Jilid 24 : Nenek dewa bermata buta

2.2K 33 0
                                    

KETIKA sorot matanya membentur dengan sorot mata Thong-thian Kaucu disisi pintu, senyuman dingin segera tersungging di ujung bibir mereka.

Suasana dalam ruangan itu sunyi senyap, kecuali Thong-thian Kaucu serta Cing Lian, hanya seorang tosu cilik pemegang pedang saja yang masih ada disana.

Ciu It-bong segera duduk di atas sebuah bantal semedi, sambil menatap tajam wajah kaucu itu serunya, Thian Ik-cu, aku dengar di tempat ini sudah kedatangan beberapa orang tua bangka dari Thong-thian-kauw, mengapa tidak kau undang mereka untuk unjukkan diri?"

"Hmm.... tidak ada manfaatnya bila kau berjumpa dengan mereka," sahut Thong-thian Kaucu sambil tersenyum.

"Hmm! aku si Ciu tua merasa berumur panjang.... kalau engkau tak tahu diri jangan salahkan kalau sahabat lama tak kenal adat.

Thong-thian Kaucu tertawa, ia tidak menggubris ocehan manusia aneh itu, sambil berpaling tiba-tiba tegurnya, "Hoa Thian-hong kau celingukan sedari tadi.... apa sih yang sedang kau cari?"

"Kau bawa kemana Pek Soh-gie?" bentak pemuda itu sambil melirik sekejap ke arah kedua belah sisi pintu.

Thong-thian Kaucu mengerutkan dahinya.

"Huuu.... Pek Siau-thian memandang tinggi dirimu, tapi dalam pandangan pun-kaucu, engkau bukanlah seorang manusia yang luar biasa," jengeknya ketus.

"Kalau memang begitu, aku menantikan petunjuk darimu!"

"Oooh....! jadi kau belum takluk?"

"Tentu saja!"

Suatu perasaan memandang hina pada lawannya terlintas di atas wajah Thong-thian Kaucu ,ia berkata, "Pek Soh-gie adalah putri sulung dari Pek Siau-thian, aku hendak membunuh atau memperkosa dirinya itu bukan urusanmu dan sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan dirimu, Pek Siau-thian bisa datang untuk bikin perhitungan sendiri dengan diriku. Perkumpulan Sin-kie-pang toh tiada bubungan dengan engkau, sedang Pek Soh-gie pun bukan sanak keluargamu.... kenapa kau musti mencampuri urusan ini?"

"Tepat sekali ucapan itu!" teriak Ciu It-bong dengan suara keras, Hoa Thian-hong, budi kebaikan apa sih yang telah diberikan Pek Lo ji kepadamu? Kenapa kau musti kuatirkan bagi keselamatan putrinya? Bila perkumpulan Sin-kie-pang sampai bentrok dengan Thong-thian-kauw bukanlah yang bakal mengeruk keuntungan adalah dirimu sendiri?"

Air muka Hoa Thian-hong berubah jadi merah darah bagaikan babi panggang, pikirnya, Mencampuri urusan orang serta memberantas ketidakadilan adalah tugas utama kaum pendekar, meskipun Pek Soh-gie adalah orang gadis yang baik hati akan tetapi ayahnya Pek Siau-thian adalah seorang gembong iblis dari kalangan hitam, tidak aneh kalau orang akan salah paham terhadap tindak tandukku.... .apalagi kalau bisa memancing terjadinya bentrokan kekerasan antara pihak Sin-kie-pang dengan Thong-thian-kauw, hal itu merupakan suatu perbuatan yang luar biasa sekali.... jika kutolong putri dari Pek Siau-thian ini, bukankah berarti merusak suasana yang menguntungkan bagi pihakku?"

Berpikir sampai disini ia jadi ragu-ragu dan untuk beberapa saat lamanya ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.

Melihat keraguan pemuda itu, Thong-thian Kaucu jadi amat bangga, ia segera berpaling ke arah Ciu It-bong dan berseru, "Ciu heng, kau telah melukai Ang Yap toojin dari perkumpulan kami kemudian membinasakan pula seorang muridku, bagaimana pertanggungan jawabmu atas hutang ini?"

Ciu It-bong menengadah memandang seangkasa, lalu dengan sombong menjawab, "Kapan sih Thian Ik-cu pernah menangkan Ciu It-bong?"

"Diantara kita berdua belum pernah saling bertempur satu sama lainnya, sudah tentu menang kalah sukar untuk dikatakan"

"Hmmm! aku rasa sekarang bertarungpun belum terlambat!" habis berkata dia ayun telapaknya melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke arah imam tua itu.

Hoa Thian-hong memahami sampai dimanakah kelihaiannya dari jurus pukulan Kun-siu-ci-tauw tersebut, melihat Ciu It-bong telah turun tangan ia segera pusatkan perhatiannya untuk melihat bagaimana caranya Thong-thian Kaucu menangis datangnya serangan tersebut.

Bara Maharani - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang