Jika Rendi diberi pertanyaan siapa seseorang paling hebat di hidupnya? Tentu saja pilihan itu akan jatuh kepada seseorang bernama Chendiga Adarian.
Chendiga Adarian, kakak dari Rendi, seseorang yang selalu ada disampingnya hampir 24 jam selama 17 tahun ini. Jauh lebih lama dibandingkan orang tuanya yang tidak pernah ada di sampingnya. Bagi Rendi, Chen adalah seseorang yang hebat lebih dari superhero manapun yang pernah ia ketahui. Tidak pernah mengeluh, marah, ataupun menangis didepannya.
"Rendi ulang tahun mau minta apa?" Tanya Chen saat memasuki kamar Rendi. Besok adalah ulang tahun Rendi, namun Chen masih belum tau akan memberi hadiah apa untuk adik kecilnya ini.
"Loh emang Rendi besok ultah ya?"
"Gak inget?"
Rendi cengengesan "Enggak..."
"Belajar terus sih kamu, jadi sampe gak inget ulang tahun sendiri." Ucap Chen sembari mengusap kepala Rendi. "Jadi mau kado apa?"
"Apa ya? Belom kepikiran sih... Beneran belom tau, belom ada yang dipengen juga. Semuanya udah pas." Ucap Rendi yakin.
"Yakin? Baju? Celana? Topi? Oh! Atau tas? Kamu kayaknya pernah pengen tas yang waktu itu deh?"
"Itu udah dua bulan lalu. Udah gak dijual karena mereka jualnya seasonal."
"Yah... Maaf ya kakak gak beliin."
"Nah, it's okay. Gak butuh banget. Cuma kepengen aja," ucap Rendi.
"Kalo sekarang mau apa?" Chen kembali mengulangi pertanyaannya. Ia ingin memberikan sesuatu untuk adiknya di hari spesialnya.
"Apa ya, kak? Beneran belum kepikiran deh. Nanti kalo Rendi pengen sesuatu, Rendi bilang kakak."
"Beneran loh!"
"Iyaaa,"
"Ini sweet seventeen kamu loh, Ren!"
"Duh, ultah tuh sama aja sih, kak... Mau enam belas, tujuh belas, delapan belas, sama aja."
"Beda dong. Kan kamu bakal punya KTP, udah gede, udah dewasa."
"Gak usah nunggu KTP juga Rendi udah gede, liat badan Rendi segede ini, dan lagi, KTP bukan penentu kedewasaan seseorang, kak." Jawab Rendi membuat Chen tersenyum. Ia tahu jika adiknya ini sudah dewasa bahkan sebelum memegang KTP.
"Yaudah, kakak di kamar ya, kalo butuh apa-apa ketok aja."
"Iyaaa,"
Chen kemudian keluar dari kamar Rendi, membiarkan adiknya kembali berhadapan dengan buku soal Ujian Nasional didepannya.
Sepeninggal Chen dari kamarnya, Rendi termenung. Pikirannya tak lagi fokus pada kumpulan soal ujian didepannya. Ia memikirkan apa yang ia butuhkan saat ulang tahun besok karena ia tahu jika dirinya tidak meminta apapun, kakaknya satu itu akan selalu bawel dan memaksa dirinya untuk membelu sesuatu yang ujungnya akan tidak berguna dan Rendi tidak mau itu.
Lama Rendi berpikir hingga muncul sebuah ide di kepalanya. Dengan girang ia langsung keluar kamar dan mengetuk pintu kamar Chen.
//
"Selamat ulang taahuuunnn!" Ucap Chen dan Luna bersamaan.
"Selamat ulang tahun yaa, Rendi sayang. Semoga dapet beasiswa ke London! Kak Luna pasti dukung Rendi terus!" Ucap Luna sembari memberikan paper bag besar berwarna hitam dengan logo Nike. "Kak Luna gak tau mau ngasih apa karena kata Kak Diga kamu gak butuh apa-apa..."
"Kak repot banget, padahal Rendi beneran gak minta apa-apa..."
"Gak apa-apa. Dipake ya nanti kado dari Kak Luna. Kalo nggak nanti kakak marah!" Ucap Luna sembari tertawa, membuat Rendi dan Chen juga tertawa.
"Pasti, kak. Makasih ya!" Rendi berujar sembari menatap sebuah kotak sepatu didalam paper bag hitam didepannya.
"Rendi yakin cuma minta ini dari Kak Diga?" Tanya Chen kepada Rendi.
Dengan mantap Rendi mengangguk. "Rendi cuma butuh ini."
"Padahal kita bisa makan di luar loh, Ren."
"Tapi Rendi pengen di rumah, Kak Digaaa,"
"Serius nih ya?"
"IYAAA," Ucap Rendi dengan suara keras membuat Luna tertawa.
"Duh kamu nih kenapa sih?"
"Ya gak gitu, babe, padahal kemarin dia udah aku tawarin mau apa? Malah ujung-ujungnya minta barbeque party di halaman belakang bertiga gini."
"Loh, ini kan termasuk permintaan? Rendi pengennya ini."
"Iya nih. Kak Diga kebiasaan ya, Ren? Maksa terus." Ucapan Luna mendapat persetujuan dari Rendi.
"Lagian Rendi beneran cuma pengen makan bertiga gini. Rendi kangen suasana keluarga." Ucap Rendi membuat keduanya terdiam. "Rendi gak butuh sepatu, baju, dan lain-lain dari kak Diga, Rendi cuma butuh suasana keluaga."
"Rendi..."
"Maaf ya jadi sedih gini,"
"Kak Diga minta maaf ya, Ren."
"Ngapain minta maaf? Kak Diga gak salah kok... Kak Diga udah sebisa mungkin buat Rendi bahagia, beliin Rendi ini itu yang bahkan Rendi gak butuhin. You already did your best, Kak."
Kedua laki-laki ini benar-benar menahan tangis sebisa mereka. Chen kemudian berdiri dari kursinya dan memeluk adik kecilnya yang ia sayangi itu.
"Kakak sayang sama Rendi. Maafin kakak ya kalo selama ini kakak banyak kurangnya, sering ninggal kamu, kadang gak bisa beliin yang kamu mau, kakak-"
"Kak Diga adalah kado terbaik buat Rendi dari Tuhan. Kak Diga adalah seseorang yang Rendi butuhin sekarang lebih dari siapapun." Ucapan Rendi membuat Chen tak bisa lagi menahan tangisnya. Tangannya kembali mengusap kepala Rendi kemudian melepaskan pelukannya. "Dan kak Luna, makasih udah selalu ada buat Kak Diga. You always be there in his ups and downs. Selalu ada buat Rendi juga. Makasih." Luna yang sedari tadi sudah menangis langsung memeluk Rendi dan mengusap kepala Rendi.
"Kak Luna juga sayang sama Rendi. Kamu jangan sungkan ya kalo ada apa-apa bilang Kak Luna." Ia kemudian melepaskan pelukannya.
"Beneran? Kalo gitu Rendi mau baju, celana, topi, ransel-"
"You serious?"
"Hahaha gak deng, bercanda. Kak Luna dan Kak Diga aja cukup." Ucapnya sembari tertawa.
Hari ini adalah hari terbaiknya selama tujuh belas tahun hidup dan Rendi sangat bersyukur akan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Side Story
FanfictionLet me tell you what the actually happens. I will tell you one by one. So sit here and listen to me.