Bab 35. Bawa Badan

158K 13.5K 503
                                    

Citra membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur sempitnya. Menatap langit-langit kamar dan tanpa sadar dia telah mengeluarkan air mata.

Dia hanya sendirian di sana. Citra merindukan kedua orang tuanya yang telah tiada.

Citra menunjukkan wajah baik-baik saja ketika mengantar Clara dan Zen ke terminal. Zen begitu senang dengan kepergian mereka, tetapi tak urung wajahnya juga sedih harus berpisah dengan kakaknya.

Cewek itu menenangkan adiknya. Dia menggendong Zen selama menunggu bus berangkat. Cewek itu membantu mereka membawa barang-barang bawaaan selama libur. Tidak banyak, hanya koper dan beberapa jenis oleh-oleh.

Citra hampir tidak bisa membendung air matanya ketika Clara memeluknya. Kembali menasihati Citra untuk baik-baik selama ditinggal pergi. Cewek itu mengangguk, membentengi pertahanannya agar tidak rubuh.

Melihat wajah orang-orang di sana membuat kesedihan Citra makin menjadi-jadi. Bagaimana pun dia mengelak, Citra tetap masih remaja yang menginginkan seperti remaja lainnya. Tidak perlu berlebihan, berkumpul dengan mereka sudah lebih dari cukup untuknya.

Berpisah seperti ini meskipun hanya sementara waktu, membuatnya begitu sedih.

Citra melambaikan tangan pada bus tersebut. Kepala Zen keluar dari jendela dan memanggilnya. Barulah pertahanan Citra mulai merosot. Buru-buru pulang dan mengurung diri di kamar.

Ketukan pintu menyadarkan Citra dari lamunannya. Dia beranjak dari tempat tidur dan melangkah gontai menuju ruang tamu rumah sederhana tersebut.

Sendirian di rumah, Citra sudah menutup semua pintu dan jendela. Membiarkan semua lampu ruangan mati, kecuali lampu kamar mandi. Citra hanya bercahayakan sinar dari celah-celah dinding.

Membuka grandel pintu, Citra membuka pintu pelan. Betapa terkejutnya dia saat menemukan Kevin berdiri tepat di depan pintu, tetap angkuh seperti biasa.

"Vin." Citra mencicit.

Cowok itu menatap Citra dalam, menemukan kesedihan mendalam di kedua mata cewek tersebut. Kevin hendak mengomel karena lama membuka pintu, Citra tidak membalas chat-nya. Dia juga tidak mengangkat telpon, Kevin mengira dia kenapa-napa.

Kevin berdehem, lalu menerobos masuk, Cita membiarkan begitu saja. Menutup pintu dan mengekori cowok itu dari belakang.

Seperti biasa. Kevin duduk angkuh di sofa usang keluarga. "Kenapa nangis?" Tanyanya memicing tanpa ekspresi.

"Aku nggak nangis." Citra menggeleng. Meremas kedua tangannya di atas paha, tak luput dari perhatian Kevin. Cewek itu duduk di sofa single. Menunduk kepala seperti sedang di eksekusi oleh cowok itu.

Kevin mencibir, jelas dia melihat bekas kesedihan di kedua mata dan wajah Citra. Namun dia tidak mau mengakuinya.

"Ayo jalan sekarang." Ajak cowok itu kemudian.

"Kemana?" Citra menjawab cepat agar Kevin tidak mengintrogasinya lagi.

Kevin tak menjawab. Citra diam di tempat, namun Kevin sudah berdiri dan memutar tubuhnya sehingga Citra bergegas mengikuti. Toh, tidak ada juga gunanya dia terhanyut dalam kesedihan rumah itu sendirian.

Meskipun semena-mena, setidaknya Citra masih memiliki teman untuk sekarang. Cewek itu yakin hampir semua satu sekolahan sudah pergi berlibur. Heran saja dengan Kevin, masih bisa datang ke rumah Citra tanpa adanya niat pergi seperti yang lain.

Menutup pintu dan mengantongi kunci, kemudian mengejar Kevin dengan langkah lebarnya. Mereka berjalan beriringan, Kevin meraih tangannya dan menggenggam erat.

Citra tersenyum tipis, semakin bersemangat melangkah mengikuti Kevin.

Cowok tempramental itu menjungkirbalikkan dunianya. Citra merasa hidupnya penuh warna, setidaknya dia tidak sendiri setelah ditinggalkan Clara dan Zen. Kevin membuka pintu, membiarkan Citra masuk dan kemudian menutup pintunya. Keduanya seperti biasa, berjalan di gang sempit karena mobil Kevin tidak bisa langsung di depan rumah Citra.

EX [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang