Ulangan tengah semester sudah berhasil di lakukan. Selama itu, tidak banyak yang berubah, Gibran semakin berani mendekati Alda. Kalau aku, ya tidak pernah ada hal istimewa tentangku.
Hubunganku dengan Alda juga seperti biasa, namun kali ini, seperti ada tembok pembatas yang membuat kami terkadang merasa canggung sendiri.
Saat ini, aku duduk sendirian di sebuah kafe. Di temani Caramel Macchiato, beberapa novel dan lagu milik Payung Teduh mengalun lewat headset yang menyumpal kedua telingaku.
Aku berusaha me-refresh otak setelah seminggu lalu berkutat dengan mata pelajaran.
Sebetulnya, tadi aku sudah mengajak Alda bergabung, namun dia menolak dengan alasan malas keluar, ingin tidur.
“Diana?” Panggilan itu membuatku menoleh. Jantungku mendadak berhenti melihat Gibran kini terduduk di hadapanku.
“Gue mau ngobrol sebentar, boleh?” Tanyanya, aku meneguk ludah susah payah, mimpi apa ini?
Dia berdeham pelan, “gue suka sama Alda, dan kayaknya, lo juga tau itu,” kata dia. Aku mengangguk samar lantas melengos, perasaan bergejolak senang seketika lenyap, berganti dengan perasaan sesak.
“Kemaren, gue nembak dia, tapi gue ditolak, gara-gara lo.”
Aku langsung menatapnya, kali ini mataku mulai terasa panas. Maksudnya apa?
“Dia suka sama gue, tapi dia gak bisa nerima gue karena lo.”
“Tolong Di, jangan jadiin perasaan lo alasan Alda nahan perasaannya sendiri.” Aku tetap diam, mendadak merasa bisu, atau karena kerongkongan ku yang rasanya ditikam oleh batu besar berton-ton beratnya. Demi apapun, terasa menyakitkan.
“Lo sahabatnya, tapi lo nggak pernah tau apa yang dia rasain. Iya kan? Egois.”
“Gue sayang sama Alda,” dia menarik napas panjang, “izinin gue buat jagain dia dari bully-an Syifa.”
“Alda di bully Syifa, gara-gara dituduh deketin gue. Jadi gue minta tolong, jangan buat Alda tertekan lagi.”
Gibran menatapku dalam, “ini permintaan khusus dari gue.” Ujarnya terakhir kali.
Aku menggigit bibir, mencoba mengalihkan rasa sakit di dalam sana, namun ternyata sia-sia, justru air mataku mengalir, tidak dapat menahannya lagi.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden [Proses Revisi]
Teen FictionWAJIB KASIH VOTE!!! Kesalahan ku hanya satu, di saat aku jatuh cinta, maka aku benar-benar jatuh. Terlalu sulit mengalihkan pandangan pada sesuatu yang terlalu dekat. Aku sibuk mengejar dia yang justru semakin terlihat seperti ilusi. Sampai akhirnya...