First Love

1.7K 236 21
                                    

Ada yang pernah bilang ke gue kalo cinta pertama adalah hal yang tidak akan terlupakan seumur hidup, baik karena hal itu terlalu manis ataupun terlalu pahit. Siapapun orangnya, lo bakal sulit untuk melupakannya.

Perempuan yang sudah lama gak gue temui selama mungkin sepuluh tahun ini kini berdiri didepan gue dengan kaos putih dan celana jeans kulot. Ia masih tomboy namun terlihat semakin modis. Rambutnya ia cat dengan warna coklat terang nyaris blonde. Poni panjangnya hampir menutupi wajah putihnya namun dengan segera ia menyilakannya.

Matanya memicing saat melihat gue berdiri di ambang pintu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matanya memicing saat melihat gue berdiri di ambang pintu. Perlu waktu beberapa detik baginya untuk menyadari bahwa yang ia lihat adalah gue, namun gue tidak butuh waktu untuk menyadari bahwa dia adala Rose, teman main gue saat kecil sekaligus cinta pertama gue.

Sebenarnya gue gak yakin apakah yang gue rasakan waktu itu adalah cinta atau hanya perasaan nyaman yang berubah menjadi ketergantungan karena dia adalah satu-satunya teman dekat gue di sekolah dan di kompleks.

"Jeffrey?? Bener, kan? JEFFREY AIMAR?" Serunya tiba-tiba sembari memamerkan senyum lebarnya.

Gue terdiam dan mengangguk sekilas, tak lupa tersenyum tentu saja.

"Sumpah?! Gak nyangka ketemu disini?!" Ia langsung melompat dan memeluk gue. "Gila lo kemana aja, Jeff?! Gak pernah ngabarin?!" Ia melepas pelukannya dan kami berdua berjalan memasuki gedung siaran.

"Ah... Gue disini aja sih. Lo kali yang pindah mulu." Ucap gue.

"A... Bener. Gue yang pindah mulu."

Rose adalah teman main gue saat kecil. Kemana-mana kita selalu bareng. Mulai dari beli es dawet hingga menunggu tukang siomay lewat kami lakukan bersama. Rose sudah tomboy dari kecil. Saat SD ia mengikuti karate dan ikut les gitar. Kami juga selalu sekolah di tempat dan kebetulan selalu mendapat kelas yang sama, hingga saat SMP kelas 2 Rose harus pindah dari Jakarta untuk ikut papanya ke luar New York setelahnya gue gak pernah tau lagi kabar dia gimana dan berapa kali dia berpindah negara.

"Kapan balik ke Indonesia?"

"Udah lumayan lama sih, empat bulan ini. Setelah lulus kuliah gue langsung pengen balik Indonesia."

"Masih kepengen jadi penyiar?" Ia mengangguk. "Konsisten."

"Kalo gue gak mau jadi penyiar, gak akan ketemu lo disini sekarang."

Lagi, gue tersenyum.

"Lo makin cakep deh, Jeff. Sumpah!" Pujinya. Salah satu hal yang membuat gue suka berteman dengan Rose, dia selalu memberikan kalimat-kalimat positif yang terkadang membuat gue merasa lebih tenang. "Pasti banyak ya yang naksir lo di kampus dulu?"

"Gak lah. Biasa aja."

"Merendah lo," ia menyenggol lengan gue dengan pundaknya.

"Eh, habis siaran lo ada acara?"

Side StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang