Halte dekat tempat les ku, buat aku inget sama Sean. Saat Sean menyelamatkan ku dari pria hidung belang. Saat itu, dia marah besar, hingga memaksa untuk menjemput ku bahkan 30 menit sebelum aku pulang dia sudah menunggu. Itu dulu. Sekarang? Tentu saja tidak, kabar lelaki itu pun aku tidak pernah dengar lagi.
Perihal ucapan Keyla. Bodo amat. Aku gak mau ambil pusing, itu urusan mereka kan? Aku udah gak mau punya urusan lagi dengan mereka semua. Mereka pikir hati aku ini mainan? Lucu!
"Di, aku pulang duluan ya, ayahku udah jemput" ucap Laila—teman satu les ku—
Aku mengangguk seraya melambaikan tangan, "hati-hati"
Setelah Laila pergi, aku hanya terduduk di halte. Menunggu angkutan umum. Sekarang masih sore, makanya aku tidak terlalu takut. Meskipun tak di pungkiri masih ada perasaan cemas.
Sendirian, saat hujan. Aku di tarik ke masa lalu.
Saat itu, hujan gerimis, Sean datang ke rumah sambil membawa 2 es krim. Kami duduk bersisian di teras rumah.
"Di, jangan nikah sama siapa-siapa ya, tunggu gue" ucap Sean tiba-tiba.
"Lama gak?" Tanyaku bergurau.
"Gak tau" katanya. Suaranya terdengar serius, "pokoknya, tunggu gue nikahin lo ya?"
"Gak mau ah, nanti gue keburu tua"
"Gak pa-pa, gue tetep suka kok"
"Gembel dasar!" Aku mendelik, dan dia hanya tertawa-tawa.
"Perem deh," titahnya.
"Ngapain?"
"Perem aja"
"Jangan macem-macem ya!" Peringatku galak.
Dia tertawa, "iya, nurut aja kenapa sih." Akhirnya aku menurut, memejamkan mata.
"Rasain, gue lagi cium kening lo" kata Sean pelan. Entah sadar atau tidak, aku seolah bisa merasakan bibir Sean di keningku. Padahal saat itu, Sean di sampingku, dan kami dipisahkan oleh meja bundar.
"Kalo mau tidur di rumah, bukan di sini."
Itu suara Sean. Eh? Cepat-cepat aku membuka mata. Aku kaget melihat Sean sekarang ada di hadapanku. Memakai sweater abu-abu sambil memegang helm.
"Pulang yuk" ajaknya.
Aku masih bergeming. Dia kok di sini?
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden [Proses Revisi]
Teen FictionWAJIB KASIH VOTE!!! Kesalahan ku hanya satu, di saat aku jatuh cinta, maka aku benar-benar jatuh. Terlalu sulit mengalihkan pandangan pada sesuatu yang terlalu dekat. Aku sibuk mengejar dia yang justru semakin terlihat seperti ilusi. Sampai akhirnya...