Permission

2.7K 490 47
                                    

NOTE:
Time setting: almost a year ago.

**

Suho Adyatama

Keadaan smoking area di salah satu cafe dengan dominasi warna coklat ini gak begitu rame saat Sehun datang dan duduk di depan gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keadaan smoking area di salah satu cafe dengan dominasi warna coklat ini gak begitu rame saat Sehun datang dan duduk di depan gue. Dia langsung mengeluarkan satu pack rokok dan ponsel dari kantongnya. Kunci mobil dia diletakin begitu aja di meja. Wajah datarnya melihat malas ke arah gue. Gue emang udah pernah ngeliat muka datar dan males dia, bahkan sering. Apalagi kalo anak-anak debat mau makan dimana dan dia udah capek. Tapi malem ini beda. Muka datar dan males dia ditujuin cuma buat gue, bukan untuk anak-anak lain yang biasa ribut.

"Gue udah mesenin minuman kayak biasa." Ucap gue ke dia. Tangannya langsung meraih pack rokok di meja dan mengeluarkan sebatang kemudian mulai menyelipkannya di bibirnya dan membakar ujung rokoknya.

Sehun bukan tipe yang setiap hari ngerokok atau pasti merokok habis makan hanya karena alasan 'mulut gue asem kalo gak ngerokok.' Dia hanya merokok saat banyak pikiran.

Asap putih mulai menguar di udara, "jadi?" bukanya setelah lama diam. Ia membuang abu rokoknya di asbak dan menghisapnya lagi.

"Ya gue mau deketin Irene, for real."

"Sejak kapan lo kenal Irene?" gue terdiam, mencoba untuk memutar kembali ingatan gue kapan pertama kali ketemu Irene.

"4 bulan yang lalu, di perusahaan." Ucap gue. Sehun masih diam, karena gue tau dia membutuhkan lebih banyak jawaban daripada sekedar lokasi kita pertama ketemu. "4 bulan yang lalu dia dateng ke perusahaan karena dapet rekomendasi dari Papanya. Dia bilang di perusahaan gue bisa bantu tugas akhir penelitian dia mengenai bisnis Internasional. Dari situ gue mulai ketemu dia karena emang bokap gue cepat atau lambat bakal menyerahkan bisnis travel ke gue dan bisnis kosmetik nyokap ke Joy." Sehun hanya mengangguk.

"Gue sebenernya agak gak setuju sih Kak Irene sama lo." Sehun menaruh rokoknya di asbak dan menyeruput minuman yang sudah diantar pelayan beberapa saat lalu. "gue gak begitu suka sama lo, gak, gimana ya jelasinnya, gue gak suka aja."

Ini gue rasanya kayak ditonjok, tapi gak berdarah, tau gak sih?

"Gini deh, kita gausah ngomong sebagai saudara, kita ngomong sebagai temen."

"Ya emang kita bukan sodara? Cuma temen kan?" Ya bener sih, gue sama Irene juga belum jadi, udah main nganggep calon ipar aja gue.

"Yaudah gini, lo gasukanya gue apa deh?"

"Gue gak suka semuanya." Ucap dia santai "sombong, kaku, not funny, old minded."

Gue merasa kalo gue udah kubur hidup-hidup. Tapi gue menahan semua rasa kesel gue sama manusia di depan gue demi bisa deket Irene tanpa ada provokasi jelek dari manusia satu ini.

"Terus? Ada lagi?"

"Sebenernya banyak. Tapi gue gak tega ngomongnya. Gue tau lo udah merasa kayak dikubur hidup-hidup sama kalimat gue."

Cenayang nih anak!

"Hm, ya, well, terus gue harus gimana biar gue bisa deket sama Irene tanpa lo ganggu kita?"

"Nothing you can do." Ujar dia santai sembari mematikan puntung rokoknya yang sudah habis.

"Hun, kenapa sih? Tega banget lo."

"Ya gimana sih, bang? Gue nyuruh lo berubah juga percuma kalo lo berubah gak dari keinginan lo sendiri? Cuma biar lo bisa deket sama Kak Irene?" dia berujar.

"At least gue udah coba kan?"

"Gak bakal tahan lama. Yakin gue." Ia berujar mantap "namanya udah habit, mau berubah kayak apa juga pasti balik."

"Jadi maksud lo sombong gue habit?" dia mengangkat kedua bahunya.

"Mana gue tau? Kan lo tadi cuma ngomong gue suruh confess yang gue rasain." Ya iya sih, ngeselin juga nih anak lama-lama.

"Kalo gue bisa berubah karena kemauan gue sendiri?"

"Ya gue mana tau itu hasil kemauan lo sendiri apa enggak? Kan lo belom coba?" Sehun menegakkan duduknya "nih ya, bang. Mau lo berubah jadi baik atau brengsek sekalipun, pastiin itu berubah karena diri lo sendiri, bukan karena orang lain. Jadi kalo mau berubah ya jangan ikut-ikutan. Kayak anak SMP belum punya jati diri."

Gue terdiam. Kenapa ya gue gak bisa bales omongan dia? Padahal rasa kesel gue udah sampe di ubun-ubun sama manusia didepan ini. Tapi omongan dia kayak bener gitu.

"Yaudah, bang, gue cabut dulu, ada janji sama Bang Chanyeol sama Jongin." Dia berdiri dan menepuk pundak gue "gue emang belom bisa relain Kak Irene sama lo, tapi gue bakal liat gimana perubahan lo karena lo ngomong mau berubah." Dia kemudian berjalan meninggalkan gue, bahkan saat minuman yang gue pesan untuk dia belum habis setengahnya.

Ya Tuhan, kayaknya cobaan banget ya hidup gue kalo masalah percintaan, sampe sepupu calon pacar aja gak suka sama gue. Tapi hidup namanya gak hidup kan kalo apa-apa yang kita pengenin langsung tercapai?  

💃💃

Give me the idea for the next part juseyoㅠㅠ

Side StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang