Adelfino Dafandra
Teruntuk kamu yang tak pernah benar-benar mengijinkanku untuk singgah dihatimu,
Aku merindukanmu,
Merindukan senyummu,
Merindukan binar matamu,
Merindukan suara tawamu,
Tangismu yang menyayat hati.Terutuk kamu yang selalu berada di hatiku,
Aku menantikanmu,
Menantikanmu untuk menyambut uluran tanganku,
Menantikan kapan kamu benar-benar mengijinkanku untuk memelukmu,
Memeluk ragamu,
Memeluk hatimu.Teruntuk kamu yang selalu mengisi hariku,
Apakah kita...
Bisa bersama?//
Cuaca sedang tidak bersahabat pagi ini, matahari tak bersinar, namun tetap tidak menghalangi semangat perempuan yang kini berjalan ke arahku dengan ceria. Ah, sudah berapa lama aku tidak bertemu dengannya? Mungkin satu minggu? Tetapi mengapa rasanya seperti satu abad? Terdengar lucu? Namun itulah rasanya. Hidup terkadang selucu itu. Melihat seseorang yang kita sayang melambai saja rasanya seperti mendapat tenaga untuk menghadapi ribuan perompak hanya dengan sekali tebas menggunakan samurai. Huh, dasar hiperbola.
Ia masih sama, dengan rambut pendek sebahunya. Surainya sedikit berantakan karena tertiup angin pagi ini. "Fino!" serunya sembari tersenyum yang tentu saja membuatku ikut tersenyum. Ia berlari ke arahku. Aku berharap ia akan selalu berlari ke arahku, entah hingga kapan. Egois? Tidak. Itu adalah sebuah bentuk pengharapan bagiku.
"Kebiasaan," ucapku sembari merapikan poninya. "Nanti kalau jatuh gimana?"
"Ya bangun," ia berujar ringan. "Kan Fino bakal bantuin aku, iya, kan?" tambahnya, membuatku tertawa kecil.
"Kalo aku pas gak disamping kamu, gimana?"
"Gak mungkin, Fino pasti ada disamping aku!" ia tertawa kecil sembari mengamit lenganku. "Yuk, kantin!" ajaknya.
Perempuan yang ada disampingku ini terus berceloteh mengenai perjalanan liburan yang ia lakukan minggu kemarin. Disaat semua orang sibuk dengan persiapan UAS, ia justru sibuk mempersiapkan liburan bersama keluarganya. Aneh? Tentu saja, namun begitulah dia. Aku menyanyanginya dengan segala keanehannya.
"Jadi kamu beli bando juga di Disney?" ia mengangguk antusias. "Juga boneka Mickey?" ia mengangguk lagi. "Bukannya kamu udah punya ya?"
"Yes, but I still need to collect the series, so? Lagi pula kemarin Mickey baru ulang tahun ke 90 tahun, jadi aku harus beli yang baru," Ia tersenyum sembari memamerkan giginya yang rapi.
Ada banyak hal yang membuatku tidak bisa melupakannya. Salah satunya adalah Mickey Mouse. Kartun dengan tokoh sepasang tikus tersebut selalu membuatku tersenyum karena mengingatnya. Sedari dulu, ia sangat menyukai tokoh keluaran Disney tersebut. katanya sih: "Lucu aja, gak tau, tiba-tiba suka,"
"Aku juga beli oleh-oleh buat kamu! Tapi gak aku bawa, nanti kamu ke rumahku aja ya?"
"Boleh?"
"Ya boleh lah! Masa kamu ke rumah gak boleh?"
"Nanti kalo pas dia dateng?"
"Ya aku sih bodo amat, kan kamu cuma ngambil oleh-oleh,"
"Tapi aku juga mau pergi sama kamu, gak cuma ngambil oleh-oleh," ucapku, membuat dia terdiam. Bodoh, mengapa aku harus se-egois ini hanya demi sebuah pengharapan. Harusnya aku sadar diri.
"Nanti ya, kapan-kapan kalo main. Kalo aku bener-bener free," aku hanya mengangguk memahaminya.
"Dia... baik? Ikut liburan ke Jepang kemarin?" dia mengangguk, lesu. Seperti tidak suka dengan pembahasan yang aku utarakan. "Jangan sedih dong,"
"Fin, kenapa ya, kadang aku gak bisa terima sama kenyataan hidup aku?" tubuhnya ia sandarkan pada kursi. Aku bisa mendengar helaan napas beratnya dari sini. "Aku bersyukur kehidupan aku semuanya terpenuhi. Hampir gak ada yang gak bisa aku raih secara materi, tapi... ini terlalu berat buat aku,"
Aku mendengarkan ia membahas hal yang sama, yang sering sekali kami bahas saat bertemu.
"Sometimes, I just need my own time, my own life. Just that. Maksudku, dijodohin bahkan sejak aku lahir sama keluarga aku, apa itu masuk akal?" lagi, kata yang aku benci kembali muncul. Dijodohkan. Aku sangat membencinya.
"Yah... terkadang hidup memang tidak seadil itu,"
"Aku bahkan gak tau harus gimana sama dia. Tiap dia kerumah, dia pasti ngobrol sama mama sama papa, bahas masalah yang aku sendiri gak paham. I just want to be normal. This is so awkward for me, even after so many years I met him."
For me too,
This is so strange for me to walking beside you, to talk to you, to joking around and to spend a lot of time with you. With someone who never be mine. Sometimes, it hurts me, but I won't to leave you.
Semuanya terasa berat, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu, dan untuk diriku. Aku menyayanginya, namun entah dengan dirinya. Aku selalu berharap ia menjadi milikku, namun entah dengan dirinya. Terkadang aku berangan jika ia dapat terlahir dari keluarga yang biasa saja, keluarga yang membiarkan segalanya hidup selayaknya keluarga lainnya. Namun aku tersadar, jika itu tidak akan mungkin. Sebuah hubungan yang bahkan tidak ia rencanakan sejak lahir seperti menamparku begitu saja hingga aku sadar, jika aku memang bukan siapa-siapa dan aku tidak akan menjadi siapa-siapa untuknya.
//
Why am I so good to write angst storyyyy??? (Memuji diri sendiri. Wow Chika jumawa nan congkak.) and this is my first time ever writing about Jungwuuu omg uwu aqu!!!!😭😭😭
Cerita ini terinspirasi dari video yg gak sengaja aku liat di Youtube and all of sudden makes me smile widely. Lol.
Ada yang sering nonton video macem dibawah ini? Recommend me some dong. Karena berguna untuk memperbaiki gaya menulisku. Maaci❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Side Story
FanfictionLet me tell you what the actually happens. I will tell you one by one. So sit here and listen to me.