Citra bingung hendak melakukan apa sekarang. Keberadaan Kevin dirumahnya mengubah pola pikirnya entah sejak kapan. Dia bahkan ragu untuk keluar dari kamarnya meskipun itu untuk mengajak adiknya bermain.
Setelah selesai makan siang, Citra pura-pura menasihati adiknya untuk tidak bermain jauh dari rumah. Zen mengangguk polos, sama sekali tidak mengetahui maksud terselubung kakaknya yang ingin mengecek keberadaan Kevin di sana.
Ketika Kevin melirik padanya, Citra buru-buru masuk rumah dan langsung ke kamar. Sekarang dia memutuskan untuk tidur. Menunggu cowok itu bosan dan akhirnya pergi setelah ini.
Ponselnya berdering, Citra bangun dan mengerutkan dahi. Tak urung menerima panggilan tersebut dan melepakkan ponsel di telinga kanannya. "Iya, bang?" Ucapnya. Senyumnya langsung melebar, Citra duduk dan mengangguk semangat.
Memutuskan panggilan, Citra buru-buru menyisir rambut lalu mengikat kuncir kuda. Dia meraih kaca mata yang selalu menemaninya setiap hari dan memakainya.
Menutup pintu kamar asal. Citra keluar rumah dan mengenakan sendal jepit. "Zen, kakak keluar sebentar. Kamu jangan keluar rumah ya. Kalau kamu ngantuk, tutup pintu dan tidur di kamar kakak. Kakak bentar aja, kok."
"Kakak mau kemana?" Tanya Zen polos.
"Kakak ada urusan sebentar. Kakak pergi ya."
"Iya, kak." Citra kembali mengabaikan Kevin di sana. Cowok itu mengernyit, tetapi tetap diam meskipun berbagai macam pertanyaan berkelana dalam benaknya.
Citra keluar dengan buru-buru. Sekaligus wajahnya berseri-seri senang. Membuat Kevin makin berang karena penasaran.
"Zen, mau beli es krim?" Tanya Kevin tiba-tiba.
"Es krim?" Zen berbinar. Kevin mengangguk, adik laki-laki Citra itu tersenyum senang, mengangguk antusias dan meletakkan mainan mobil-mobilan yang dibeli oleh Kevin di pasar malam seminggu yang lalu. "Mau, bang, mau."
Kevin tersenyum tipis. "Ambil kunci rumah kamu. Kita pergi sekarang." Titahnya.
Zen mengumpulkan mainannya di dalam box, lalu mendorong ke dalam rumah. Kevin membantunya menutup jendela, lalu mereka keluar rumah. Kevin mengunci pintu dan mengantonginya.
Tas selempang yang berisi buku-buku pelajarannya diletakkan di rumah Citra. Dia mengenakan jaket karena seragam sekolahnya masih belum terganti. Setiap hari begitu, dari pagi hingga malam, ketika dia pulang ke rumah barulah mengganti pakaiannya.
Kevin tidak pernah peduli dengan kendaraan yang dibawanya. Meninggalkan begitu saja di mana pun tak pernah menjadi beban pikirannya. Karena ketika dia kembali, kendaraan itu sudah terparkir kembali di depan rumahnya.
"Bang, kita mau kemana? Kenapa ke sini?" Kevin menoleh pada Zen yang duduk di belakangnya. Mereka berhenti tidak jauh dari sebuah bengkel. "Di depan itu bengkelnya bang Abdul, pacarnya kak Citra." Cerita Zen padanya.
Kevin mengerutkan dahi. "Pacar?" Tanyanya pelan.
Zen mengangguk polos. "Bang Abdul pacarnya kak Citra." Jelasnya.
"Kata siapa?"
"Kata mama." Kevin terdiam. "Bang Abdul suka ke rumah nganterin motor kak Citra. Bang Abdul bilang, kak Citra pacarnya, karena abang suka sama kakak."
"Kalau abang juga suka sama kakak kamu. Artinya abang juga pacar kakak kamu?" Tanya Kevin hati-hati.
Zen melotot. "Abang Epin suka sama kakak Citra?" Tanyanya. Zen tidak mengerti soal perasaan ataupun hubungan. Mamanya pernah bilang, jika Abdul pacarnya Citra, dan Abdul juga pernah bilang kalau dia titip salam pada kakaknya sehingga sejak itu Zen mengasumsi jika suka itu mengartikan pacaran. "Tapi kan abang Abdul pacarnya kak Citra." Zen bersikukuh mengingatkan lagi.
"Kamu lebih senang dia pacaran sama kakak kamu?" Kevin kesal. Zen yang tidak tahu apa-apa mengangguk setuju.
"Abang Abdul baik banget. Benerin motornya kakak. Terus nanti di anterin ke rumah."
"Emangnya abang nggak baik sama kamu dan kakak kamu?" Tidak berniat mengungkit, tapi Kevin terlanjur kesal pada bocah kecil itu. "Besok kalau abang beli motor baru buat kakak kamu, berarti Citra pacar abang?!" Kevin makin berang pada anak kecil tersebut. Zen terperagah, lalu menatap Kevin yang sedang berdecak. "Ayo pulang." Ajaknya.
"Abang, Zen mau es krim lagi."
"Hm." Kevin berdehem. Lalu mereka meninggalkan tempat tersebut. Cukup lama mereka di sana. Kevin membuntuti kemana Citra akan pergi. Cewek itu berjalan cukup jauh, lalu memasuki sebuah bangunan yang menjorok ke pedalaman. Ternyata sebuah bengkel yang seperti dikatakan oleh Zen tadi.
Dada Kevin bergejolak. Mulai melihat Citra dengan sebelah mata. Sejak putus, Citra bahkan sudah dekat dengan dua cowok. Kevin mengira cewek itu hanya dekat dengan Jason saja. Menghabiskan banyak waktu dengan alasan belajar.
Namun sekarang Kevin mengetahui kebusukan cewek itu lagi. Di luar sekolah dia juga dekat dengan seolah pemilik bengkel.
Memacu motor secepat mungkin sehingga Zen memeluknya erat. Mereka tiba di rumah Citra dalam hitungan menit. Cowok itu mengangkat Zen turun lalu membuka pintu buru-buru. Mengambil tas-nya di atas sofa dan kembali keluar.
Zen menatapnya bingung meskipun dia sedang sibuk membuka kemasan es krim. "Abang Epin mau kemana?" Tanya anak kecil tersebut, mendongak pada Kevin di depannya.
"Pulang." Jawabnya singkat. "Tunggu kakakmu pulang. Jangan pergi dari rumah."
Zen menatap kepergiannya setelah mengangguk. Dia kembali sibuk dengan es krimnya, memasuki rumah dan menutup pintu. Anak kecil itu menyalakan televisi dan memakan es krimnya di atas sofa.
Kevin membelinya banyak makanan. Sehingga Zen begitu senang jika Kevin datang. Selain itu, Kevin juga sering mengajaknya bermain mobil-mobilan. Zen memiliki teman selain di sekolah dan juga Darto.
***
Jakarta, 31.05.18
Sibangke emosi gak direstuin si Zen wkwkwkwkkwkwkkw
Najooooooooongggggg sadessssss hahhahhaha
Pertanyaan.
Kenapa si bangke pulang?
a. ngambek
b. mau ngerjain CItra
c. mau hajar bang Adul
d. mau tobat kkkwkwkw
e. (Isi sendiri)
Follow ig.
ila_dira
Nocel.dira
KAMU SEDANG MEMBACA
EX [TERBIT]
Teen FictionSUPAYA NGGAK BINGUNG, BACA SESUAI URUTAN! 1. CRAZY POSSESSIVE (TERBIT) - SELF PUBLISH, PESAN DI GUA AJA - 2. EX (TERBIT) - ADA DI GRAMEDIA - 3. HIS GIRLFRIEND (TERBIT) - ADA DI GRAMEDIA - 4. QUEEN (PROSES TERBIT) SPIN OF YANG BERHUBUNGAN DENGAN HG D...