35. Definisi sayang

1.9K 85 2
                                    

Aku dan Alda sedang berada di ruang tamu rumah Gibran. Jujur, ini kali pertama aku memasuki rumah lelaki itu. Selama ini, saat ibu menyuruhku mengantar makanan, aku hanya menunggu di luar.

Ah tunggu! Itu bukan poin penting, yang perlu diselamatkan sekarang adalah debar jantungku yang tidak bisa tenang sejak bertemu tatap dengan Sean! Lelaki itu sekarang bahkan duduk di sampingku. Sejak datang tadi, kami belum saling menyapa. Tentu saja aku merasa sangat canggung. Seharusnya dia tidak datang lagi dalam kehidupanku.

"Kenapa gak bilang sama aku kalo mau pergi?" Kata Alda pada Gibran.

"Kamu kan gak ada" ucap Gibran.

"Kan bisa ke rumah," katanya lagi.

"Rumah kamu di mana?" Tanya Gibran keheranan.

Aku menatap Alda yang kini hanya mengembuskan napas. Aku tahu betul bagaimana frustasinya Alda dengan kondisi Gibran yang seperti ini.

"Gibran kenapa?" Sean tiba-tiba berbisik di sampingku. Aku meliriknya kaget, menatap Sean yang juga menatap ke arahku. Dia gak punya otak ya ngajak aku bicara begini? "Dia kayak orang linglung, bahkan lupa sama gue" katanya lagi.

Aku melengos tanpa menyahuti ucapannya.

"Mantan bukan berarti musuh kan?" Bisiknya lagi.

Aku menatapnya kesal, oh bukan, tapi marah, karena saat ini mataku terasa panas, ingin menangis. Bisa-bisanya dia tetap bersikap tenang disaat perasaanku sudah tidak karuan?!

"Al, gue pulang duluan ya" ucapku sesaat setelah bangkit lantas berlalu keluar.

Saat hendak keluar dari gerbang rumah Gibran, aku mulai sadar jika Sean juga mengikutiku.

"Di, tunggu" katanya setelah berhasil menahan lenganku.

Aku menepisnya dengan wajah sesinis mungkin, "apa?!"

"Lo marah sama gue?"

"Menurut lo? Gue harus baik sama orang yang seenaknya dateng terus pergi tanpa penjelasan?" Kataku sarkastis. Tak sadar, mataku mulai terasa perih, menahan genangan air mata.

"Gue bilang, gue sayang sama lo, makanya gue lepas lo" katanya.

"Iya! Terus maksud lo dateng lagi sekarang apa?! Mau pamer ke gue kalo sekarang lo udah jadian sama Keyla?!" Aku membentak, suaraku bergetar. Air mataku meluruh, lenganku mengepal kuat.

Sean diam seribu bahasa.

"Bisa ya lo, setenang ini? Sementara gue bahkan gak sanggup natap mata lo," aku melirih, air mataku kembali menetes.

Lengan Sean bergerak hendak menyentuh wajahku, namun aku segera menghindar.

"Di, gue sayang sama lo."

Aku tersenyum miris, "sayang? Buktinya apa? Ninggalin gue buat cewek lain? Itu definisi sayang menurut lo? Bajingan!"

****

Hidden [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang