Bab 87. Kucing Kedinginan dan Kelaparan

133K 10.7K 580
                                    




 "Saya hanya ingin kepercayaan yang saya berikan tetap kamu pegang teguh!"

Clara selalu ketus pada Kevin. Wanita itu benar-benar menghukum cowok itu sejak mengetahui apa yang dilakukannya pada anak tirinya. Kevin sudah maklum, dan tetap datang padanya.

"Iya, tante. Saya tidak akan membuat tante kecewa." Kevin mengangguk patuh, di sampingnya ada Citra yang sejak tadi menunduk tidak berani menatap wajah Clara ataupun menoleh pada Kevin.

"Jika kamu tidak bisa memegang janjimu, sama saja menunjukkan bahwa kamu pengecut!" Clara semakin menjadi-jadi.

Kevin kembali mengangguk. "Iya, tante. Saya mengerti." Clara mengangguk puas. "Kami berangkat, tante." Cowok itu menyalami tangan Clara dan mencium punggung tangannya, yang diikuti oleh Citra di sampingnya.

"Cit, jaga diri kamu." Clara memeluk Citra. Cewek itu mengangguk dan meneteskan air mata. "Titip salam sama ibu dan budhe." Bisiknya.

"Iya, ma." Jawab Citra lagi.

Clara mengurai pelukan mereka. Wanita itu menghapus air mata Citra yang masih meleleh. Meskipun akan pergi sementara waktu, tetapi Citra tidak bisa membendung air matanya. "Sekarang pergilah. Nanti terlambat." Citra mengangguk sambil tersenyum.

"Ayo, Cit." Citra menoleh lalu memasuki pintu mobil yang dibuka oleh Kevin. Clara tersenyum tipis mengantar kepergian mereka.

Clara menghela nafas kasar. Anak tirinya pergi dengan seorang cowok. Sejak satu setengah minggu yang lalu tidak mengijinkan mereka pergi, namun Kevin selalu memiliki cara sehingga Clara tidak bisa mengelak.

Mereka pergi ke kampung halaman Citra untuk berziarah ke makam orang tuanya dan berkunjung ke rumah budhe-nya. Keluarga jauh yang dimiliki oleh Citra selain keluarga mama tirinya.

Sejak keluarga Citra pindah ke Jakarta, cewek itu jarang sekali pulang kampung. Terakhir ke sana sekitar tiga tahun lalu. Ketika dia baru lulus SMP. Keadaan ekonomi mereka menyusutkan keinginan Citra meskipun dia sangat ingin pulang untuk mengunjungi makam orang tuanya.

"Makasih, pak."

Kevin mengucapkan teruma kasih pada supir yang mengantar mereka ke pasar Senen, Stasiun kereta. Citra enggan menggunakan jalur udara. Terlalu mahal dan boros. Dia juga terlalu menjaga perasaan Clara dengan adanya Kevin di sampingnya.

Meskipun cowok itu bisa dengan mudahnya mengambil keputusan lain untuk mereka tiba lebih cepat, Citra tetap menolak. Citra memberikan pilihan, Kevin ikut dengan mereka naik kereta atau tinggal.

Kevin mencibir dan akhirnya mengalah

Kevin menggeret kopernya dan menggendong ransel Citra, tangannya yang lain menggenggam tangan cewek itu di sampingnya. Citra beberapa kali meminta Kevin untuk memberikan ranselnya dibawa sendiri, tapi cowok tidak menghiraukannya.

Citra cemberut, dia hanya membawa sling bag di bahunya. Bahkan kardus kecil tempat oleh-oleh yang dibawa Citra untuk ke kampung ada di atas koper milik Kevin.

Cowok itu hanya membawa koper untuk tempat pakaiannya, sedangkan Citra menggunakan ransel karena mereka tidak memiliki koper kecil seperti milik Kevin.

"Biar aku aja." Citra masih berusaha bersikukuh.

Kevin tidak menjawab, menghalangi cewek itu mengambil koper atau kardus dari tangannya. Citra kembali cemberut, dia seperti seorang anak bersama ayahnya. Mereka sedang mengantri untuk mencetak kartu, banyak orang di sana, pengeras suara beberapa kali memberikan pengumuman jadwal keberangkatan.

Ketika Kevin selesai mencetak tiket, mereka kembali mengantri untuk pengecekan sebelum masuk. Cowok itu melepaskan tangan Citra dan mengangkat koper serta kardus dengan kedua tangannya.

EX [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang