Falling in Love

2.9K 513 8
                                    

Chanyeol Lazaro

Chanyeol Lazaro

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hun, kayaknya gue jatuh cinta deh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Hun, kayaknya gue jatuh cinta deh." Ucap gue sembari mengepulkan asap putih dari rokok yang gue hisap. Siang ini, gue dan Sehun lagi ada di sebuah cafe yang ada di Jakarta Selatan, dia gabut dan lagi gak ada temen, makanya dia mau nemenin gue nyusun skripsi yang tinggal revisi sedikit doang. Akhirnya gue mau lulus dong!

"Jatuh cinta?" alisnya terangkat sebelah. "orang kayak lo? Gak salah?" brengsek. Dikira gue gak bisa jatuh cinta apa? Doi pikir gue robot apa? Iron Man aja yang robot bisa jatuh cinta, masa gue manusia enggak?

"Dikira gue bukan manusia apa? Gak bisa jatuh cinta." Dia malah ketawa dan mematikan puntung rokoknya.

"Bukan gitu, lo gak inget yang dulu-dulu?" dia berucap, memaksa gue agar mengingat kejadian yang udah-udah antara gue dengan cewek-cewek yang hanya berakhir beberapa minggu doang dengan gue. "Paling juga tahan beberapa minggu doang."

"Gue serius nih," rasanya kepala gue sesak sekarang karena memikirkan seseorang. Sebelumnya mana pernah gue kayak gini? Boro-boro mikirin cewek, punya pacar aja gak ada yang pernah gue anggep yang ada gue merasa keganggu karena kehadiran mereka.

"Cewek mana sih yang berhasil buat seorang Chanyeol Lazaro kayak gini? Kasih tau gue coba." Dia melipat tangannya di depan dada, persis kayak seorang ayah yang siap menginterogasi anaknya.

Gue menyandarkan punggung gue di sofa dan menarik napas, "Windi namanya, temen SD gue,"

"Oh! Yang waktu itu lo kasih liat fotonya?" gue mengangguk. "serius lo suka sama doi?" alis gue terangkat sebelah mendengar pertanyaan Sehun. "maksud gue, lo yakin sama doi? Waktu mau PDKT sama Clara juga lo ngomongnya gitu. 'gue jatuh cinta nih sama Clara,' besok-besoknya malah jalan sama Evelin."

"Ini beda! Gak kayak waktu sama Evelin apa Clara. Beda pokoknya."

"Coba kasih tau ke gue, bedanya kayak gimana?"

"Gatau sih, gue ngerasa beda aja pokoknya," gue menggaruk kepala gue yang gak gatal. Bingung menjelaskan gimana bedanya Windi sama cewek-cewek yang udah-udah. "gue lebih ngerasa dia sabar aja sama gue."

"Desya juga sabar sama lo, tapi lo putusin juga." Ucap Sehun. "malah pake lo selingkuhin di depan muka dia lagi. Brengsek emang."

"Sabarnya Windi sama Desya beda."

"Yaelah, beda gimana sih? Sabar ya gitu-gitu aja, mau sabar model apaan? Harajuku?"

Gue mengusap wajah dengan kasar. "Susah emang kalo ngomong sama bocah."

"Yee, gue kan nanya bener." Dia gak mau kalah. "Tapi gue serius nanya, kenapa sih lo mau sama doi? Emang doi mau sama lo?"

"Nah! Itu masalahnya! Gue gak tau doi mau gak sama gue? Kan giliran gue udah sayang beneran, doi malah gak mau sama gue." Gue memangku dagu, kayaknya gue putus asa banget. Baru kali ini gue merasa takut kalo ada cewek yang gak mau sama gue. "gue cuma ngerasa aja she is the one and only for me. Cuma dia yang kayaknya memandang gue penuh dengan positive vibes. Yang lain mana ada?"

"Yaelah, yakin banget lo sama hal kayak gitu."

"Namanya aja perasaan, lo mana tau?"

"Makan tuh perasaan." Sehun menyeruput minuman pesanannya, gue masih terdiam, gimana caranya ngeyakinin Windi. "Chan, sebingung itu emangnya? Tapi sekarang lo chatting kan sama dia?"

"Ya chatting sih, tapi doi jarang bales gitu."

"Sibuk."

"Tapi katanya dia udah free kok."

"Berarti males sama lo."

"Alah sampah. Nyesel gue cerita sama lo." Dia tertawa mendengar ucapan gue. Setan emang temen yang kayak gini, tapi sialnya dalam lingkaran pertemanan gue, gue selalu mendapat teman setipe kayak Sehun. Bukan cuma satu, tapi hampir semua.

"Santai aja kali, yang penting usaha dulu, hasil ngikutin." Ucap Sehun, sok pro banget manusia satu ini. Gue lebih memilih diam dan mematikan puntung rokok yang masih tersisa setengah. Pikiran gue tambah penuh dengan kemungkinan yang bisa aja terjadi kayak Windi beneran gak mau sama gue atau parahnya dia cuma nganggep gue temen dan udah punya cowok di sana. Duh, amit-amit ya, jangan sampe. Kalo beneran iya, gue patah hati beneran deh kayaknya. Mending jadi perjaka tua. Eh tapi jangan juga sih, ah tau deh!

"Gue harus ke Singapore." Ucap gue entah dapet pikiran dari mana.

"Ngapain?"

"Nyamperin Windi."

"Otak lo mati?"

"Duh, gue udah gak bisa kayak gini, gue gak tenang," gue mengemasi laptop dan memasukkan kembali revisian skripsi gue, membuat Sehun melihat gue dengan bingung. "gue mau packing, sekalian beli tiket." Gue bahkan udah gak bisa mikir skripsi gue yang harus di revisi.

"Nyet, lo besok bimbingan loh kata lo?"

"Santai, dosen gue udah akrab sama gue." Gue menyeringai "ini yang gue sebut dengan usaha." Kemudian berjalan meninggalkan Sehun di cafe. Baru kali ini gue mau ngeluarin effort buat seorang cewek yang bahkan gue sendiri belum yakin dia bakal mau sama gue. Gue tau kalau Windi paham semua gimana brengseknya gue, karena beberapa temen SD gue juga ada yang masih terus kontakan sama Windi.

Tau deh, mau dia mau sama gue apa enggak pikir nanti dulu, yang penting gue yakin dulu.

Side StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang