Irene Audi
"Aku suka sama kamu," kata dia sambil melihat ke arahku. Aku tersenyum sekilas ke arahnya. Bibirku hendak mengucapkan sesuatu namun dengan segera ia memotongnya. "Aku gak minta kamu jawab apa-apa atau suka sama aku," ia mengalihkan pandangannya ka arah lain. Menghindari tatapanku. "Aku cuma ngomong yang kau rasain ke kamu aja."
Aku mengangguk sekilas kemudian tersenyum simpul. Meminum orange juice yang tadi sudah ia pesan untukku. "Iya aku tau,"
Ia kembali menatap ke arahku. Kini ia menggaruk belakang kepalanya. "Keliatan ya?"
"Banget." Jawabku pendek. Membuat ia tertawa kecil. Mungkin dia malu?
"Maaf udah buat kamu gak nyaman,"
"Nah, it's okay,"
Laki-laki didepanku ini kembali tertawa. Ia laki-laki yang aku kenal kurang lebih satu bulan yang lalu saat aku diminta untuk riset mengenai salah satu bisnis swasta yang ada di Indonesia dan Papa menyarankan aku untuk bertemu dengan dia.
Nama dia Suho Adyatama. Dia masih sangat muda, mungkin sekitar 22 tahun? entahlah, aku tidak pernah bertanya secara detail mengenai usia seseorang. Walaupun usianya masih sekitar 20-an, namun bisnis tour and travel yang ia miliki sudah terkenal tak hanya dikalangan dalam negeri namun juga turis asing.
Dia orang yang baik, namun entah mengapa ada beberapa pegawai di kantornya yang tidak menyukainya karena alasan yang terkadang tak penting untuk dijadikan sebuah alasan untuk membenci seseorang.
"Habis ini kamu mau kemana?" tanya dia, menyadarkanku dari lamunan.
"Hm, aku ada janji," jawabku.
"Sama temen?"
"Sepupu." Ia hanya mengangguk sekilas. Tak lama ponselku berdering, dengan segera aku mengambilnya di dalam tas dan menggeser tombol hijau yang ada di layar.
"Dimana dek?" sapaku langsung begitu ponsel sudah berada di telinga.
"Udah deket, kak! Macet nihhh, tungguin ya, nanti aku masuk,"
"Gak usah, nanti Kak Irene tunggu di depan aja, kakak lagi sama temen," aku melirik sekilas ke arah Suho yang hanya dibalas dengan senyuman simpul.
"Oh... oke oke, bye!" ia langsung mematikan ponselnya.
"Udah sampe?" tanya dia.
"Almost, as usual, traffic jam," ia hanya mengangguk. Ada sedikit kecanggungan disini. "aku harus jawab pertanyaan kamu kapan?"
"Pertanyaan-oh, terserah kamu aja. Jangan dipaksa. Aku gak mau kamu jawab karena kepaksa."
"Minggu depan aku balik ke Jerman," ucapku. "Aku bakal jawab sebelum pulang, gak apa-apa?"
"Take your time first," aku tersenyum dan berdiri dari kursi menatap ke arahnya, ada perasaan ragu di dalam hati mengenai dirinya.
"Kamu... gak apa-apa kalo harus LDR?"
Dia terdiam, tak langsung menjawab seperti sebelumnya. "Aku bakal siap sama segala kemungkinan. Yang terburuk sekalipun. So, it's okay for me."
"Well, see you next week in airport." Aku kemudian berbalik dan meninggalkan dia.
**
"Kak Irene penelitian disini?" tanya Sehun begitu mobil sudah melaju. Dia memang selalu menjadi orang yang aktif dalam menanyakan kabarku karena tau aku tidak akan bercerita jika memiliki masalah.
"Iya, kenapa?"
"Gak apa-apa, sih, temenku juga ada yang disini kantornya, tapi gak tau dimana, belum pernah mampir."
"Oh ya? Kakak denger disekitar sini cukup elit sih kantor-kantornya,"
"Yup! Dia yang punya tapi." Ucap dia sembari melihat ke arah spion sebelum berbelok. "Bisnis keluarga. Tour and travel."
"Oh, hebat ya temenmu,"
"Gak sih, biasa aja," jawabnya tak mau kalah. Selalu. Membuatku tertawa kecil. "Aku juga bisa kalo cuma nerusin bisnis keluarga sih, udah ada basic juga. Tapi Papa belum mau ngasih,"
"Ya itu artinya Om belum setuju aja. Belum yakin sama kamu,"
"Alasan aja itu, biar Papa ada kegiatan,"
"Oiya, siapa nama temenmu? Kali aja kakak kenal,"
"Suho." Jawabnya singkat namun cukup membuatku memberikan seluruh perhatianku ke arahnya. "Kenal?"
Aku mengalihkan pandangan ke arah jalanan lagi. "Enggak, Kakak gak kenal," ucapku. Setelahnya aku tersenyum dari balik kegelapan mobil Sehun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Side Story
FanfictionLet me tell you what the actually happens. I will tell you one by one. So sit here and listen to me.