Jilid 7 : Siang Tang Lay, jago pedang sakti

2K 29 0
                                    

SETELAH pria itu menangis, maka Chin Wan-hong, Biau-nia Sam-sian, tiga harimau dari keluarga Tiong yang teringat akan kematian Hoa Thian-hong sama-sama tak dapat menahan diri dan ikut menangis pula.

Dewa yang suka pelancongan Cu Tong adalah salah seorang diantara sepasang dewa bersama-sama dengan Dewa geledek, sedang Suma Tiang-cing adalah saudara angkat diri Hoa Goan-siu, walaupun sanak namun mereka adalah sahabat karib, semua orang segera diliputi oleh kesedihan membuat suasana penuh diliputi kedukaan.

Dengan susah payah, akhirnya terdengar panitia berseru kembali, "Dipersilahkan para orang gagah yang tergabung dalam kelompok perkampungan Liok Soat Sanceng mengundurkan diri...."

Semua orang dengan menahan sedih dan air mata, mengundurkan diri kembali kedalam barak, panitia segera mempersilahkan orang-orang dari perkumpulan Sin-kie-pang maju memberi hormat.

Dengan dipimpin oleh Pek Siau-thian, ratusan orang anggota perkumpulan Sin-kie-pang sama-sama maju kedepan untut memberi hormat kepada arwah-arwah anggota perkumpulan Sin-kie-pang yang gugur dalam pertemuan besar Pek beng hwee.

Haruslah diketahui, upacara penghormatan untuk arwah yang telah tiada merupakan adat yang dipegang teguh setiap orang pada masa itu, arwah yang telah tiada dianggap sebagai orang besar. Karena itu meskipun Pek Siau-thian adaloh seorang ketua perkumpulan namun sikapnya selama upacara selalu serius dan bersungguh-sungguh, hal ini dimaksudkan asar menarik simpati dari anak buahnya.

Setelah perkumpulan mereka, maka giliran Hong-im-hwie maju memberi hormat.

Baru Saja pihak Perkumpulan Hong-im-hwie selesai melakukan penghormatan, tiba-tiba dari luar lembah Cu-bu-kok secara lapat-lapat dengaran tangisan setan.

Setelah itu, tampaklah para jago perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw yang bertugas diluar lembah sama-sama lari terbirit-birit masuk kedalam lembah, dua orang imam dari Thong-thian-kauw dengann wajah pucat pias lari menuju kehadapan Thian Sengji, tangannya menuding keluar lembah dengan gemetar, beberapa saat kemudian mereka baru mampu bersuara.

"Lapor Tamcu, setan-setan penasaran yang telah mati dengan darah mengalir dari ketujuh lobang inderanya itu, te.... telah.... telah hidup kembali!"

Mendengar laporan itu, Thian Sengcu merasa terkejut bercampur gusar, bentaknya, "Omong kosong!, dengan mata kepalaku sendiri telah kuperiksa bahwa mereka telah mampus semua, mana mungkin bisa hidup kembali?"

"Makhluk-makhluk aneh itu telah dibuang kedalam sebuah jurang di bukit sebelah kiri dan dikubur dalam satu liang, tapi.... tapi...."

"Tapi kenapa?" bentak Thian Sengcu dengan gusar.

"Mereka semua telah hidup kembali, sambil ribut dan menangis mereka menuju kemari dan agaknya segera akan tiba disini, aduh mak! itu mereka telah datang!"

Ditengah pembicaraan, suara isak tangis dan jeritan setan telah bergema memenuhi seluruh lembah, makhluk setan berwajah seram dan berambut awut-awutan itu sambil berdesak-desakan muncul kembali didalam lembah.

Setan-setan itu pada dasarnya berwajah menyeramkan, ditambah darah mengalir keluar dari tujuh lubang inderanya membuat wajah makhluk-makhluk itu nampak lebih seram.

Dalam waktu singkat, makhluk setan yang memakai belenggu kehilangan kaki tangan atau lidahnya menjulur keluar itu sudah ber kumpul semua dibawah panggung persembahan, mereka semua pada menjerit dan menangis hingga suasana jadi amat ribut.

Ci-wi Siancu jadi ketakutan setengah mati, dengan badan gemetar dan gigi saling beradu ia mendekati Hoa Hujin dan berbisik lirih, "Hujin, suhu telah menghadiahkan sedikit kabut sembilan bisa ke padaku dengan pesan agar racun itu jangan digunakan sembarangan, bagaimana kalau sekarang kulepaskan racun itu agar makhluk-makhluk setan itu...."

Bara Maharani - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang