Bab 60. Pacar

127K 13.2K 1.6K
                                    

Absen dulu yuhu...

Siapin tissue ya.

Yok mari bididayakan.

"Vote sebelum baca. Komen setelah baca"

***



"Pake helm ya."

Citra mengenakan helm di kepala Zen. Adiknya itu senang bukan main, mengangguk dan siap menerima helm di kepalanya.

"Kak, abang Epin ikut kan?" Tanya Zen tiba-tiba.

Citra langsung diam, kedua tangannya berhenti di dagu Zen. Raut wajahnya langsung berubah murung. Tetapi sesaat kemudian kembali tersenyum dan menyetek ikatan helm adiknya. "Zen sama kakak aja ya." Ucapnya.

"Bang Epin kemana, kak?" Tanya Zen penasaran.

Citra terbata, "Abang Epin-nya lagi sibuk. Zen jangan nakal ya. Jangan nyari-nyari bang Epin lagi." Lanjutnya susah payah. Buru-buru mengangkat Zen yang semakin penasaran ke atas jok belakangnya.

"Bang Epin kemana, kak?" Citra mengenakan helm di kepalanya. "Bang Epin udah pergi ya, kak?"

"Iya." Citra mengangguk sembari menstater motor bututnya.

"Nggak pulang lagi ya, kak?" Citra kembali mengangguk. Mulai melaju pelan-pelan karena kedua matanya berkaca-kaca. Mendengar nama cowok itu, pikiran Citra langsung berantakan. Konsentrasinya terpecah belah dan kedua irisnya berembun. "Terus Zen nggak ketemu sama bang Epin lagi?"

Citra kembali mengangguk. "Iya."

Zen terkejut. Dia memeluk perut Citra erat dari belakang. "Kalau Zen kangen, gimana, kak?"

"Nggak boleh kangen lagi ya." Citra menasihati adiknya lagi agar tidak mengingat-ngingat Kevin lagi.

"Kalau Zen ikut ke sekolahan kakak, Zen juga nggak ketemu sama bang Epin ya, kak?" Zen masih mengharapkan bertemu dengan Kevin seperti biasa. Dia sudah terlanjur menyukai Kevin. Tidak semudah itu untuk melupakannya, Citra khawatir adiknya akan terus menerus menanyainya.

"Bang Epin juga nggak ada di sekolahan kakak." Citra terpaksa berbohong agar adiknya percaya.

"Yah..." Zen kecewa.

Citra diam, mengendarai motornya hati-hati. Sesekali tangannya mengusap wajahnya agar air matanya tidak meluruh. Meskipun sudah terlanjur beberapa tetes tanpa sepengetahuan adiknya.

Cewek itu memasuki SPBU, mengisi bahan bakarnya yang sudah habis. Zen yang masih diam di belakang menunggu interuksi kakaknya.

"Zen turun bentar, ya. Kakak mau isi bensin dulu." Katanya. Citra menahan berat motornya dengan kedua kakinya berpijak di bumi. Zen langsung melorotkan tubuhnya dan berdiri di samping motor.

Citra mengantri dengan pengendara lain, sedangkan Zen duduk di pembatas pengantrian khusus untuk motor. Citra tersenyum tipis, lalu mendorong motornya untuk mengisi antrian selanjutnya.

"Bang Epin..."

Citra terkejut. Zen berlari ke tempat khusus pengisian bahan bakar untuk mobil. Citra hendak mengejar adiknya, melarang agar tidak berlari. Namun antrian di belakangnya yang semakin memanjang tidak memungkinkan Citra keluar dari sana.

"Zen. Jangan lari." Citra hanya bisa memanggilnya.

Sedangkan Zen memukul-mukul pintu sebuah mobil sedan metallic. "Bang Epin, buka..." Zen memanggil-manggil.

Jendela mobil terbuka, Lolita mengerutkan dahi melihat anak kecil di samping mobilnya. "Siapa dia?" Tanyanya menoleh ke samping kanannya.

"Lo nggak bisa nebak, eh?" Kevin terkekeh.

Lolita menyeringai. "Adik Citra?"

Kevin manggut-manggut pelan, lalu melaju karena sudah selesai mengisi bahan bakarnya. Zen masih belum menyerah dari belakang, mengejar dan memanggil-manggi Kevin dengan wajah memerah.

Meskipun Kevin berada di mobil yang berbeda seperti selama ini dibawanya jika berkunjung ke rumah Citra. Tapi Zen ingat betul dengan Kevin, dia tidak salah mengenali.

Mobil itu berhenti. Zen kembali mengejarnya, kali ini memukul-mukul pintu kemudi. "Bang Epin. Ini Zen." Katanya mamnggil.

Kevin membuka jendela mobil sembari menyeringai. Zen langsung diam dan menyingkir dari sana. Cowok itu akhirnya keluar dan menatap Zen yang masih memandangnya serius. Kedua mata Zen berkaca-kaca.

"Zen." Panggil Kevin.

"Bang Epin." Zen mendekat dan memegang tangannya sembari mendongak. "Kata kak Citra, bang Epin pergi. Katanya abang nggak pulang lagi." Zen menangis. "Abang jangan pergi. Zen kangen sama abang."

"Zen." Kevin mengelus pipi Zen lembut. "Abang udah mau pergi." Katanya

Zen menggeleng, memeluk Kevin erat. Sama sekali tidak mau melepaskannya untuk pergi. "Abang nggak boleh pergi. Nanti Zen main sama siapa?" Tangisnya makin menajdi-jadi. "Zen sama kakak mau pergi ke pasar beli sepatu buat Zen. Ayo, bang. Ayo, bang ikut Zen sama kakak." Zen kembali mendongak, kedua matanya memerah dan berharap Kevin tidak menolak seperti biasa.

"Abang nggak bisa lagi ikut sama Zen dan kakak kamu."

Zen menggeleng. "Abang biasanya ikut." Katanya. "Nanti kita main bianglala lagi di pasar malam. Pasar malamnya udah buka lagi, bang. Ada mainan baru. Tadi malam Bunga udah pergi ke sana."

"Nyusahin ya! Banyak maunya"

Zen berhenti menangis. Dia menoleh ke samping dan melihat Lolita berdiri sembari menyedekapkan tangan di dada. Cewek angkuh itu menatap Zen malas. "Bang, kakak itu siapa? Kenapa kakak itu mirip hantu?" Katanya.

"Dia pacar abang." Jawab Kevin pelan.



***

Jakarta, 18.08.18

Holla... gue up lagi setelah sekian lama bersemedi.

Elah baru 4 hari hahaha.

Sibangke udah punya pacar baru yuhu...

Gimana?

a. cocok kan mereka

b. panutan kwkkw

c. nggak cocok

d. (Isi Sendiri)

Bedewe, basewe, eniwe, dan transwe... part sebelumnya parah banget caci maki bangke ounch ounch...

Mo up, cek part selanjutnya. Komen seribuan kkkwkkw

follow ig. ila_dira

EX [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang