, hmmm ... lebih baik aku menderita luka dalam dari pada membiarkan setan tua ini berlagak terus dalam dunia persilatan....."
Karena berpendapat demikian, ia sama sekali tidak menggubris terhadap tibanya ancaman dari serangan kipas lawas, malahan sepasang tangannya menyambar ke tubuh Cu Thong dengan kecepatan yang lebih hebat.
Sudah puluhan tahun lamanya Sian yau sian Cu Thong berkelana dalam dunia persilatan, tentu saja ia dapat menebak maksud hati Mao Kiat, maka iapun dapat menghindar ataupun berkelit, kipasnya segera dibuang, lalu jari tangan kanan-nya ditegangkan bagaikan tombak dan menggunakan jurus "menyerang sampai mati" ia melepaskan sebuah serangan balasan yang mematikan.
Berbareng dengan dilancarkannya serangan tersebut, hawa murninya disalurkan pula keseluruh badan untuk menutup segenap jalan darah yang berada dalam tubuhnya.
Dengusan tertahan dan pekikan keras segera berkumandang bersama tubuh Siau yau sian Cu Thong mencelat beberapa kaki jauhnya kemudian mundur dua tiga langkah sambil muntah darah segar.
Sebaliknya Mao Kiat tetap berdiri tegak ditempat semula, cuma sorot matanya telah tak bersinar lagi sambil melotot kearah Cu Thong, ia tertawa sedih, katanya:
"Setan tua" kau yang menang!"
Siau yau sian Cu Thong pun tertawa terpaksa. Jawabnya:
Mao Kiat, kau memang cukup keji, aku Cu Thong takluk kepadamu...."
Mo Kiat kembali tertawa paksa, ia tertawa lebih jauh:
"Sekalipun aku orang she Mao harus mati ditanganmu, aku mati dengan tidak menyesal......."
Berbicara sampai disitu, tiba-tiba ia muntah darah segar, tubuhnya bergoncang keras, kemudian roboh terjengkang ke tanah.
Peristiwa ini terjadinya sungguh amat tiba-tiba. Kedua belah pihak sama-sama tahu, bila berbicara dari kepandaian silat yang di miliki kedua belah pihak, maka menang kalah baru bisa ditentukan setelah bertarung dua tiga ratus jurus kemudian.
Siapa tahu, baru didalam satu gebrakan saja, kedua belah pihak telah melakukan suatu pertarungan adu jiwa yang berakibat sama-sama terluka, kejadian ini sedemikian cepatnya berlangsung sehingga sama sekali tiada kesempatan bagi orang lain untuk memberikan bantuannya.
Dalam kejut dan terkesiapnya, dari atas mimbar maupun dari barak sebelah barat segera bermunculan bayangan manusia yang langsung menghampiri Cu Thong maupun Mao Kiat.
Bong Pay yang memang sudah keluar barak untuk menyambut kedatangan kakek cebol itu, segera tiba lebih dulu ditempat ke jadian, cepat ia menyambar tubuh Cu Thong.
Pho Siu dan Pi Ci liang dari Pa cu sam jian amat menguatirkan keselamatan saudaranya, merekapun menyusul tiba disitu dengan kecepatan tinggi.
Pi Ci-liang segera berjongkok untuk memeriksa denyut nadi Moa kiat dengan lengan tunggalnya, setelah itu dengan wajah berubah hebat serunya:
"Sam-to sudah tamat riwayatnya!"
Paras muka Phoa Siau berubah menjadi hijau membesi, kemudian ia tertawa dingin dengan suara yang mendirikan bulu roma, sepasang tongkatnya ditekannya pada permukaan tanah, tubuhnya segera melambung ke udara dan menerjang ke arah Bong pay serta Cu Thong dengan kecepatan luar biasa, ketika masih diudara, tongkat sebelah kanannya langsung diayun kebawah membacok ubun-ubun Cu Thong.
Bong Pay mengeryitkan alis matanya, baru saja akan bertindak, Coa hujin telah keburu tiba, perempuan itu segera membentak keras, ujung bajunya dikebaskan ke depan.......
Seperti terkena suatu serangan yang maha berat, Phoa Siu kembali berjumpalitan diudara dan melayang turun tiga kaki jauhnya dari gelanggang.....
Pi Ci liang bangkit berdiri, setelah mendengus penuh kegusaran, lengan tunggalnya diayunkan kedepan menghajar tubuh Cu Thong.
Dengan lengan kirinya Bong Pay memayang tubuh supeknya, sementara telapak tangan kanannya dengan mengandung tenaga geledek yang sangat dahsyat diayunkan kemuka untuk menyongsong datangnya ancaman.
"Blaaaang!" suatu ledakan keras menggelegar diudara, Pi Ci liang kontan merasakan tubuhnya bergoncang keras, kakinya sampai melesak dalam-dalam diatas ubin hijau yang keras itu,
Bong Pay kuatir tenaga serangannya akan mempengaruhi Cu Thong. iapun tak berani menyambut dengan keras lawan keras, secara beruntun tubuhnya mundur lima langkah ke beakang untuk punahkan sisa kekuatan yang masih ada, tiap mundur selangkah, di atas ubinpun segera muncul bekas telapak kaki yang beberapa inci dalamnya.
Pi Ci liang amat terperanjat, semula ia masih tidak pandang sebelah matapun terhadap Bong Pay, siapa tahu ilmu silat yang di miliki lelaki itu ternyata, masih sanggup untuk menandingi kepandaian yang dimilikinya.
Dalam detik yang amat singkat itulah, Cu Im taysu, Leng lam it-khi, Haputule, Ko Tay Im-san siang-koay dan lain lainnya dari kedua belah pihak telah saling berhadapan dengan wajah bermusuhan, jelas suatu pertarungan sengit bakal segera berlangsung.
Tiba-tiba Kok see piau berseru dengan lantang:
"Harap para tianglo kembali dulu kemari, dendam baru permusuhan lama kita selesaikan bersama sehabis upacara nanti!"
Begitu seruan diutarakan, pertama-tama Leng lam it khi yang pulang dulu ke mimbar. Phoa Siu dan Pi Ci liang meotot sekejap ke arah Cu Thong dengan, penuh kebencian, lalu sambil membopong mayat Mo Kiat, mere ka kembali ke mimbar dengan uring-uringan.
Para jago kembali dibuat tertegun oleh kejadian ini, siapapun tahu kalau Po cu sam jian adalah manusia-manusia bengis yang jarang bisa ditundukkan, tapi sekarang, hanya dengan sepatah kata yang ri ngan ternyata Kok See piau berhasil menangguhkan niat mereka untuk membalaskan dendam bagi kematian saudaranya.
Sementara itu Siau yau sian Cu Thong dengan hawa hitam menyelimuti wajahnya telah berada dalam keadaan tak sadar, dipayang oleh Bong Pay, para jago dari golongan luruspun kembali ke barak mereka.
Pek Soh gi muncul menyongsong kedatangan suaminya, kata Bong Pay kemudian:
"Soh gi, coba lihatlah bagaimana dengan luka yang diderita Cu supek......?"
Pek Soh gi memandang sekejap ke wajah Cu Thong, lalu menjawab:
"Meskipun isi perutnya terluka parah, luka itu tidak terlalu merisaukan, justru yang mencemaskan adalah racun dari ilmu jari la wan"
"Bagaimana dengan racun itu?" tanya Bong Pay cemas.
Pek Soh gi termenung sambil berpikir sejenak, setelah itu jawabannya pelan.
"Agaknya racun jari tangannya diperoleh dengan menghisap racun pembusukan yang berada di tubuh sesosok mayat, bila orang biasa yang terkena maka sekejap mata kemudian sang korban akan tewas, kini aku tidak membawa obat-obatan, yang ada hanya jarum emas untuk mencegah menjalarnya racun, aku pikir dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Cu supek, ia masih bisa bertahan satu hari setengah lagi.
Bong pay menghela napas panjang.
"Aaai.......terpaksapun kita musti berbuat demikian, kalau begitu cepatlah turun tangan.
Pek Soh gi manggut-manggut, cepat ia mengeluarkan jarum emas dan segera ditusukkan ke dada Cu Thong.
Walaupun Bong pay amat risau, dalam keadaan demikianpun terpaksa harus menyingkirkan dulu persoalan itu dari benaknya, ia mengalihkan kembali sorot matanya ke arah mimbar.
Sementara itu asap dupa telah mengebul dari atas mimbar, diiringi alunan musik yang merdu, Kok See piau bersembahyang dimeja abu dan membaca naskah sumpah, setelah tu ia meneteskan beberapa titik darah dalam sebuah hiolo emas.
Yang lain pun segera mengikuti dibelakangnya melakukan sumpah kesetiaan dan meneteskan darah untuk mengikat tali persaudaraan.
Diantaranya tampak pula kehadiran seorang kakek berbaju hijau, dia hanya memberi hormat kepada meja abu Kiu ci sinkun sedangkan terhadap yang lain-lainnya hampir tidak dipandangnya barang sekejap pun.
Semua orang yang menyaksikan kejadian itu merasa terkejut sekali, sebab didalam barisan yang muncul dan istana tadi jelas tidak nampak adanya kakek berjubah hijau itu, dan kenyataannya seka rang tak seorang jago pun yang mengetahui sejak kapan dan dengan cara apakah ia muncul diatas mimbar terus.
Dengan cepat kehadiran orang itu menimbulkan kegemparan, masing-masing orang segera memper hatikannya dengan seksama.
Dia adalah seorang kakek berambut putih yang memelihara jenggot sepanjang dada, matanya tajam seperti pisau, usianya paling tidak sudah diatas seratus tahun lebih.
Siapa yang tahu siapa gerangan kakek berjubah hijau itu?" tanya Cu Im taysu.
Para jago saling berpandangan dengan mulut membungkam, ternyata tak seorangpun diantara mereka yang tahu.
Sesudah heing sejenak, tiba-tiba Ho Kee sian berseru.
"Coba lihat!" Agaknya pihak Kiu im kau dan Mo kau juga dibuat terkejut oleh kehadiran orang itu"
Ketika semua orang berpaling, betul juga waktu itu Seng To cu serta Bwe Su yok sekalian sedang melirik ke arah mimbar dengan wajah aneh, lalu berbisik-bisik membicarakan sesuatu, bahkan ada pula diantara mereka yang menunjuk ke arah kakek berjubah hijau tersebut.
"Tiba-tiba Coa hujin berkata:
"Tenaga dalam yang dimiliki orang itu tampaknya jelas diatas kepandaian Kok See piau!"
"Menurut taksiran hujin, tenaga dalam yang di milikinya itu sudah mencapai ke tingkatan yang bagaimana tingginya.......?" tanya Ko Tay dengan suara dalam.
Coa hujin termenung sambil berpikir sejenak, setelah itu jawabnya dengan serius:
"Swan si tak dapat menduganya, tapi dapat ku katakan bahwa kepandaian silat orang itu jauh di atas kepandaian Swan si!"
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan: "Agaknya hanya Hoa tayhiap atau kakek luar ku yang sanggup menandingi kelihayannya!"
Paras muka semua orang segera berubah hebat, malah ada pula yang menunjukkan rasa tak percaya.
Ketika semua orang mengalihkan kembali sinar matanya ke arah mimbar, terlihatlah Kok See piau sedang memberi hormat kepada kakek berjubah hijau itu, kemudian membisikkan sesuatu dengan suara lirih:
Kakek berjubah hijau itu manggut-manggut, dia mengambil hiolo emas tersebut dari atas meja dan membawanya menuju ke depan mimbar, setelah memandang sekejap keseluruh gelanggang, pelan-pelan katanya!
"Segenap anggota perkumpulan harap dengarkan baik-baik, mulai hari ini Hian beng kau secara resmi dibuka, mulai sekarang pintu perguruan kami terbuka lebar-lebar untuk menerima murid baru serta mendirikan cabang disegenap penjuru dunia, barang siapa yang ingin bersatu dengan kami dengan senang hati kami akan ulurkan tangan untuk menerimanya:
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba suaranya berubah menjadi amat keren dan tegas, katanya lebih jauh:
"Atas permintaan dari kaucu, hari ini akan diadakan pengambilan darah untuk mengangkat sumpah, segenap murid Hian beng kau akan berbakti sampai mati demi perkumpulan, barang siapa berani timbul pi kiran menyeleweng, dia akan dibunuh secara mengerikan!"
Sungguh dahsyat tenaga dalam yang dimiliki orang ini, sekalipun musti berbicara untuk khalayak banyak, tanpa berteriak pun bahkan hanya berbicara seperti orang biasa segenap orang dapat mendengar ucapan tersebut bagaikan sang pembicara berada disisinya saja.
Selesai berkata, hiolo emas yang berada ditangannya itu tiba-tiba melesat keudara dan melayang sejauh dua kaki dari atas mimbar, kemudian hiolo itu berbalik menuangkan isinya yaitu arak bercampur darah kedalam sebuah hiolo lain yang amat besar ditengah lapangan, ketika arak darah itu sudah tertuang habis, tangan kanannya kembali di gerakkan dan hiolo emas itupun melayang balik ketangan-nya.
Demonstrasi tenaga dalam yang dilakukan olehnya ini benar-benar mengejutkan para jago baik dari golongan lurus, maupun dari golongan Kiu im kau, Seng sut pay serta para jago persilatan lainnya.
Sedangkan anggota Hian beng kau segera bersorak sorai memuji kehebatan kakek berjubah hijau itu, begitu kerasnya suara tempik sorak mereka hingga menggetarkan seluruh bumi rasanya.
Lau gi tiong dari Thiam cong siang kiam yang melihat itu tiba-tiba menghela napas sambil berkata:
"Siapakah manusia didunia ini yang sanggup menyalurkan hawa murninya ke dalam benda lain serta mengendalikannya menuruti ke-inginan hati sendiri......"
Hoa Ngo yang kebetulan mendengar keluhan tersebut segera mencibirkan bibirnya.
"Huuuh.....apanya yang aneh?" ia berseru, "buat Hoa toako, itu mah cuma permainan kanak-kanak!"
"Yaa, meskipun demikian, toh Hoa tayhiap tidak datang kemari!" kata Ciang Pek jin dengan cepat.
Hoa Ngo kembali mendengus. "Hmmm! Kenapa musti Hoa toako yang tu run tangan? Sebentar aku Hoa Ngo yang pertama-tama akan menghadapi setan tua itu"
"Banyak bicara apa pula artinya?" sela Ko Thay dengan hambar, "yang penting datang serangan prajurit, kita bendung dengan Prajurit, datang air bah kita bendung dengan tanah, tak bisa dikarenakan musuh terlalu lihay maka kita mundur terbirit birit"
"Aaai......Thian bong kenapa begitu gegabah sehingga sama sekali tidak memandang serius atas berdirinya Hian beng kau dalam dunia persilatan ......?" keluh Cu Im taysu.
Ia berpaling ke arah Coa hujin, lalu tanyanya:
"Bukankah hujin datang dari Im tiong san? Apakah hujin tahu apa rencana Bun Tay kun serta Thian hong......."
Sambil tertawa getir Coa hujin menukas:
"Sewaktu akan berpisah, dua orang Hoa hujin pernah berkata bahwa Hoa tayhiap itu dan anaknya telah mempunyai rencana lain, hanya
apakah rencana tersebut tidak dijelaskan, oleh karena boanpwe merasa hal ini tak penting, waktu itupun tidak ku tanyakan lebih jauh"
Tiba-tiba terdengar Bong Pay berpekik heran:
"Wwwouuuw......aneh benar!"
Ketika semua orang berpaling, hampir seluruhya segera tertawa tergelak karena kegelian.
Kiranya setelah kakek berjubah hijau itu menuang arak darah dalam hiolo emas ke dalam hiolo raksasa tersebut, karena dalam hiolo raksasa memang sudah disiapkan arak sebagai arak darah pengangkatan sumpah oleh para petugas arak itu diisikan ke dalam berpuluh puluh cawan perak dan dibagikan kepada para anggotanya.
Siapa tahu baru saja isi arak tersebut diteguk, mendadak mereka yang meneguk arak tersebut segera roboh ketanah dan tak bisa bangun lagi.
Mendekati perintah penghentian minum arak darah diturunkan, sudah ada tujuh delapan puluh orang jago yang tergeletak tak berkutik, tentu saja hal ini segera mengejutkan semua anggota Hian beng kau.
Go Tang cuan yang menyaksikan kejadian itu segera membentak keras:
Tenang, tenang! Petugas baju biru, segera gotong semua murid kita yang jatuh korban ke dalam istana!"
Peraturan Hian beng kau memang cukup ketat, lagi pula terdisiplin tinggi sekalipun terjadi peristiwa dan kalut untuk sesaat, tapi sesaat kemudian suasana telah tenang kembali.
Dari bawah mimbar segera bermunculan puluhan orang laki-laki baju biru yang dengan cepat menggotong pergi rekan-rekan mereka yang pingsan.
Cara kerja mereka ternyata gesit dan tertib, dalam waktu singkat suasana telah pulih kembali seperti sedia kala.
Dengan wajah penuh kegusaran Kok See piau segera berteriak"
"Wahai jago-jago lihay dari Biau nia, kalau memang sudah datang, kenapa tidak segera unjukkan diri?"
Semula semua orang masih sangsi tapi setelah mendengar seruan tersebut jadi sadar kembali, memang kecuali orang-orang Biau, tak ada orang manusiapun yang memiliki kepandaian racun lihay seperti mereka, lebih-lebih lagi punya nyali seperti mereka.
Terdengar dari depan istana, tiba-tiba berkumandang suara teriakan yang amat nyaring "Orang she Kok, kami berada disini, mau apa kau?"
Sebenarnya perhatian semua orang tertuju ke mulut lembah, siapa tahu justru tiga orang perempuan suku Biau yang cantik dan bertangan telanjang itu muncul dari pintu istana, seketika suasana menjadi gempar.
Ternyata ketiga orang itu adalah Biau nia sam sian (tiga dewi dari wilayah Piau).
"Sambil tertawa, Ci wi siacu segera berkata
"Kok See piau, istana Kiu ci siat kiong mu ini sungguh dibangun sangat indah dan megah, sebenarnya hendak kami persembahkan untuk dewa api, namun kamipun merasa tak tega untuk turun tangan"
"Apa yang telah kau lakukan terhadap anggota perkumpulan kami?" bentak Kok See piau.
"Aku lihat mereka sudah terlampau letih dalam bertugas, maka sengaja kusulutkan sebatang hio Ui-liang hio agar mereka dapat beristirahat sebenar" kata Lam Soa siancu sambil tertawa-tawa.
Setelah berhenti sebentar, ia berkata kembali:
"Mungkin kau merasa heran, kenapa dengan jarak sejauh ini kami bisa meracuni arak darah itu? Terus terung saja kuberitahukan kepadamu, sejak semalam kami telah polesi dinding sebelah dalam dari hiolo emas itu dengan selapis obat beracun yang tak berwarna dan tak berbau"
Tak terlukiskan rasa gusar Kok See piau menghadapi kejadian ini, pikirnya:
"Semua jago perkumpulan telah datang disini, tak kusangka tiga orang perempuan rendah ini berani bertingkah dihadapanku.
Berpikir demikian, dia lantas mengulapkan tangannya, tiga orang kakek yang ada disampingnya segera melompat turun dari mimbar, kemudian secepat kilat melompat ke atas anak tangga istana.
Dengan cemas Pek Soh gi segera berseru: "Toako, perbuatan Biau nia san sian mengacau ucapan pembukaan ini sudah merupakan suatu pelanggaran terhadap peraturan dunia persilatan. Kok See piau pasti akan turun tangan kejam terhadapnya, kita tak boleh berpeluk tangan belaka"
Bong Pay memandang sekejap ke arah tiga orang kakek itu: lalu ujarnya:
Ilmu melepaskan racun dari wilayah Biau sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan, belum tentu Kok See piau bisa berbuat banyak terhadap mereka, dalam posisi demikian, lebih baik kita bertindak menurut keadaan, jangan sampai karena salah bertindak mengakibatkan terjadinya hal-hal yang justru akan merugikan pihak kita sendiri"
Sementara itu, belum sampai ke tiga orang kakek itu menaiki tangga istana, mendadak kepala mereka serasa pusing tujuh keliling, saat itulah mereka baru terperanjat.
Sadarlah ketiga orang itu bahwa mereka sudah terkena racun keji dari wilayah Biau, untuk mundur sudah tak sempat, dua orang diantaranya segera roboh terjengkang ke tanah, hanya kakek disebelah tengah yang berhasil mundur sejauh tiga kaki dan berdiri kaku sambil berusaha mendesak keluar hawa racun dari tubuhnya.
Berbicara dari kepandaian silat yang dimiliki ketiga orang itu, sesungguhnya mereka sudah terhitung jagoan kelas satu dalam dunia persilatan, bila terjadi pertarungan sungguhan, belum tentu Biau nia sam sian dapat menandingi mereka, tapi belum lewat segebrakan mereka sudah roboh dua orang dari sini terbuktikan sudah bahwa ilmu meracun dari wilayah Biau memang betul betul sangat Iihay.
Terdapat peristiwa itu, ternyata Biau nia sam sian berlagak seakan akan tidak melihatnya.
Li hoa siancu berkata kemudian sambil tertawa merdu:
"Kok See piau, kami telah mempersiapkan delapan belas lapis barisan racun disekitar tangga istana ini, ingin ku buktikan sampai dimanakah taraf kepandaian silat dari para jago dewasa ini, Nah, terbukti sudah kalau ketiga orang anak manusia itu tak becus, belum sampai lima lapis barisan yang ditembusi, mereka sudah roboh, aku lihat lebih baik kau turun tangan sendiri, coba di lihat berapa lapis barisan yang berhasil kau tembusi"
Paras muka Kok See piau telah berubah menjadi hijau membesi dengan nada menyeramkan dia berkata:
"Jika hari ini aku orang she Kok tidak berhasil menangkap kalian dan mencincangnya menjadi berkeping-keping, perkumpulan Hian beng kau segera akan kububarkan!"
Tampaknya kemarahan yang menyelimuti hatinya sekarang sudah mencapai pada puncaknya.
Haruslah diketahui, bahwasanya Biau nia sam sian telah mengacau upacara peresmian perkumpulan Hian beng kau, hal ini berarti telah mengikat tali permusuhan yang mendalam sekali dengan beribu-ribu anggota perkumpulannya, apalagi mereka dihadapan umum, hal ini semakin menyakitkan hati semua orang.
Sebagaimana telah diketahui tujuan Kok See piau dengan perkumpulannya adalah mempersatukan seluruh umat persilatan dibawah komandonya, sudah barang tentu dia tak ingin kehilangan pamornya didepan para jago dari seluruh penjuru dunia.
Maka, kepada kakek berjubah hijau yang berdiri disampingnya, ia berkata pelan.
"Suheng, terpaksa harus merepotkan dirimu untuk membekuk ketiga orang perempuan rendah itu!"
Kakek berjubah hijau itu manggut-manggut, dengan langkah yang pelan ia menuruni mimbar dan menuju kearah tangga istana, gerakan tubuhnya sangat enteng, dalam waktu singkat ia telah tiba di serambi panjang.
Para jago yang menyaksikan kelihayan kakek itu sama-sama merasa terperanjat, Bong Pay, Coa hujin, Cu Im taysu serta Haputule bersama sama lari keluar dari barak dan bergerak menuju ke tangga istana.
Kok See piau tertawa dingin, ia memberi tanda kepada anak buahnya, dua orang dari Po cu sam jian, Im sau siang koay, Ui Sia ling serta sekalian jago lihay lainnya segera melompat turun dari mimbar dan menghadang jalan pergi kawanan jago itu.
Coa hujin yang menyaksikan kejadian itu segera mengerutkan dahinya, kemudian berbisik:
"Perlukah kita menerjang rintangan tersebut dengan kekerasan.......?"
"Dalam keadaan seperti ini, aku pikir Biau nia sam sian masih mampu untuk menghindarkan ke dalam istana bilamana gelagat tidak mengijinkan, aku rasa lebih baik kita jangan bertindak dulu dengan gegabah"
Sementara itu kakek berjubah hijau itu telah menatap tajam-tajam wajah Biau nia sam sian, kemudian tegurnya dengan dingin:
"Kalian lebih suka menyerahkan diri ataukah ingin mencicipi dulu sedikit penderitaan?"
Selama hidup belum pernah Biau nia sam sian jeri kepada orang lain, dengan kening berkerut, Lan hoa siancu segera berseru:
"Hei setan tua, siapakah kau?"
Hmm, jika nama lohu kusebutkan, sudah pasti kalian akan mati karena kaget, lebih baik kusebutkan saja"
Huuuh....! Mengibul dengan kata-kata sombong, apakah tidak takut lidahmu tersambar oleh angin gunung? Paling-paling kau hanya siluman kayu atau siluman rumput yang telah mencapai masa pertapaannya"
Kakek berjubah hijau itu merasa amat gusar, ia mendengus dingin kemudian tubuhnya berkelebat maju kedepan.
Semua orang hanya merasakan pandangan matanya menjadi kabur, tahu-tahu ia sudah melewati tangga batu dan berdiri dimuka istana, kecepatan gerakan tubuhnya sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Betul, racun jahat dari wilayah biau sangat lihay, namun kenyataanya racun-racun itu sama sekali tidak bermanfaat terhadanya.
Sekalipun Bian nia san sian sudah tahu kalau kakek berbaju hijau itu luar biasa lihaynya, mereka tak menyangka kalau kelihayannya
telah mencapai taraf sehebat ini, dalam kagetnya, tiga orang dengan geram, tangan segera diayunkan bersama kemuka melepaskan selapis kabut beracun kiu tok ciang yang tak berwarna dan tak berbau.
Kakek berjubah hijau itu segera mengebaskan ujung bajunya kedepan, segulung angin pukulan yang maha dashyat seketika itu juga membuyarkan kabut kiu tok ciang ke tengah udara.
Untuk pertama kalinya ilmu beracun dari wilayah Biau tidak menghasilkan apa-apa dalam penggunaanya.
Bian nia san sian menjadi amat kaget oleh peristiwa tersebut, belum sempat mereka berpikir lebih jauh, sambil tertawa dingin kakek berjubah hijau itu telah berkata:
"Sekarang tiba giliran buat kalian untuk merasakan kelihayanku ini!"
Ketika telapak tangannya diayunkan kedepan, segulung angin pukulan yang maha dahsyat segera mengurung sekujur badan Biau nia san sian.
Dalam keadaan tergopoh-gopoh, Biau nia sam sian tak sempat lagi untuk menghindarkan diri, tampaknya mereka segera akan terluka diujung telapak lengan kakek berbaju hijau itu.
Kelihayan ilmu silat yang dimiliki kakek berjubah hijau itu sungguh sukar dilukiskan dengan kata-kata, Bong Pay sekalian menjadi terperanjat, sekalipun mereka sadar dibantupun tak sempat lagi, mereka tak bisa tidak harus berusaha dengan sekuat tenaga.
Dipimpin langsung oleh Bong Pay, mereka segera menerjang kemuka, sebuah pukulan segera dilancarkan ke arah Ui Shia ling dari bukit Lau san, tapi pihak musuhpun segera memberikan perlawanan, pertarungan sengit segera berkobar.
Sekalipun para jago dari golongan lurus memiliki tenaga dalam yang sempurna, akan tetapi pihak penghadang pun merupakan jago-jago pilihan, usaha mereka untuk memberi pertolongan segera terbendung, jangankan untuk menolong jiwa Biau nia sam sian, untuk menembusi pertahanan pun sudah sulitnya bukan kepalang.
Untunglah disaat yang kritis inilah tiba-tiba terdengar suara pujian kepada sang Buddha berkuman dang memecahkan kebeningan, menyusul kemudian dari arah belakang istana muncul selapis tenaga pukulan yang amat lunak.....
Dalam waktu singkat, pukulan kakek berjubah hijau yang berat bagaikan bukit karang itu sudah terpancing kesamping, kemudian.... "Blang! menghantam diatas permukaan tanah.
Debu dan pasir segera beterbangan memenuhi seluruh angkasa, pada lapangan batu yang belasan kaki luarnya didepan istana Kiu ci kiong itu segera muncul sebuah liang yang sangat besar.
Sekalipun secara beruntung Biau nia sam sian berhasil meloloskan diri dari ancaman maut, toh mereka merasakan juga getaran keras yang menga kibatkan darah dalam tubuhnya bergolak keras, dengan sempoyongan mereka sama-sama mundur sejauh beberapa langkah.
Kakek berjubah hijau itu sesungguhnya menganggap dirinya sebagai jago nomor satu didunia ini, betapa herannya dia setelah mengetahui ada orang yang sanggup menyingkirkan kekuatan pukulannya itu, sambil berseru tertahan ia lantas berpaling ke samping.
Dari balik pintu istana pelan-pelan berjalan ke luar Coan cing taysu yang berjubah pendeta dengan tangan membawa tasbeh.
Dibelakangnya mengikuti seorang gadis cantik yang rupawan, dia bukan lain adalah Coa Wi wi.
Ketika para jago dari golongan lurus dan para jago dari Hian beng kau menyaksikan situasi diatas tangga istana telah mengalami perubahan, serentak merekapun menghentikan pertarungan dan sama-sama mengalihkan pandangan matanya ketengah istana.
Coa hujin yang menyaksikan putrinya muncul bersama kakeknya, dengan cepat merasakan hatinya lega tapi ia tahu tak baik menyapa anaknya dalam keadaan seperti ini, maka diapun hanya berdiam diri.
Terdengar kakek berjubah hijau itu mendengus dingin, lalu menegur:
"Apakah kau adalah Goan cing siau hwsesio?" Ucapannya kasar dan sombong sedikitpun tidak mengindahkan sopan santun....
Ternyata Coan cing taysu tidak menjadi marah oleh sikap kasar lawannya, sambil tersenyum ia menjawab:
"Yaa, benar memang pinto adanya. Jika aku terpaksa turun tangan secara keras, harap sicu sudilah memaafkan"
Coa wi wi yang berada disampingnya segera mengomel.
"Hei, tahun ini kongkongku sudah berusia sembilan puluh tahun lebih! Siapakah kau si setan tua? Berani betul bersikap kurang ajar terhadap kongkongku, jika tidak kau rubah sebutanmu itu, hmm! Hmm.....
Wajahnya yang cantik, tindak tanduknya yang lincah membuat kata-kata yang bengis itu justru tampak menyenangkan, hal ini membuat semua orang menjadi terkesima dibuatnya.
Bukannya menjadi gusar, kakek berbaju hijau itu malah tertawa "Haahah.....haahhh ........haahah.......nona cilik! Kalau kongkong mu paling banter berusia sembilan puluh tahun, maka tahun ini lohu sudah berusia seratus empat puluh tahun, itu berarti aku lebih tua empat puluh sembilan tahun dari kongkongmu, coba bayangkan sendiri, pantaskah kupanggil dirinya sebagai hwesio cilik?"
Waktu itu semua jago yang terada diarena sudah dibikin terperanjat oleh keampuhan ilmu silat yang dimiliki kakek berjubah hijau itu, beribu-ribu pasang mata bersama-sama dialihkan kearahnya tanpa berkedip. Maka ketika mendengar ucapan tersebut, serentak semua orang mulai berbisik-bisik.
Seorang manusia bisa hidup sampai setua itu, hakekatnya sulit untuk dipercaya oleh siapapun, tapi kalau dilihat dari kelihayan kakek tersebut, merekapun tak bisa tidak, harus mempercayainya juga.
Haruslah diketahui, jika seorang dapat hidup sampai berusia seratus tahun lebih, dan ia berlatih ilmu silatnya terus-menerus, ma ka kelihayan ilmu silat yang dimiliki orang itu pasti tak terlukiskan hebatnya.
Coa Wi wi segera membelalakkan matanya lebar-lebar, kemudian serunya: "Masa sepanjang itu usiamu?"
Sambil menggelengkan kepalanya tanda tak percaya, ia berkata kembali:
"Omong kosong! Hanya setan yang percaya dengan perkataanmu itu!"
Kakek berjubah hijau itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh.....haaahhh........haaaahhh bocah cilik tak tahu urusan, lohu akan berbicara dengan kongkongmu!" Kemudian sambil berpaling ke arah Goan cing, ia berkata:
"Goan cing, apakah kaupun tak percaya?"
"Pinceng mana berani tak percaya?" jawab Goan cing taysu dengan serius, "hanya saja, apakah aku boleh tahu siapakah nama lo sicu?"
"Asal kau mengetahui diriku sebagai Liok tee sin sian (dewa daratan), itu sudah lebih dari cukup, soal lain lebih baik tak usah kau tanyakan lagi" jawab kakek berjubah hijau dengan angkuh.
Kakek berjubah hijau itu menyebut dirinya sebagai Liok tee sin sian, si dewa daratan, sesungguhnya sebutan itu terlampau jumawa dan takabur, akan tetapi oleh karena semua orang yang hadir di arena sudah menyaksikan sendiri kelihayan ilmu silatnya, maka tak seorangpun diantara mereka berani mengejek.
Tiba-tiba terdengar Coa Wi wi mendengus dingin, sambil mencibirkan bibirnya ia berseru:
"Hmm! Liok tee sin sian apaan? Aku lihat, kau lebih cocok kalau disebut sebagai si tua bangka celaka!"
Kakek berjubah hitam itu pura-pura tidak mendengar ejekan tersebut, kembali ia berkata:
"Goan cing kau anggap ilmu silat yang kumiliki itu sudah cukup dikatakan sebagai hebat tidak?"
Goan cing taysu termenung sebentar, kemudian jawabnya:
"Kalau dilihat dari kesempurnaan ilmu silat yang dimiliki lo si cu, memang pantas kalau dika takan sebagai hebat, cuma ada satu hal yang masih pinceng bingungkan, bolehkah aku bertanya kepada diri situ?"
"Katakan!"
"Menurut pendapat pinceng yang bodoh, kehidupan seorang dewa adalah suatu kehidupan yang bebas merdeka dan terlepas dari segala urusan ke duniawan, biasanya mereka hanya berpesiar dan mendekati keindahan alam....
Belum habis pendeta itu berkata, kakek berjubah hijau itu telah menukas.
"Lohu sudah berusia seratus tahun lebih kalau hanya kata-kata semacam itu, buat apa aku musti mendengarkan-nya dari mulutmu?"
00000O0O00
53
Goan Cing Taysu segera merangkap tangannya didepan dada seraya berseru: "Asal sicu sudah mengerti, itu tandanya bagus" Kakek berjubah hijau itu kembali mendengus. "Hmmm! Kata-kata yang tak berguna lebih baik tak usah dibicarakan lagi, sudah lama lohu de ngar tentang kelihayan Malaikat ilmu silat, sayang selama ini tak berjodoh untuk menjumpainya sendiri, hari ini aku pasti akan manfaatkan kesempatan ini dengan sebaik baiknya"
Setelah berhenti sejenak, ia membentak: "Berhati-hatilah!"
Telapak tangan kanannya diayunkan ke bawah lalu pelan-pelan didorong ke depan.
Serangan ini tampaknya sederhana dan tiada sesuatu yang aneh, tapi dengan wajah berubah menjadi serius, Goan-cing taysu me ngebaskan ujung bajunya, secara tiba-tiba melompat mundur sejauh tiga kaki dari posisi semula.
"Manusia dengan usia seperti sicu sudah langka dijumpai didunia ini, buat apa kau musti menceburkan diri lagi ke dunia ini serta menodai tubuh sendiri dengan amisnya darah?"
Dengan gerakan tak berubah dan tak nampak sesuatu gerakan pun seperti sesosok bayangan, kakek berjubah hijau itu sudah menyusul kedepan, serunya:
"Jika ingin mengucapkan sesuatu, tunggu saja setelah menyambut sepuluh jurus seranganku ini!"
Goan cing taysu segera mundur kebelakang, serunya dengan suara dalam. "Sicu.....
Dengan tak sabar kakek berjubah hijau itu menukas!
"Apakah keturunan dari Malaikat ilmu silat adalah manusia lemah seperti ini? kenapa tidak kau balas seranganku ini?"
"Kongkong!" Coa Wi wi yang berada disampingngnya segera berteriak dengan tak sabar, "beri saja sedikit pelajaran kepada tua bangka yang tak tahu diri itu"
Walaupun ilmu silat yang dimiliki kakek berjubah hijau itu sangat lihay, tentu saja Goan cing taysu tak akan gentar mengha dapinya, ketika mendengar ucapan lawan yang mendesaknya terus menerus, pendeta yang berjiwa besar ini segera berpikir:
"Dalam suatu pertarungan yang dicari orang adalah kemenangan, walaupun kemenangan itu bakal diraih dengan kecerdasan otak, yaa, apa boleh buat, kini persoalannya sudah menyangkut nama baik leluhur, bagaimanapun juga aku tak bisa mengalah terus-menerus.
Berpikir demikian, ia lantas berdiri sekokoh batu karang, kemudian ujarnya.
"Maaf jika pinceng terpaksa harus melepaskan serangan balasan!"
Ditengah pembicaraan tersebut, telapak tangan kanannya segera disilangkan didepan dada, lalu dengan jari tengah dan jari telunjuk tangan kanannya, ia totok jalan darah kematian di kening kakek berjubah hijau itu dari tempat kejauhan.
Kakek berjubah hijau itu segera merasa bahwa posisi ini betul-betul sempurna dalam penyerangan maupun pertahanan, sama sekali tak dijumpai titik kelemahan barang secuwilpun yang bisa dimanfaatkan, ibaratnya sebuah dinding yang terbuat dari baja, pertahanan itu sungguh-sungguh amat sulit untuk ditembusi.
Melihat itu, sambil tertawa segera katanya.
"Aku lihat hanya kau serta Hoa Thian hong, dua orang yang masih sanggup menerima beberapa jurus seranganku!"
Telapak tangan kanannya segera di dorong kedepan, belum mencapai setengah jalan tiba-tiba ditarik kembali, tangan kirinya berputar kencang, berbarengan dengan gerakan telapak tangan kanannya segera dibacok ke bawah dengan kecepatan luar biasa.
Terdengar suara retakan keras yang memekikkan telinga berkumandabg memecahkan keheningan, belum lagi serangannya di lancarkan, kekuatannya sudah cukup menghancurkan batu karang, hawa pembunuhan yang menyelimuti angkasa sungguh menciutkan hati orang.
"Omintohud.........!" Goan cing taysu berseru memuji keagungan sang Buddha, tanpa merubah gerakan tangan kanannya, telapak tangan kirinya dibalik lalu dilontar kan kedepan.
Berbicara soal taraf kepandaian silat, maka kepandaian yang dimiliki kedua orang ini boleh dikata sudah mencapai puncak yang tertinggi, belum tentu bisa ditemukan dua tiga orang di dunia ini yang sanggup manandingi kehebatan mereka, tanpa terasa semua orang memusatkan segenap perhatiannya untuk mengikuti jalannya pertarungan itn, siapa tahu dari sana dapat menarik manfaat yang berguna bagi diri sendiri.
Namun dalam kenyataannya, ternyata serangan serangan yang dilancarkan kedua orang itu tidak sama seperti jago lihay lainnya yang bergerak secepat kilat, semua gerakan yang mereka gunakan pada hakekatnya seperti orang yang baru belajar ilmu silat, bukan saja tiada sesuatu yang hebat, tidak pula mengandung kekuatan yang luar biasa, sebagian jago yang berilmu cetek diam-diam merasa kecewa sekali, dianggapnya pertarungan itu tidak lebih jelek dari pertarungan kampungan.
Hanya beberapa bagian saja dari kawanan jago tersebut yang betul-betul menyadari bahwa ilmu silat yang dimiliki kedua orang ini telah mencapai tingkatan yang tak terhingga.
Justru dibalik sederhanaan kebiasaan dari gerakan mereka, tersimpan sesuatu perubahan yang luar biasa.
Jangan dianggap jurus-jurus serangan mereka sederhana dan tiada sesuatu yang bagus dilihat, padahal ppertarungan semacam ini ini justru amat sulit dilakukan oleh setiap manusia.
Sebab disamping harus berjaga-jaga terhadap perubahan jurus serangan berikutnya dari lawan, merekapun harus mencari titik kelemahan ditubuh musuh untuk mempersiapkan serangan berikutnya, akal pikiran mereka sedikit saja bercabang maka akibatnya akan menyangkut keselamatan jiwa mereka, itu berarti selain beradu pengetahuan dalam ilmu silat, merekapun beradu tenaga dalam, kecer dasan serta pengalaman.
Ketika pertarungan mencapai jurus yang ke sembilan, seperminum teh sudah lewat tanpa terasa.
Mendadak terlihatlah kakek berjubah hijau itu melepaskan sebuah pukulan ke udara, kemudian dengan cepat mundur kebelakang.
Semua orang menjadi keheranan mereka tak habis mengerti kenapa sebelum genap sepuluh jurus ia telah menarik serangannya sambil mundur?"
Tiba-tiba Goan cing tasyu berkata:
"Selama ini kita tiada perselisihan apa-apa, mengapa sicu begitu kemaruk ingin mencari kemenangan?"
Kakek berjubah hijau itu hanya membungkam diri dalam seribu bahasa, tubuhnya tegak sekokoh karang, rambutnya dan jubahnya tanpa angin mulai bergerak-gerak, lalu kian lama kian menggembung menjadi sangat besar....
Ketika memperhatikan kembali keadaan Goan cing taysu, tampaklah pendeta itupun berdiri dengan wajah serius, tubuhnya secepat angin bergerak kian kemari mengambil langkah Lak cap si kwa, makin bergerak semakin cepat sehingga pada akhirnya hampir seluruh bayangan tubuhnya tak tampak jelas, yang ada hanya seekor naga berwarna abu-abu yang berputar tiada hentinya.
Semua orang tahu bahwa perbuatan kedua orang itu bukan cuma bergurau belaka, melainkan merupakan suatu pertarungan terakhir yang telah mengerahkan segenap kepan daian yang dimiliki.
Suasana menjadi tegang, semua orang mengalihkan perhatiannya ke tengah arena dan melotot dengan mata terbelalak serta mulut melongo.
Coa hujin serta Coa Wi wi paling tegang dibandingkan dengan yang lain, hampir saja jantung mereka melompat keluar dari dalam rongga dadanya....
Siapa tahu, setelah saling bertahan sekian waktu, tiba-tiba kakek berjubah hijau itu menghela napas panjang, gelembung pada ju bahnya makin lama semakin mengimpis dan akhirnya pulih kembali
seperti sedia kala, belum lagi helaan napasnya habis, mendadak ia tertawa terbahak-bahak pula.
Mendadak Goan cing taysu menghentikan pula gerakan tubuhnya, kemudiann sambil merangkap tangannya memberi hormat ia berkata:
Atas kesediaan Lo sicu menarik kembali serangannya disaat mara bahaya telah mengancam, terlebih dulu pinceng ucapkan banyak-banyak terima kasih.
Kau tak usah berterima kasih!! jawab kakek berjubah hijau itu dengan dingin, "oleh karena lohu tak yakin untuk membunuhmu dalam sebuah serangan yang terakhir ini, maka sengaja kubatalkan niatku tersebut" setelah berhenti sebentar, ia menambahkan:
"Memandang pada kemampuanmu untuk menyambut sepuluh jurus seranganku ini apa yang ingin kau katakan sekarang boleh kau utarakan!!
Diam-diam Goan cing taysu berpikir.
"Bila Kok See piau mempunyai orang ini sebagai tulang punggungnya, ibarat harimau yang tumbuh sayap, tak heran ia berani menantang keluarga Hoa, aai.....! Lolap saja tak sanggup menaklukan dirinya, terpaksa aku musti mencari akal lain......"
"Berpikir sampai disini, pelan-pelan iapun berkata:
"Sebenarnya disebabkan karena apakah Lo sicu muncul kembali didalam dunia persilatan?"
Sambil tertawa jawab kakek berjubah hijau itu berkata.
Adapun kemunculan lohu kali ini adalah khusus untuk mencari gara-gara dengan keluarga Hoa dan sekarang ditambah pula dengan keluarga Coa kalian. Nah hwesio cilik, sudah puas?"
Goan cing taysu segera mengerutkan dahi nya rapat-rapat.
"Sebetulnya ada dendam atau sakit hati apakah yang pernah terikat antara lo sicu dengan keluarga Hoa serta keluarga Coa kami?
Haaahh...haahh....haaahhh...lohu datang ke mari oleh karena mendapat undangan dari orang, walaupun sampai pecah bibirmu berbicara, jangan harap bisa merubah jalan pemikiranku, sebab percuma saja......"
Goan cing taysu menjadi kewalahan dan tak bisa berbuat apa-apa, mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, katanya kemudian:
"Baiklah urusan itu lebih baik tak usah disinggung kembali, sekarang pinceng ingin mencoba untuk menebak asal usul lo sicu!"
Kakek berjubah hijau itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh.....haaahh......haaah......masa kau bisa menebak asal usulku? Lohu tidak percaya!"
"Apa salahnya kalau sicu mendengarkan dugaanku ini?"
Kakek berjubah hijau itu segera tersenyum.
"Baiklah, katakan! Akan lohu dengarkan........"
Setelah termenung sebentar, Goan cing taysu berkata:
"Jurus pertama yang sicu pergunakan agaknya adalah perubahan gerak dari ilmu Ji im jiu (tangan sakti pembuyar awan) dari bukit Mao san, hanya gerakan tersebut jauh lebih disempurnakan"
Kakek berjubah hijau itu segera manggut-manggut.
"Ehmm!, kau bisa melihat asal dari kepandaianku, betul-betul tajam penglihatanmu itu"
Goan cing taysu tersenyum, kembali katanya:
"Gerakan kedua adalah ilmu Kim kong ciat eng, jurus ketiga adalah....."
"Kau bisa mengenali kepandaianku, hal ini sudah merupakan suatu hal wajar" tukas kakek berjubah hijau itu, "tapi jika kau ingin
menebak asal usul lohu dengan cara demikian, hmm! Jangan mimpi disiang hari bolong......"
Goan cing taysu tersenyum, kembali ia berkata.
"Semua kepandaian yang sicu gunakan, sebagian besar justru merupakan ilmu paling lihay diri pelbagai perguruan, dari sini lah dapat diketahui asal usul sicu yang sebenarnya, cuma saja.......
"Cuma saja kenapa?"
Dengan wajah serius Goan cing taysu berkata:
"Setelah mengalami penyempurnaan pada jurus yang pertama, maka jurus itu boleh dibilang sudah termasuk ilmu silat aliran Kiu ci kiong, apalagi sejak jurus keatas, hakekatnya semua gerak serangan itu merupakan jurus jurus ciptaan terbaru dari aliran Kiu ci kiong"
Mendengar perkataan itu, mencorong sinar tajam dari balik mata kakek berjubah hijau itu ditatapnya wajah Goan cing taysu lekat-lekat, kemudian tegurnya:
"Masih ada yang lain?"
"Pinceng terlalu bodoh, yang lain aku tak berhasil untuk mengenalinya dengan tepat"
Mendengar sampai disitu, diam-diam kakek berjubah hijau itu berpikir:
"Ilmu silat aliran Kiu ci kiong belum pernah diwariskan ke dunia luar, darimana keledai gundul ini bisa mengetahui? Sekalipun jurus kesembilan tidak ia kenali, namun prestasinya sudah cukup mengejutkan hati........."
Dalam hati ia berpikir demikian, diluar ujarnya sambil tertawa:
"Ehmm...........tampaknya keturunan dari malaikat silat memang tak sampai mengecewakan diriku"
Kakek berjubah hijau itu tertawa.
"Hwesio cilik, anggap saja matamu cukup tajam",
setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
"Tapi, menurut anggapanmu siapakah lohu?"
Pertanyaan ini segera membungkamkan diri Goan cing taysu, ia bisa mengenali aliran jurus serangan yang digunakan kakek berjubah hijau itu, lantaran ia pernah membaca isi dari tulisan yang tercantum diatas Pek giok siau ciam (batas buku batu kemala) dari istana Kiu si kiong milik Hoa In liong.
Betul isi catatan itu hanya dilihat sepintas lalu, namun dengan dasar kesempurnaan ilmu silat yang dimilikinya, hal mana sudah terlebih dari cukup, itulah sebabnya ia kenal betul gerakan silat aliran Kiu ci kiong....
Sebaliknya tentang keadaan dari istana Kiu cing kiong sendiri, ia merasa gelap dan tak tahu, sudah barang tentu iapun tak bisa menebak asal usul dari kakek berjubah hijau itu.
Ketika dilihatnya Goan cing tasyu dibuat terbungkam, kakek berjubah hijau itu menjadi amat gembira, ia tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya, baru saja dia akan berbicara......
Tiba-tiba terdengar Cu Im taysu yang berada dibawah telah berseru dengan lantang:
"Pada dua puluh tahun berselang, pinceng pernah mendengar Ui san su hau (empat tua dari Ui san) membicarakan tentang sejarah Ciu ci sinkun serta keadaan dalam istana Kiu ci kiong, konon harta karun yang terdapat dalam istana tersebut tak terhitung jumlahnya, para jago lihay yang berada disana pun rata-rata berilmu tinggi......"
Kakek berjubah hijau itu mengalihkan sinar matanya memandang sekejap ke arah Cu Im taysu, ketika mendengar ia berkata sampai disitu. tiba-tiba menambahkan:
"Jumlah seluruhnya adalah lima ratus tujuh puluh tiga orang"
Mendengar jawaban tersebut, Cu im taysu segera berpikir:
"Kalau dilihat dari kehapalannya terhadap segala sesuatu tentang istana Kiu ci ki ong, tak bisa diragukan lagi, orang ini sudah pasti salah seorang diantaranya"
Berpikir demikian, diapun berkata: "Waktu itu, Kiu ci sinkun semuanya menerima tiga puluh enam orang murid, tiga puluh lima orang diantaranya ternyata berani bekerja sama untuk membunuh....."
"Tutup mulut!" tiba-tiba kakek berbaju hijau itu membentak keras.
Dengan tenaga dalam yang dimiliki kakek berjubah hijau itu, bentakan tersebut sungguh ibaratnya guntur yang membelah bumi ditengah hari bolong, mereka yang berilmu cetek seketika merasakan telinganya sakit seperti ditusuk-tusuk, setengah harian lamanya tak bisa mendengar kembali, sebaliknya mereka yang berilmu tinggi, merasakan hatinya amat tersiksa.
Semua orang tahu, kata-kata selanjutnya sudah pasti adalah, "membunuh guru sendiri menghianati perguruan", dari sikap gusar kakek berjubah hijau sekarang itu membuktikan bahwa kakek itu sudah pasti datang dari istana Kiu ci kiong, hanya beberapa orang yang mengetahui latar belakang persoalan ini saja yang lamat-lamat mulai menebak siapa gerangan kakek berjubah hijau ini, sedang lainnya masih tetap tidak habis mengerti .....
Cu Im taysu tertawa-tawa, katanya kembali:
"Seratus tahun kemudian istana Kiu ci kiong telah muncul kembali, saat itulah baru diketahui bahwa semua anggota istana telah tewas, tapi Cho Thian hua yang merupakan murid terbuncit dari tiga puluh enam murid lainnya tak tampak ada disitu, konon Cho Thian hua telah mampus pada usia dua puluh tahun......."
"Keledai gundul busuk, kau berani menyumpai lohu?" teriak kakek berjubah hijau itu sambil tertawa dingin.
Walaupun secara lamat-lamat Cu Im taysu telah menduga sampai kesitu, tapi pengakuan langsung dari kakek berjubah hijau itu toh sempat menggetarkan kembali hatinya.
"Jadi Lo sicu benar-benar adalah Cho Thian hua?" tanyanya.
Kakek berjubah hijau itu tertawa angkuh. "Setiap manusia didunia ini mengatakan lohu sudah mati muda, haaahh.....haaahh...... haaahh.....siapa tahu usia lohu justru jauh lebih panjang dari siapapun juga"
Kecuali para anggota Hian beng kau sejak dari Seng sut Pay, Kiu im kau sampai para jago dari golongan Hiap gi, tak seorangpun yang tidak merasa terkejut oleh kenyataan ini.
Haruslah diketahui, dalam anggapan umat persilatan, Cho Thian hua adalah seseorang yang sudah mati lama sekali, tapi sekarang tahu-tahu sudah munculkan diri dihadapan umum, sudah barang tentu kejadian ini segera menggemparkan seluruh gelanggang.
Tapi hal itu masih merupakan masalah yang kedua masalah yang terutama adalah pada masa lalu oleh karena Tang kwik Siu berhasil memperoleh kitab pusaka Thian hua cha ki milik Cho Thian hua, tiba-tiba namanya menjadi menjadi amat tenar dalam dunia persilatan dan kini pencipta buku itu telah muncul sendiri disini, rasa curiga dan ragu-ragu tentu saja tak bisa dihindari.
Mendadak Bwe yok berbisik kepada kakek bercambang yang berada disampinrgnya, dengan ilmu menyampaikan suara.
"Ua huhoat, Kok See piau telah merahasiakan sebagaian besar keku atan perkumpulan Hian beng kau yang sebenarnya, ini menandakan kalau ia tidak berhati ikhlas dalam persekutuan ini"
Kakek bercambang itu bukan lain adalah pemimpin dari Kiu im su-ciat (empat manusia sakti dari Kiu-im) yang bernama Un Yong ciau, dibawah urutan namanya adalah Tu Cu yu, Khong im serta Sik Ban cuan. Diantara empat orang ini, hanya Tu Cu yu seorang yang tidak nampak.
Dengan kening berkerut Un Yong ciau segera berbisik pula dengan ilmu menyampaikan suara.
"Lantas bagaimanakah pendapat kaucu?"
"Menurut pendapatanku, baik atau buruk kita harus bersiap sedia untuk menghadapi segala sesuatu yang tak diinginkan dari pihaknya"
"Jite telah membawa orang berjaga-jaga diluar lembah, antara Mo kau dengan kitapun sudah ada persetujuan diam-diam, aku rasa sekalipun Kok See piau mempunyai rencana busuk, tak nanti ia bisa laksanakan seperti apa yang diharapkan"
"Orang-orang Mo kau tak bisa dipercaya janjinya" kata Bwe Su yok dengan nada dingin, "apalagi menanggulangi kesusahan bersama-sama, betul Lu butoat berada diluar lembah, tapi bisakah dia mencegah begitu banyak pekerjaan?"
"Agaknya kaucu sudah memiliki keputusan yang mantap, silahkan diutarakan kepada hamba!"
Dengan sepasang matanya yang jeli, Bwe Su yok memperhatikan terus ke barak para pendekar, ketika dilihatnya Hoa In liong belum nampak juga, diam-diam ia lantas berpikir:
"Pertemuan besar ini sangat mempengaruhi situasi dunia persilatan pada puluhan tahun selanjutnya, saat ini pula antara yang lurus dan yang sesat saling beradu kekuatan, sebagai orang yang memikul beban berat atas persoalan ini, tak mungkin ia tak datang ke sini, jangan-jangan ia sudah ketimpa musibah yang tak diharapkan?"
Saking kelamaan-nya berpikir akan hal itu, dia sampai lupa memberi jawaban.
Un Yong ciau menjadi tertegun, dia ulangi sekali lagi pertanyaan tersebut, saat itulah bwe Su yok baru sadar dari lamunannya dan buru-buru menentramkan pikirannya.
"Bersiap-siap sajalah kalian untuk turun tangan, katanya kemudian dengan dingin.
Setelah berhenti sejenak, dia menambahkan:
"Sebelum ada perintah dariku, dalam keadaan yang bagaimanapun, kalian dilarang turun tangan secara sembarangan"
"Kaucu!" kata Un Yong ciau dengan perasaan bimbang, merurut hasil persekutuan, kita tiga perkumpulan akan bekerja sama untuk membasmi para jago dari golongan Hiap gi lebih dulu, dengan demikian sisa lainnya yang menyerah akan menyerah, yang harus dibunuhpun akan dibunuh, setelah kekuasaan dunia persilatan jatuh kepihak kita, kekuatan keluarga Hoa pasti akan makin lemah, apakah menurut pendapat kaucu dalam pembasmian nanti pihak perkumpulan kita hanya akan berpeluk tangan menonton keramaian belaka?"
"Tentu saja tidak" jawab Bwe Su yok hambar, pokoknya kalian lakukan saja setiap perintahku"
Setelah mereka mengambil keputusan secara diam-diam, tampaklah Seng To cu dan dua bersaudara Leng bou sekalian juga sedang berunding dengan suara berbisik-bisik.
Tampak Leng hou Ki berpaling sambil berkata: "Toa suheng, setelah Kok See piau bajingan itu mempunyai tulang punggung sebebat ini, tak heran ambisinya begitu besar dan berani berniat untuk mencaplok seluruh dunia persilatan"
Seng To cu mengalihkan sinar matanya untuk melirik sekejap Kiu im su ciat, kemudian ujarnya:
"Siapa bilang cuma pihak Hian beng kau belaka? Semenjak perempuan bajingan dari Kiu im kau mengundurkan diri, sebetulnya kukira pihak mereka merupakan pihak yang terlemah, siapa tahu diantara yang kuat masih ada pula yang lebih kuat, ditinjau dari keaadaannya sekarang, sebagai pihak yang paling lemah justru adalah pihak kita sendiri"
Dengan perasaan penasaran Leng hou Ki mendengus.
"Hmm, memangnya pihak kita masih lebih lemah dari pada pikak Kiu im kau.........?" serunya.
"Dalam persoalan ini, janganlah kau nilai sesuatu keadaan dengan emosi......" kata Seng To cu dengan nada berat, "sebab bila kita berani bertindak secara gegabah, maka mungkin sekali hanya ada satu dua orang saja dari pihak kita yang bisa pulang kembali ke Seng sut pay. Makanya bila sampai terjadi pertarungan nanti pihak kita tak boleh menempatkan diri pada barisan paling depan!"
"Jadi kalau begitu, soal pembalasan dendam juga tak boleh disinggung kembali" seru Hong Liong dengan kening berkerut.
"Yaa, aku pikir hal itu memang sulit untuk dilaksanakan!"
Agaknya Hong Liong serasa amat tidak puas, bibirnya sudah bergerak siap berbicara.
Tapi pada saat itulah, terdengar Cho Thian hua telah berkata kembali:
"Hwesio cilik, bila tiada urusan lain lohu akan mulai turun tangan.....!"
"Tunggu sebentar sicu!" cegah Goan cing taysu "pinceng masih ingin mengajukan sebuah pertanyaan lagi"
"Cepat diajukan! Lohu sudah amat gelisah sekali hingga seluruh badanku terasa mulai gatal!" Goan cing taysu tersenyum, katanya: "Ketua menghentikan pertarungan tadi, kenapa sicu menghela napas lebih dulu kemudian baru tertawa?"
Cao Thian hua berpikir sebentar, lalu jawabnya:
"Memberitahukan soal ini kepadamu juga tak mengapa, ketika munculkan diri untuk kedua kalinya ini, sebetulnya lohu mengira sudah tiada tandingannya lagi didunia ini, siapa tahu kau si hwesio cilik masih sanggup menandingi diriku, kejadian ini sangat diluar dugaanku, sebab itulah aku menghela napas....."
"Tapi jika berbicara dari orang-orang yang lain didunia ini, ternyata mereka tak mampu menahan sebuah pukulanmu, hal ini sangat menggembirakan hatimu, maka kau tertawa terbahak-bahak, bukankah demikian?"
sambung Goan cing taysu dengan cepat.
Mendengar perkataan itu, Cho Thian hua segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Haahh......haaahhh.......haaahhh......bagus, bagus sekali, Goan cing, kau memang pantas menjadi tandinganku"
"Terima kasih atas pujian dari sicu!"
Tiba-tiba Cho Thian hua mandengus dengan suara dalam, katanya lagi:
"Goan cing, kau jangan keburu merasa bangga lebih dahulu, bila berlangsung suatu pertarungan jarak lama, sudah dapat dipastikan kemenangan berada dipihakku."
Goan cing taysu tertawa hambar.
"Sicu memiliki ilmu silat yang luar biasa hebatnya, tentu saja pinceng ketinggalan jauh sekali, tapi didunia ini masih ada orang yang sanggup menandingi kepandaian itu"
"Hmmm, kau maksudkan Hoa Thian hong?" jengek Cho Thian hua sinis, ketika muncul kembali ke dalam dunia persilatan kali ini, akupun mendengar setiap orang menyanjung-nyanjung dirinya setinggi langit, padahal dasar terpenting dari ilmu silat adalah kesempurnaan dalam tenaga dalam yang sudah mencapai seratus dua puluh tahun hasil latihan ini.......? Hmm!"
Tiba-tiba Coa Wi wi mendengus dingin.
"Hmm....!" Berlagak sok, tidak pandang sebelah mata kepada orang lain, rasain kalau dikeokkan orang"
Cho Thian hua segera mengalihkan sorot matanya dan memperhatikan beberapa kejap diri Coa Wi wi, sekalipun dia adalah seorang gembong iblis yang lihay, bagaimanapun juga usianya sudah terlalu lanjut, dia sendiri pun tak tahu sampai kapan kehidupannya ini akan berlangsung.
Dalam suasana begini, ia merasakan juga dirinya yang sebatang kara dan hidup tanpa sanak keluarga itu.
Betul selama ini, rasa kesepian tersebut masih dapat diatasi, akan tetapi setelah bertemu dengan Coa Wi wi yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, terutama sikap polosnya yang manja dan menyenang kan itu, dengan cepat mendatangkan perasaan simpatik dan senang dihatinya yang tua, sebab itulah bukan saja ia tidak menjadi gurar oleh sindiran-sindiran si nona, sebaliknya makin dilihat semakin tertarik dan senang.
Akhirnya karena tak tahan, diapun berkata dengan lembut:
"Coa wi wi, jika kau bersedia menganggap lohu sebagai ayah angkatmu, lohu jamin kau pasti akan menjadi seorang jago paling lihay dalam dunia ini"
"Huuh ........! Kau sendiri saja bukan seorang jago lihay yang tiada tandingannya di kolong langit, mana mungkin bisa mendidik orang lain menjadi seorang jagoan yang paling hebat didunia?" ejek Coa Wi wi sambil mencibirkan bibirnya.
Mendengar perkataan itu, Cho Thian hua segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh.....haaahhh ........haah.........jika kau tak percaya, tanya saja kepada kongkong mu!"
Dengan wajah serius Goan cing taysu berkata:
"Pinceng mengakui bahwa diriku memang bukan tandingan mu. Hoa tayhiap berbakat bagus dan berilmu jauh diatas diri pinceng, belum tentu sicu dapat menandinginya, cuma yang pinceng maksudkan bukanlah Hoa tayhiap, melainkan sesorang yang lain"
"Siapa?" tanya Cho Thian hua dengan sepasang alis matanya berkenyit.
"Menurut dugaan pinceng hari ini orang tersebut pasti akan tiba disini, jika lo sicu mempunyai kegembiraan, silahkan saja menunggu beberapa waktu lagi"
Cho Thian hua kembali tertawa.
"Sebenarnya lohu ingin segera turun tangan melawanmu tapi setelah mendengar perkataanmu itu timbul rasa ingin tahu dalam
hatiku, ingin kukelahui malaikat darimanakah yang kau maksudkan itu? Heeeh.....heeeh......heeeh......sekalipun perbuatanmu itu hanya suatu siasat untuk menunda waktu, akupun merasa rela"
Lalu kepada Coa Wi wi katanya pula sambil tartawa:
"Budak cilik, persoalan kita lebih baik dibicarakan pula nanti saja!"
"Bagaimana jika kau yang kalah!" seru Coa Wi wi.
Cho Thian hua tertegun, lalu sahutnya sambil tertawa:
"Aaah...! Hal ini tak mungkin terjadi" Coa Wi wi gelengkan kepalanya berulang kali. "Suatu kejadian kemungkinan besar bisa terjadi manapun, aku lihat lebih baik kau mengambil keputusana lebih dulu, dari pada sampai waktunya malu untuk turun dari panggung!"
"Baiklah" kata Cho Thian hua kemudian sambil tertawa, "asal ada orang sanggup bertarung seimbang denganku, soal penerimaan murid tentu saja tak akan dibicarakan lagi, selain itu lohu akan menghadiahkan pula sebuah benda untukmu"
"Kalau sudah kalah bertarung nanti jangan mungkir lho!" teriak gadis itu keras-keras.
Cho Thian hoa mengerutkan dahinya, ia hendak marah rupanya, tapi senyum getir segera tersungging diujung bibirnya.
"Budak cilik, kau anggap aku sebagai manusia apa? Memangnya seperti bocah cilik saja seperti kau?"
Seraya berkata ia putar badan dan melayang turun dari tangga istana.....
Mendadak terdengar Ci wi siancu tertawa dingin, kemudian serunya:
"Cho loji, sekarang ku suruh kau merasakan kelihaiyan dari kami anggota perguruan Kiu tok sian ci!"
Waktu itu Cho Thian hua sudah sampai ditengah jalan, mendadak paras mukanya berubah hebat, cepat-cepat tubuhnya menyingkir sejauh enam tujuh kaki dari posisi semula, setelah melirik sekejap ke arah Biau nia sam sian dengan perasaan gemas, ia pejamkan matanya dan berdiri ditempat sambil mengatur pernapasan.
Sebagai manusia-manusia yang sudah terbiasa berwatak tinggi hati, apalagi selama mengandalkan ilmu beracun dari wilayah Biau belum pernah mengalami kegagalan, peristiwa memalukan yang hampir saja merenggut nyawa mereka bertiga ini membuat Biau nia sam sian menjadi malu bercampur gusar.
Semenjak tadi mereka sudah bertekad untuk membalas dendam atas sakit hati itu, tapi sayang tenaga dalam yang dimiliki Cho Thian hua terlampau tinggi, bukan suatu pekerjaan yang gampang buat mereka untuk meracuni jago tersebut.
Lan hoa siancu yang cerdik segera mendapat akal bagus, secara diam-diam ia memasang kembali tiga lapis racun jahat disekitar beranda istana, ia menduga Cho Thian hua yang bisa masuk ke istana dengan gampang, pasti akan berlalu pula dari situ dengan gegabah, betul juga ternyata kakek sakti itu segera termakan oleh siasat mereka.
Apa yang dikatakan Lan hoa siancu sebagai delapan belas lapis racun seperti yang diucapkan tadi, sebetulnya hanya omong kosong belaka tapi dalam kenyataan ia memang sudah memasang lima lapis racun disana, walaupun tidak sehebat racun Kiu tok ciang, namun termasuk juga racun-racun yang luar biasa hebatnya.
Siapa tahu dengan sangat mudahnya Cho Thian hua berhasil melewati tempat itu secara gampang, maka ketiga macam racun yang
disebarkan kali ini semuanya merupakan racun-racun yang diciptakan belakangan ini. kehebatannya tidak berada dibawah kehebatan racun Kiu tok ciang, apalagi dipergunakan bersama, kelihayannya benar-benar mengerikan.
Jilid XIV
Kepandaian melepaskan racun dari wilayah Biau terhitung tiada tandingannya didunia saat ini, semenjak Kiu tok siau ci mengundurkan diri dari keramaian keduniawian, secara resmi Lan hoa siancu lah yang memangku jabatan ketua perguruan, lewat penyelidikan yang tekun, ilmu beracun yang mereka miliki telah disempurnakan sedemikian rupa hingga memperoleh kemajuan yang pesat sekali.
Betul diwajahnya Cho Thian hua bersikap seolah-olah tidak pandang sebelah matapun terhadap perempuan-perempuan suku Biau itu, sesungguhnya ia tak berani bertindak gegabah, tanpa persiapan yang benar-benar sempurna bahkan diapun tak akan berani menembusi pertahanan lapisan racun mereka secara sembarangan.
Begitulah terdengar Li hoa siancu dengan perasaan cemas berseru:
"Taysu, cepat gunakan kesempatan ini untuk membinasakan setan tua tersebut!"
"Lolap mana boleh mencari keuntungan dikala orang lain belum siap?" pikir Goan cing taysu.
Berpikir demikian, ia lantas gelengkan kepalanya berulang kali sambil berkata:
"Sekalipun Cho Thian hua sudah keracunan, namun tenaga serangannya masih cukup mengerikan, tak boleh diserang secara gegabah!"
Menyaksikan Goan cing taysu enggan manfaatkan kesempatan baik itu, diam-diam Lan hoa siancu merasa gemas bercampur mendongkol sehingga menggertak gigi kencang-kencang, diam-diam makinya dihati:
"Hwesio goblok, hanya membuang buang tenagaku saja dengan percuma"
Bagaimanapun juga Goan cing taysu pernah menyelamatkan jiwa mereka semua, maka ia merasa tak enak hati untuk mendapratnya secara terang-terangan.
Sebagaimana diketahui, selamanya Biau nia sam sian bertindak menurut suara hati mereka sendiri, peraturan dunia persilatan boleh dibilang tidak berlaku bagi mereka, sekalipun begitu merekapun merasa tak enak untuk memaksa Goan cing taysu untuk turun tangan.
Selain daripada itu, merekapun mengerti bahwa apa yang diucapkan Goan cing taysu ada benarnya juga, seekor ular kecilpun ingin hidup terus, apalagi manusia.
Betul Cho Thian hua sudah keracunan, tapi manusia lihay itu masih tak boleh dipandang enteng, selain daripada itu, mereka bertiga pun sadar bahwa kekuatan gabungan mereka masih belum sanggup untuk menerima serangan terakhir darinya, maka dari itu dengan perasaan apa boleh buat terpaksa mereka membiarkan Cho Thian hua bersemedi untuk mendesak keluar sari racun dari tubuhnya:
Kok See piau yang menyaksikan kejadian itu tampaknya mereka tidak tenteram, ia segera berkelebat kebawah dan mendekati ke samping Cho Thian untuk bersiap siaga menghadapi segala sesuatunya yang tak diinginkan.
Menyaksikan gerakan tubuhnya yang sangat cepat itu, Biau nia sam sian Kembali merasa terperanjat, mereka tak menyangka kalau tenaga
dalam yang dimiliki Kok See piau saat ini ternyata sedemikian sempurnanya.
"Suheng, bagaimana perasaanmu? tanya Kok See piau dengan suara yang lirih.
Tiba-tiba Cho Thian hua melototkan sepasang matanya bulat-bulat, lalu menjawab dengan sinis:
"Hmm, kalau cuma sedikit racun begini, memangnya bisa mengapa- apakan diriku?"
Tangan kanannya segera diluruskan kedepan dengan jari telunjuk direntangkan kedepan, lalu bawa murninya dikerahkan untuk menembusi kulit ujung jarinya, tampaklah darah berwarna hitam setetes demi setetes menetes keluar tiada hentinya.
Ketika menyentuh lantai, berbunyilah suara gemerincing seperti suara tembaga yang beradu, dari sini dapat diketahui betapa keras dan hebatnya sari racun tersebut.
Setelah setetes, kembali meleleh keluar setetes, kemudian secara beruntun keluar dari belasan tetes darah hitam, saat itulah darah yang hitam sudah mulai berubah menjadi merah, tetesan yang keluar pun kian lama kian bertambah pelan sebelum akhirnya berhenti sama sekali.
Ternyata waktu yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan ini berlangsung hampir sepernanak nasi lamanya.
Kok See piau mendengus, katanya:
"Biar siaute yang membekuk tiga orang perempuan rendah itu!"
"Tak usah sute, serahkan saja kepadaku" jawab Cho Thian hua.
Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Goan cing tasyu, kemudian menambahkan:
"Goan cing, kau telah menyia-nyiakan suatu kesempatan yang sangat baik...."
Goan cing taysu mengerutkan dahinya, lalu berkata dengan tertawa:
"Maaf, pinceng tidak mengerti dengan apa yang sicu maksudkan"
Cho Thian hua tertawa, katanya:
"Sekalipun kalian cuma berpura-pura sok jujur dan sok berbelas kasihan, cuma lohu tetap menerima maksud baik itu, pokoknya aku tak akan membuat menjadi penasaran!"
Senyumannya tiba-tiba lenyap, sambil berpaling ke arah Biau nia sam sian ia mendengus dingin.
Mendesak keluar racun yang dilepaskan pihak Kiu tok sian ci dengan pengerahan tenaga dalam, boleh dibilang Cho Thian hua merupakan orang pertama yang melakukannya, terhadap kemampuan musuh yang amat dahyat itu, diam-diam Biau nia sam sian merasa amat terkesiap.
Kendatipun demikian, mereka enggan menunjukkan kelemahannya dihadapan orang lain, melihat sikap musuh, Lan hoa siancu segera berseru dengan dingin:
"Berpura-pura hebat, menggertak orang biar takut, tak mungkin gertakanmu itu menjerikan hati kami, Ingat saja, hutang ini setiap saat pasti akan ditagih oleh kami orang-orang dari Hu hiang kok"
Cho Thian hua mendengus gusar, agaknya ia berniat untuk turun tangan, akan tetapi berhubung ia sudah kehilangan banyak tenaganya dikala mendesak keluar sari racun dari tubuhnya, dan lagi iapun tahu bahwa Goan cing tasyu tak akan berpeluk tangan belaka, sebelum tenaga dalamnya pulih kembali seperti sedia kala, ia tak berani turun tangan secara gegabah.
Sambil menekan rasa gusarnya yang meluap-luap, dia ulapkan tangannya seraya berseru:
"Mari kita selesaikan dulu upacara yang tertunda, bagaimanapun juga perempuan-perempuan itu tak bakal sanggup melarikan diri dari sini"
Setelah melirik sekejap kearah Biau nia sam sian dengan pandangan menyeramkan, bersama Kok See piau ia berlalu meninggalkan tempat tersebut.
Biau nia sam sian pun segera menarik kembali jebakannya dan bersama-sama Goan cing tasyu dan Coa Wi wi menggabungkan diri dengan para pendekar lainnya.
"Ibu........!" dengan gembira Coa Wi wi memanggil ibunya sambil menubruk kedalam pelukan Coa hujin.
Oleh karena kekuatan musuh jauh lebih tangguh dan jauh diluar dugaan, semua orang tak sempat untuk membicarakan soal yang lain lagi.
sekembalinya ke barak sebelah barat, Bong Pay segera bertanya:
"Tasyu, sanggupkah kau untuk menangkan Cho Thian hua?"
Goan cing tasyu melirik sekejap ke arah mimbar upacara, dimana Kok see piau sedang melaksanakan upacaranya dengan hikmat, sementara para anggota perkumpulannya yang semula berada didepan mimbar, kini telah beralih ke belakang mimbar sehingga membicarakan tempat tersebut sebagai suatu arena kosong, tampaknya mereka telah bersiap-siap untuk turun tangan.
Goan cing tasyu mengatur sebentar pernapasan-nya lalu menarik kembali sorot matanya, dengan tawa dia menjawab:
"Kalau berbicara menurut keadaanku yang lampau, sekalipun tak bisa mengalahkan dirinya, paling tidak masih dapat bertahan seimbang tapi kini hawa murniku sudah berkurang banyak, sekalipun tidak menjadi halangan untuk bertarung dengan jagoan lainnya, tapi untuk menghadapi jago setangguh Cho Thian hua, lama kelamaan tenagaku pasti akan bertambah merosot, aku pikir keadaan tersebut sulit bagiku untuk mengatasinya"
Coa hujin yang mendengar perkataan itu menjadi terkejut, segera serunya:
"Kenapa kau orang tua...."
"Inilah yang dinamakan takdir" tukas Goan cing taysu, "buat apa anak Siao musti banyak bertanya?"
Ketika mendengar perkataan itu, rasa murung dan kuatir Bong Pay sekalian bertambah membara, sebetulnya semua orang mengharapkan Goan cing taysu bisa menahan kelihayan Cho Thian hua tapi keadaan tersebut ternyata tidak seperti yang diharapkan, hal mana membuat posisi yang mereka hadapi menjadi bertambah bahaya.
Tiba-tiba Coa Wi wi berkata dengan manja:
"Kongkong, bukankah tadi kau mengatakan ada orang yang mampu melawan Hoa bangka terse but, benarkah perkataanmu itu?"
"Tentu saja berar!" jawab Goan cing taysu sambil tersenyum.
Bong Pay yang berada disampingnya menjadi tak tahan, buru-buru tanyanya dengan cepat:
"Siapakah jago lihay itu? Apakah tausu bersedia memberitahukan kepada kami semua?" Goan cing taysu tersenyum. "Tentu boleh saja!"
"siapa?" tanya Coa Wi wi tak sabar lagi. Goan cing taysu memandang sekejap ke arah semua orang yang hadir disitu, kemudian katanya:
"Orang itu bukan lain adalah ji kongcu dari keluarga Hoa!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan semua orang menjadi tertegun, walaupun mereka sadar bahwa Goan cing taysu tak akan berbicara sembarangan apalagi membohongi mereka, tapi kenyataan tersebut sungguh membuat mereka tak percaya.
Tiba-tiba Hoa Ngo berkata: "Sekalipun tenaga dalam yang dimiliki Liong ji telah peroleh kemajuan yang amat pesat, rasanya tak mungkin ia bisa mencapai taraf yang sedemikian hebatnya bukan?"
"Tentu saja dibalik kesemuanya ini dikarenakan masih ada alasan alasan tertentu....."
Ketika berbicara sampai ditengah jalan, mendadak ia merasa tak baik untuk menceritakan soal penggunaan Wao kong koan teng yang telah digunakannya untuk menambah tenaga pada diri Hoa In liong itu kepada semua Orang, maka secara tiba-tiba saja ia menutup mulut.
Melihat pendeta itu tutup mulut secara tiba-tiba, semua orang lantas tahu bahwa dibalik kesemuanya itu pasti ada sebab-sebab tertentu, maka merekapun tidak mendesak lebih lanjut.
Dengan nada kuatir dan penuh perhatian Pek Soh gi berkata"
"Liong ji terlalu berani dan sembrono, tentunya ia sudah banyak mendatangkan kesulitan dan kerepotan pada diri taysu?"
"Aaaah...! Kenapa Bong hujin musti berkata demikian...." kata Goan cing taysu sambil tersenyum.
"Taysu, dimanakah Hoa ji kongcu pada saat ini?" mendadak Tam Si bin yang berdiri disamping bertanya.
Haputule bertanya pula.
"Tolong tanya taysu, sampai kapan Hong ji baru akan tiba disini? Kenapa ia tak datang bersama-sama taysu?"
Sekarang ia sedang repot menyembuhkan sekawan jago lihay yang kena racun jahat dari Mo kau, dewasa ini para jago lihay dari para perkumpulan besar telah berkumpul semua di sini, inilah kesempatan yang paling baik baginya untuk menolong mereka serta membebaskan orang-orang itu dari ancaman musuh"
Dengan kening berkerut Ting Ji san segera menimbrung.
"Persoalan ini merupakan suatu masalah yang amat besar, masa boleh membiarkan dia repot seorang diri? Sepantasnya kalau ia minta bantuan dari rekan-rekan lainnya"
"Yaa taysu" kata Ho Kee sian, pula, "apakah kau dapat menjelaskan kepada kami dimanakah Liong sauya berada saat ini, lohu akan segera menyusul kesana"
Sekarang Hoa In liong sudah menjadi pucuk pimpinan dari para pendekar, ia dianggap sebagai satu-satunya harapan dari semua jago, otomatis ke selamatan jiwanya amat menarik pula perhatian semua rekan-rekan sealiran, maka berbondong-bondonglah mereka mengajukan pertanyaan.
Goan cing taysu yang harus menghadapi berondongan pertanyaan sebanyak itu menjadi kewalahan, akhirnya diapun tidak berbicara apa- apa lagi kecuali menutup mulut sendiri rapat-rapat.
Mendadak dari balik barak musuh, melompat keluar Sik Ban cuan. Setibanya ditengah arena, serunya kepadanya para pendekar yang berada dibarak seberang:
Ku Ing ing berada dimana?
Baik Cu Im taysu maupun Haputule jadi tertegun dibuatnya, mereka sudah keheranan ketika dilihatnya Tiang heng Tokoh tidak datang bersama Coa Wi wi, sebenarnya masalah ini sudah akan ditanyakan sedari tadi tapi karena persoalan Hoa In liong, urusan itu menjadi tersisihkan untuk sementara waktu.
Setelah pihak Kiu im kau menegur secara langsung sekarang, mereka baru mulai gelisah dibuatnya.
Dengan sepasang kening berkerut, Haputule bertanya kepada Coa Wi wi:
"Nona Coa, apakah Giok teng hujin tidak datang?"
Belum sempat Coa Wi wi menjawab, tiba-tiba dari arah mulut lembah terdengar seseorang menyahut dengan suara dingin: "Tiang heng berada disini"
Ketika Coa Wiwi berpaling maka nampaklah dari balik jalan tembus dimulut lembah itu, pelan-pelan muncul Tiang heng Tokoh, di belakangnya mengikuti seorang perempuan cantik berbaju ungu yang berambut panjang dan bergaun panjang pula.
Diam-diam ia merasa amat gelisah, pikirnya:
"Aaaii....! Mau apa bibi Ku datang kemari?"
Ia lantas bangkit berdiri untuk menyambut kedatangannya.
Bong Pay, Cu Im taysu serta Hapulule sama-sama beranjak pula dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari barak.
Disebelah sini ia merasa gelissh. Bwe Su yok yang berada diseberang sanapun tertegun, pikirnya pula.
"Sewaktu berada diluar kota Thian ki sut shia tempo hari, sengaja aku mengikat janji ini, apakah dengan kecerdasanmu masih tak jelas dengan maksud hatiku ini?"
Sementatara itu, Sik Ban cian telah mengalihkan sinar matanya memandang sekejap kearah Tiang heng Tokoh, lalu sambil tertawa dingin, katanya:
"Bagus, bagus sekali, akhirnya kaudatang juga!" Sambil memutar badannya menghadap Bwe Su yok, ia memberi hormat dari kejahuan lalu berkata:
"Harap kaucu menurunkan perintah!"
Bwe Su yok mengernyitkan alis matanya, dengan memegang toyanya pelan-pelan ia bangkit berdiri.
"Kenapa musti merepotkan kaucu?" kata Un Yong ciau tiba-tiba, serahkan saja persoalan ini kepada hamba"
"Dalam keadaan dan situasi semacam ini pun, kaucu merasa perlu untuk memberikan sedikit keterangan dan pertanggungan jawabnya didepan para enghiong yang sedang berkumpul disini" kata Bwe Su yok dingin.
Un Yong ciau merasa agak tertegun, lalu katanya:
"Hamba tak tahu, akan hamba iringi perjalanan kaucu"
Bwe Su yok manggut-manggut, kedua orang itupun berjalan menuju ketengah arena. Dengan pandangan hambar, Tio heng Tokoh menyapu sekejap sekeliling arena, lalu sambil ulapkan tangannya ia berseru:
"Che giok kau boleh kesana"
Pui Che giok tertegun, kemudian katanya:
"Che giok bersedia menemani no....... tootiang!"
Dengan dingin Tiang heng Tokoh berseru:
"Bagaimanapun juga kau adalah seorang kaucu dari suatu perkumpulan, bersikaplah seperti dulu, nah pergilah!"
Ketika dilihatnya Pui Che giok masih berdiri tak bergerak, ia menghela napas dihati kemudian katanya dengan gusar:
"Bagaimana pun juga aku sudah bukan majikanmu lagi, kalau kau tak mau turuti perkatanku juga terserah dirimu sendiri"
Mendengar perkataan itu, mula-mula Pui Che giok agak tertegun, menyusul kemudian air matanya jatuh bercucuran membasahi pipinya, setelah memberi hormat ia berjalan menuju kebarak sebelah barat.
Setelah berjumpa dengan empat orang itu, ia maju menyongsong dengan cepat sambil katanya:
"Kalian berempat menonton dulu dari samping, bila nona menjumpai bahaya nanti rasanya belum terlambat untuk turun tangan, sekarang kalian tak perlu untuk maju menjumpai dirinya"
"Bila Pui" kata Coa Wi wi dengan kening berkerut, "terang-terangan bibiku tak perlu datang, kenapa ia muski datang mencari kesulitan buat diri sendiri?"
Dengan sedih Pui Che giok menjawab:
"Nak, masih banyak urusan yang harus ia selesaikan, kau tak akan mengerti"
Sambil berkata, tak bisa ditahan lagi air matanya jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Dengan dahi berkerut Bong Pay segera berkata:
"Cepat atau lambat persoalan ini memang harus diselesaikan, biar aku orang she Bong mencari orang-orang Kiu im kau untuk mem bicarakan persoalan ini"
Seraya berkata dia lantas berjalan menuju ke arah Bwe Su yok.
Buru buru Pui Che giok berseru: "Bong tayhiap, apakah kau berbuat demikian untuk membalas budi kepadanya?"
Bong Pay berhenti, lalu sahutnya sambil berpaling:
"Adakah sesuatu yang tak benar?"
Kiranya ketika ia menderita luka parah dalam pertemuan Kian ciau tay hwe tempo dulu, seandainya tiada selembar daun lengci dari Giok teng hujin, mungkin jiwanya sudah melayang.
Betul kejadian itu sudah lewat puluhan tahun, namun budi kebaikan tersebut masih melekat didalam hatinya, ia merasa budi tersebut harus dibalas walau berada dimana dan kapan saja,
Pui Che giok berkata:
"Jika kau ikut munculkan diri, maka suatu pertarungan sengit pasti akan berkobar, dan Kiu im kau pasti akan turun tangan lebih dulu, itu berarti besar kemungkinannya perkumpulan ini akan musnah paling dulu dari muka bumi"
"Kalau bisa demikian hal ini lebih bagus lagi!" jawab Bong Pay.
Tapi tahukah kau akan kesulitan yang dialami nonaku? Bagaimanapun juga ia berasal dari Kiu im kau, dia tak ingin menyaksikan Kiu im kau hancur berantakan dan musnah dari muka bumi, apalagi kejahatan yang dilakukan pihak Kiu im kau tidak terhitung seberapa besar, bila ingin menjadi biang keladi dari semua kejahatan yang berlangsung selama ini, maka kita harus mencari langsung kepada pihak Hian beng kau serta Mo kau. Bong tayhiap, bila kau masih teringat dengan kebaikan nona kami, maka kau harus memikirkan pula kepentingan nona kami"
Bong Pay termenung sebentar, kemudian dengan kening berkerut katanya:
"Tapi jika pihak Kiu im kau membuka serangan lebih dahulu, bagaimanapun juga kita harus menghadapinya dengan sepenuh tenaga"
Pui Che Giok menghela napas panjang.
"Situasi jauh lebih serius dari orangnya, andaikata memang sampai terjadi begini, terpaksa kita pun harus bertindak pula"
Agaknya Bwe Su yok sendiripun merasakan pikiran-nya gundah dan tak tenang, jarak yang sedemikian pendeknya ternyata harus dilalui dalam waktu yarg relatif cukup lama.
Dalam waktu sekian panjang, pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, tapi tak sebuah pun diantaranya yang bisa membebaskan
simpul mati yang sedang dihadapinya itu, diam-diam ia menghela napas panjang.
Setelah berdiri tegak, ia memandang sekejap ke arah Tiang heng Tokoh, kemudian dengan nada kesal serunya: "Kau........."
Belum lagi perkataan tersebut dilanjutkan tiba-tiba terdengar suara pekikan yang amat nyaring berkumandang diangkasa dan memotong perkataan tersebut.
Suara pekikan tersebut mengalun diangkasa dan berkumandang tiada hentinya, suara yang panjang dan berkepanjangan membuat seluruh angkasa serasa ikut begetar keras.
Tapi anehnya, walaupun suara pekikan itu amat nyaring, namun dalam pendengaran semua orang justru terasa lembut dan enak di dengar seperti jeritan burung hong atau naga, tak bisa diragukan lagi pekikan nyaring itu jelas berasal dari seorang jago persilatan yang berilmu tinggi.
Setiap jago yang hadir di arena segera berubah wajahnya, mereka tahu bahwa disitu telah kedatangan seorang jago persilatan yang berilmu sangat lihay.
Paras muka Cho Thian hua ikut berubah hebat, tiba-tiba serunya dengan suara lantang.
"Apakah yang datang adalah Hoa Thian hong?"
Suara pekikan nyaring itu makin mendekat dan akhirnya berhenti, menyusul kemudian seseorang menjawab dengan lantang.
Kalau hanya persoalan semacam ini saja buat apa musti merepotkan kehadiran ayahku? Aku adalah Hoa Yang!"
Aaaa, dia adalah Jiko!" jerit Coa Wi wi kaget.
Bibirnya segera bergetar siap berteriak memanggil pemuda itu.
Tiba-tiba Coa hujin menegur dengan suara dalam.
Anak Wi, jangan berisik!
Diantara sekian banyak jago yang hadir disitu, Seng To cu boleh dibilang paling terkesiap, sambil melompat bangun gumamnya seorang diri.
Heran, ternyata bocah muda itu masih hidup, lagi pula tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan sepesat ini, heran, heran, sungguh mengherankan!
Kok See piau menjadi tercengang dan tidak habis mengerti pikirnya:
"Heran, sedari kapan bocah cilik dari keluarga Hoa memiliki ilmu silat selihay ini?"
Berpikir sampai disitu, dengan suara rendah ia pun berbisik:
"Asal bocah keparat itu munculkan diri nanti, harap suheng membunuhnya dengan sepenuh tenaga"
"Apa yang musti dikatakan lagi" jawab Cho Thian hua dingin.
Sorot matanya segera dialihkan keatas tebing sebelah timur kemudian bentaknya:
"Bocah keparat dari keluarga Hoa, kenapa kau tidak turun kemari?"
Sementara itu, semua orang sudah tahu kalau suara tersebut berasal dari puncak tebing sebelah timur, sorot mata mereka semua segera dialihkan ke sana.
Dengan demikian, pertikaian antara Kiu im kau dengan Ku ing ing pun menjadi tertunda untuk sementara waktu.
kedengaran Hoa In liong tertawa nyaring kemudian menegur:
"Kau kah yang bernama Cho Thian hua?"
Mendengar ucapan tersebut, dengan kening berkerut Cho Thian hua segera menghardik.
"Bocah keparat, tak tahu adat!"
Hoa In liong kembali tertawa nyaring, ucapnya:
"Orang kuno bilang, hidup berusia tujuh puluh tahun manusia sudah dianggap tua, tahun ini kau berusia dua kali tujuh puluh tahun, seharusnya boleh dianggap orang tua yang sudah tua, semestinya Hoa Yang harus menghormati kau sebagai seorang locian pwe, sayangnya kau membantu kaum laknat berbuat kejahatan dan mendatangkan bencana bagi umat persilatan, jadinya akupun musti beranggapan lain terhadapmu"
Cho Thian hua menjadi gusar sekali setelah mendengar perkataan itu, ia mendengus dingin, lalu dampratnya:
"Bocah keparat, bau tetekmu saja belum hilang, begitu berani kau sindir lohu dengan kata-kata tak sedap, hmm! Lohu mesti baik-baik memberi pelajaran kepadamu"
Hoa In liong tertawa terbahak bahak.
"Haaahh......haaahh......haaahhh.....kalau ingin pelajaran silahkan naik sendiri kemari, maaf kalau aku malas turun kesitu"
Tak terlukiskan hawa amarah yang berkobar didada Cho Thian hua, dia melirik sekejap ke arah Kok See piau kemudian katanya "Sute, biar Ih heng naik kesana untuk meringkus bocah keparat tersebut......
"Untuk menghadapi bocah keparat dari keluarga Hoa, kenapa suheng musti menurunkan gengsi sendiri?" jawab Kok See piau dengan kening berkerut, biar kuutus orang lain saja.
Dengan cepat Cho Thian hua gelengkan kepalanya berulang kali.
"Ilmu silat yang dimiliki bocah keparat itu tidak lemah, aku kuatir orang tak akan mampu mengapa-apakan dirinya"
"Selihay-lihaynya bocah keparat itu, aku tak percaya kalau ia lebih hebat dari pada Leng lam it khi (manusia aneh dari propinsi Leng lam), biar kuutus saja dirinya untuk meringkus bangsat itu"
Cho Thian hua termenung dan berpikir sebentar, kemudian sahutnya:
"Baiklah!"
Kok See piau lantas berpaling ke arah Leng lam it khi seraya perintahnya:
"Harap Koan lojin suka naik ke atas untuk membekuk bajingan cilik itu....!"
0000O0000
56
Nama asli dari Leng lam it khi adalah Cu It koan, jarang sekali umat persilatan mengetahui nama aslinya itu. Berbicara soal ilmu silat, ia termasuk tiga orang terdepan dari perkumpulan Hian beng kau, atau dengan perkataan lain, diutusnya jago tua ini oleh Kok See piau sesungguhnya merupakan suatu kehormatan bagi Hoa In liong.
Leng lam it khi memberi hormat lalu maju kedepan, tanpa berbicara bayangan tubuhnya segera berkelebat lewat dan lenyap dari pandangan mata.......
Para pendekar dibarak barat yang menyaksikan kejadian itu, diam-diam merasa kuatir juga bagi keselamatan Hoa In liong, meski mereka sudah mendengar penjelasan dari Goan cing taysu.
Tak sampai seperminum teh kemudiaa, tiba-tiba tampak Leng lam it khi muncul diatas tebing sebelah timur, dari situ jago tua tersebut berteriak dengan suara lantang:
Lapor sinkun, hasil pencarian menunjukkan bahwa bayangan tubuh Hoa Yang telah lenyap tak berbekas"
"Tak mungkin bajingan cilik dari keluarga Hoa itu melarikan diri pikir Kok See piau.
Berpikir demikian dia lantas mendongakkan kepalanya sambil berteriak keras:
"Hoa Yang, kau betul-betul sudah membuat malu orang-orang keluarga Hoa, kalau berani orang sombong, kenapa sebelum bertarung sudah kabur lebih dulu?"
Baru selesai ucapan tersebut diutarakan, tiba-tiba terdengar suara gelak tertawa yang amat nyaring berkumandang datang dari atas tebing sebelah barat.
Dalam kejutnya, semua orang lantas berpaling kearah mana berasal nya suara tersebut....
Tampak seorang pemuda tampan yang gagah perkasa berdiri angker diatas puncak tebing sebelah barat dia menggunakan jubah yang per-lente dengan pedang tersoren dipinggang dan kipas ditangan, tampang maupun dandanannya persis seperti seorang kongcu keturunan hartawan.
Siapa lagi orang itu kalau bukan Hoa jiya dari bukit Im tiong san?
Terdengar si anak muda itu tertawa terbahak-bahak, kemudian dengan suara lantang berseru:
"Kok See piau, kau punya mata seperti orang buta, kalau mengutus orang semestinya diberitahu tempatnya yang tepat, buat apa kau suruh dia ke puncak tebing seberang? Cho Thian hua kau yang menyebut dirinya sebagai Liok tee sin sian pun sungguh tak becus, masakah kau tak tahu kalau aku orang she Hoa berada disini?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, bukan saja Cho Thian hua dan Kok See piau menjadi malu bercampur gusar, bahkan kawanan jago lihay lain pun diam-diam merasa malu sendiri.
Tiba-tiba terdengar Coa Cong gi bertanya: "Kongkong bukankah adik Im liong berada di tebing seberang? Sedari kapan ia sudah berpindah tempat?"
Walaupun Goan cing taysu berada disampingnya, akan tetapi berhubung pemuda ini sudah terbiasa bicara keras dan nyaring, maka pertanyaan itupun dapat didengar oleh setiap orang yang berada dibarak tersebut.
Berhubung sebagian besar memang tidak tahu keadaan yang sebenarnya, maka para jago yang berada dalam barak itu sama-sama memusatkan perhatiannya untuk ikut mendengarkan penjelasan tersebut.
Goan cing taysu tersenyum, kemudian katanya:
"Sejak awal sampai akhir Liong ji bersembunyi terus diatas puncak tebing itu, tapi dengan pantulan hawa murninya yang sempurna ia telah mengirim getaran suaranya ketebing seberang, sehingga hal mana membuat orang mengira kalau dia ada disitu padahal sesungguhnya tidak demikian, pemutaran posisi yang sebenarnya ini cukup membingungkan banyak orang, cuma saja sebelumnya aku sudah tahu lebih dulu, maka aku tak sampai terkecoh pula olehnya"
Mendengar keterangan tersebut, Hoa ngo segera tertawa rendah, katanya. "Sejak kecil bocah ini dasarnya memang binal, tak disangka dalam situasi beginipun ia masih tak lupa untuk mempermainkan pihak Hian beng kau, betul-betul kebangetan"
Hoa In liong dibesarkan bersama dengannya dalam perkampungan, kebinalan mereka boleh dibilang setali tiga uang, ini membuat hubungan kedua orang ini sangat akrab melebihi siapa pun.
Karenanya meski ia berbicara dengan nada menegur, padahal tak terbendung rasa girangnya yang meluap dihati.
Dalam pada itu, Cho Thian hua telah tertawa dingin tiada hentinya.
"Heehh......heehh.....hheeeh.......kalau Cuma menghimpun tenaga menyalurkan getaran suara mah terhitung suatu kepandaian kecil, jauh kalau dibandingkan pembagian suara berubah menjadi getaran, bocah keparat, apa yang musti kau banggakan?"
"Haaah.....haaahh.....haah...siapa bilang aku merasa bangga?" jawab Hoa In liong sambil tertawa nyaring, "aku cuma merasa bahwa perkumpulan anda cukup menggelikan hati"
Kok See piau berusaha keras untuk menekan hawa amarahnya yang berkobar dalam hatinya, kemudian tertawa seram.
"Hoa Yang!" dia berseru "Hoa Thian hong takut mampus tak berani datang, kalau memang kau yang dikirim untuk menghantar kematian, setelah sampai disini kenapa tidak turun kemari?"
Hoa In liong tertawa.
"Aku lihat napsu membunuh Sin kun sudah berkobar-kobar, apalagi bermaksud mencabut nyawaku, aku orang she Hoa merasa takut sekali, buat apa aku musti turun untuk menghantar kematian?"
Jawaban ini segera membuat Kok See piau menjadi tertegun, tapi sejenak kemudian sambil tertawa dingin katanya:
"Keluarga Hoa bisa muncul keturunan macam kau hemm...hemm..... betul-betul suatu kejadian yang sangat aneh"
Hoa In liong tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh.... haaahhh.....haaahhh.... ucapan Sinkun memang benar, benar aku memang terhitung keturunan paling tak becus dari keluarga Hoa"
Saking mendongkolnya, kalau bisa Kok See piau ingin mencincang tubuh Hoa In liong menjadi berkeping keping, maka ketika dilihatnya ia gagal memancing pemuda itu turun ke bawah, sebenarnya ia ingin mengutus orang untuk naik lagi ke atas, tapi iapun merasa tindakan ini terlalu gegabah dan menurunkan derajat sendiri, maka untuk sesaat ia hanya berdiri termenung tanpa mengetahui apa yang musti dilakukan.
Menyaksikan ia terbungkam, Hoa In liong memutar biji matanya, lalu berkata sambil tertawa:
"Kok See piau, aku orang she Hoa mempunyai suatu persoalan maha besar yang bisa membuat kau merasa amat terkejut, inginkah kau untuk mendengarnya?"
"Di kolong langit masih belum ada persoalan yang bisa membuat pun sinkun merasa terkejut" jawab Kok See piau dingin.
"Oooh...... jadi kalau begitu, kau tak ingin mendengarnya?" ucap Hoa In liong sambil tertawa.
Kok See piau tertawa dingin, pikirnya"
Entah apa yang menyebabkan bajingan cilik itu bersikap demikian?"
Mendengar dari balik barak sebelah tengah melompat keluar seseorang yang langsung berseru kepada Hoa In liong.
"Keparat cilik she Hoa, kau mempunyai berita apa yang cukup mengejutkan bagi orang? Bila Kok See piau enggan mendengarkan, biar lohu saja yang mendengarkan"
Semua orang segera mengalihkan perhatian-nya ke arah orang itu.....
Dia adalah seorang kakek bermata merah yang bertulang kening tinggi dengan pipi yang peyot, rambutnya disanggul ala iman tapi mengenakan baju preman, bentuk wajah aneh sekali dan ternyata tak dikenali oleh kawanan jago yang hadir disitu.
Meski demikian semua orang tak berani mentertawakan keanehan bentuk wajahnya sebab setiap orang tahu bahwa pelbagai macam manusia telah berkumpul disitu, kalau orang ini tidak memiliki ilmu silat yang lihay, tak mungkin dia berani angkat bicara di hadapan orang banyak.
Hoa In liong mengaaihkan sinar matanya ke wajah orang itu, ketika dikenalinya sebagai Kiong Hau, ia lantas tertawa terbahak bahak
Haaahh.......haaah.......haaahh.......rupanya kau, kemana larinya Gai Gi hong?"
Dari dalam barak segera melompat keluar Im heng jiu (tangan sakti angin dingin) Gai Gi hong yang bercodet dipipi kirinya dengan mata tunggal itu, katanya dengan nyaring:
"Ada urusan apa kau panggil loya mu?"
"Haahh......haaahh...... haaahh.......mungkin saja kalian bukan cuma berdua saja, tapi diantara sekian banyak manusia, kalian toh tetap tersendiri dengan kekuatan yang minim, tiada keuntungan apa-apa yang bisa kalian raih dari sini, menurut anjuranku, alangkah baiknya kalau mumpung masih ada kesempatan, cepat kabur sejauh-jauhnya dari sini"
"Kentut busukmu!" bentak Gai Gi hong gusar.
"Yaa, yaa, sekarang tidak percaya, tunggu saja nanti! Tahu rasa bakalnya"
Tiba-tiba terdengar Pho Siu berseru dengan nyaring:
"Paras muka saudara Kiong telah mengalami perubahan berat, maaf jika siaute tak bisa mengenali dirimu. Aku tahu bahwa kau serta Saudara Gui mempunyai dendam sedalam lautan dengan keluarga Hoa, meski Hoa Goan siu sudah mampus, Bun Siau ih serta anak cucunya masih hidup segar bugar, itu berarti kita menghadapi musuh yang sama, apa salahnya jika kalian berdua pindah saja kemari dan duduk bergabung dengan kami semua?"
"Siaute datang kemari cuma menonton keramaian belaka, dan tidak berniat mencari permusuhan dengan orang, maksud baik saudara Phoa biar kuterima dihati saja" kata Kiong Hau hambar.
Ketanggor batunya, merah padam selembar wajah Phoa Siu karena jengah, diam-diam dampratnya:
"Tua bangka sialan, betul-betul tak tahu diri!"
Dalam pada itu terdengar Hoa In liong berkata lagi sambil tertawa.
"Kiong Hau, aku orang she Hoa menghormati dirimu sebagai seorang enghiong yang gagah perkasa, andaikata kau......"
"Tak usah banyak bicara" tukas Kiong Hau dengan cepat, "lohu tidak ambil perduli apakah kau akan menghormati diriku atau tidak?"
Hoa In liong tertawa hambar ujarnya: "Paham yang berada tak mungkin berkomplot anggap saja aku orang she Hoa terlalu banyak mulut"
Setelah berhenti sejenak, ia berkata lebih jauh:
"Kau tahu kemana perginya Tang Kwik siu?"
Tiba-tiba terdengar Hong liong berseru dengan suara menyeramkan:
"Kemana lagi? Tentu saja pergi membunuh habis kalian kawanan manusia munafik yang berlagak sok suci!"
Hoa In liong pura-pura tidak mendengar akan pembicaraan tersebut, katanya lebih lanjut:
"Kau tahu Tang Kwik siu mengandung maksud keji dengan menanam bahan peledak disekeliling lembah ini, dia bermaksud membasmi kita semua jikalau keadaannya tidak menguntungkan"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, semua orang merasa terperanjat, betul mereka tidak percaya seratus persen, toh sinar mata semua orang di alihkan jaga kearah orang-orang Mo kau, tidak terkecuali pihak Hian beng kau maupun Kiu im kau.
Hong liong menjadi gusar sekali sehabis mendengar perkataan itu, bentaknya keras-keras:
"Bajingan cilik kau lagi berkentut!" Hoa In liong tertawa.
"Kalau bukan begitu, kemana kaburnya gurumu?"
"Ciss! Kau anggap jejak guru taoya mu pantas diberitahukan kepadamu?" kata Hong Liong gusar.
"Haahh......haahh.....haahh.... tentu saja tidak pantas, tapi aku merasa agak curiga terhadap gerak-gerik gurumu belakangan ini"
"Anjing kecil tak usah mengaco belo" teriak Hong Liong gusar, "suhu toayamu tereng-terangan berada di......"
Mendadak ia menyadari akan kehilafannya buru-buru mulutnya membungkam kembali.
Tadi justru dengan sikapnya yang berusaha merahasiakan jejak gurunya ini, orang malah semakin curiga terhadapnya, sinar mata semua orang semakin lekat mengawasi wajah nya, seakan-akan mereka semua berusaha untuk mencari suatu titik kecurigaan dari mimik wajahnya.
Dasar berangasan, hal mana kontan saja membangkitkan hawa amarah dalam hatinya namun ia lebih-lebih tak sanggup untuk berbicara lagi.
Waktu itu Hoa In liong berdiri seorang diri diatas puncak tebing dengan kawanan jago dari dunia persilatan berada dibawah lembah, walaupun berhadapan dengan musuh tangguhh ternyata sikapnya berbicara maupun menggoda orang amat leluasa, seakan-akan ia tak pandang sebelah matapun terhadap orang lain, ini membuat pihak Hian beng kau, Kiu im kau serta Mo kau dibuat agak keder juga.
Setelah dikacau oleh anak muda itu, situasi dalam arena berubah menjadi lebih kuat, melihat itu Bwe Su yok mengerutkan dahinya, lalu dengan ilmu menyampaikan suara bisiknya kepada Un Yong ciau serta Sik Ban cian:
"Huhoat berdua, situasi semacam ini sama sekali bukan saat yang paling baik untuk menyelesaikan pelbagai persoalan"
"Tapi bagaimanapun juga penghianat itu harus diberi hukuman!" seru Sik Ban cian cepat-cepat dengan ilmu menyampaikan suara pula.
"Sik huhoat!" tegur Bwe Su yok dengan suara dalam, "apakah kau ingin menyaksikan perkumpulan kita hancur dan musnah dari muka bumi?"
Baik Un Yong ciau maupun Sin Ban cian bukannya tidak tahu bahwa pertarungan yang terjadi pasti akan mengundang campur tangan dari pihak para pendekar, seandainya pertempuran sengit sampai berkobar, lantas pihak Hian beng kau dan Mo kau hanya berpeluk tangan belaka, sudah bisa dipastikan pihak Kiu im kau akan terancam bahaya besar.
Berpikir sampai kesitu, Sik Ban cian segera mengerutkan dahinya rapat-rapat dan tidak berbicara lagi.
Dipihak lain, Coa Wi wi telah memutar biji matanya kian kemari, tiba-tiba ia peroleh akal bagus, maka dengan ilmu menyampaikan suara Coa im ji mi, bisiknya kepada Tiang heng Tokoh:
"Bibi Ku, mengertikah kau akan maksud kemunculan jiko itu?"
Tentu saJa Tiang heng Tokoh mengerti bahwa kemunculan Hoa In liong tak lain adalah hendak mengacau suasana sehingga membuat pihak Kiu im kau tidak mampu melakukan niatnya.
Diam-diam ia berpikir:
"Aaaai......! Bocah, buat apa kau musti berbuat demikian?"
Sementara itu terdengar Coa Wi wi berkata lagi:
"Bibi Ku, jika kau menyayangi perkumpulan Kiu im kau maka sepantasnya jika kau mengundurkan diri lebih dulu, berilah kesempatan kepada kami untuk menghadapi Hian beng kau atau Mo kau terlebih dulu"
Tiang heng Tokoh berpaling, bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun niat itu kemudian dibatalkan.
Menyaksikan keadaan tersebut, Coa Wi wi tahu bahwa hatinya sudah tertarik, ia menjadi girang sekali, cepat teriaknya lagi:
"Bibi Ku, cepat kemari!"

Bara Maharani - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang