Aku duduk di hadapan Kak Fajar dan Sean. Kami sedang berada di sebuah kafe terdekat, tentunya setelah izin pulang lebih dulu kepada ibu dan teman-teman.
Wajah mereka penuh dengan lebam. Keduanya pun sesekali meringis, namun masih kentara sekali saling menahan emosi. Seolah belum puas beradu kekuatan tadi.
"Siapa yang mau jelasin?" Tanyaku dingin. Aku menyimpan kedua lengan di depan dada, bertingkah mengintimidasi kedua lelaki menyebalkan di hadapanku.
"Dia," jawaban itu terdengar berbarengan dari Sean dan Kak Fajar. Mereka saling menunjuk. Ya ampun! Kenapa mereka seperti bocah gini sih?
"Gak usah ngikutin gua, lu!" Bentak Sean.
"Lu yang ngikutin gua!" Kak Fajar ikut membentak.
"Jelasin sekarang!" Aku pun turut membentak.
Orang-orang pada memperhatikan. Tapi aku tidak peduli, kalo tidak sekarang, masalahnya takut semakin rumit. Jadi ya udah, kepalang malu.
"Woi! Punya kuping gak sih?!" Tanyaku kehabisan akal, "apa hubungan gue, Mikayla sama lo berdua?!"
"Di, dengerin gue" kata Sean. Mukanya kayak kebingungan mau jelasin apa.
"Ya cepetan jelasin! Atau gue marah dan gak mau berurusan lagi sama kalian!" Ancam ku. Ok, ini memalukan, sok cantik banget gak sih? Tapi ya gimana, namanya juga orang emosi.
"Ya udah, Kakak yang jelasin," kata Kak Fajar. Aku menatapnya, bersiap mendengarkan penjelasannya.
"Enggak, gak usah, gua aja!" Kata Sean.
"Sama gua aja!" Kata Kak Fajar.
Aku mendesah panjang, "mau kalian apa sih?!" Aku menatap keduanya yang hanya menunduk merasa bersalah.
"Kak, coba jelasin," pintaku pada Kak Fajar. Sean menatapku tak terima, tapi ku balas dengan pelototan, hingga lelaki itu hanya mengembuskan napas pasrah.
"Sebelumnya, saya minta maaf sama kamu," kata Kak Fajar, terdengar hembusan napas berat, "dulu, saya suka sama Mika, tapi dia," kata Kak Fajar sembari melirik Sean, "dia dengan seenak jidat bilang mau nikahin Mika" lanjutnya lagi.
"Saya sayang sama Mika tulus, gak kayak dia yang cuma kasihan" ujar Kak Fajar dengan helaan napas berat. "Sampai saat saya ketemu kamu, saya suka. Tapi cuma suka biasa aja, cuma tertarik. Kamu beda dari yang lain di mata saya." Katanya yang sontak membuat jantung ku berdebar.
"Saya cuma bisa liatin kamu dari jauh, gak berani ngedeketin, karena saya tahu, kamu dan saya sama, gak suka jadi pusat perhatian" ujarnya yang lagi-lagi membuatku termenung. "Sampai tiba-tiba aja, Sean bilang kalo dia lagi suka sama seseorang di sekolah saya, dan itu kamu" katanya, sadar atau tidak, lengannya mengepal kuat.
"Kamu tau gimana perasaan saya?" Kak Fajar menatapku dalam "saya takut, takut Sean menang lagi dari saya. Takut, lagi-lagi saya dipandang pengecut sama dia" katanya yang sontak membuat dadaku sesak. Maksudnya aku taruhan?
"Tapi saya coba buat biarin Sean deket sama kamu, karena saya pikir, Mika bakal sama saya kalo Sean sama kamu," ujarnya, "tapi ternyata, manusia berengsek ini," katanya melirik Sean, "justru gak mau lepas salah satu. Dia deket sama kamu, tapi juga gak mau lepasin Mika" ujarnya lagi dengan lengan mengepal.
Perlahan, mataku terasa mulai panas, berkaca-kaca. Lenganku pun mengepal, rasa tidak terima bergejolak di rongga dadaku.
"Saya harus dapetin kamu, biar Sean yang kalah kali ini."
"Keterlaluan lo ya!" Kataku tak habis pikir.
Kak Fajar tidak menjawab, hanya menunduk. Aku mengembuskan napas berat, mengalihkan padangan pada Sean. "Sekarang lo boleh jelasin," kataku tercekat.
Aku menatap Sean yang kini terlihat kehabisan kata-kata, "gak ada" ujarnya singkat.
"Gak ada apa?"
"Gak ada lagi yang bisa gue jelasin. Semuanya udah jelas," katanya sembari mengembuskan napas, "gue cuma mau nambahin, gue emang berniat buat ninggalin Mika dulu, karena gue tau, Mika bakal lebih bahagia kalo hidup sama orang yang cinta sama dia, dan itu bukan gue, tapi Fajar" katanya pelan.
"Terus gue ketemu lo, orang pertama yang buat gue kenal sama cinta. Gue pikir, gue bisa lepasin Mika sama orang yang cinta sama dia, dan gue sama orang yang gue cinta. Tapi ternyata enggak, gue malah nyakitin kalian berdua," ujar Sean yang kali ini mampu membuat air mataku mengalir.
"Gue yang berengsek di sini. Gue gak bisa konsisten sama pilihan gue," Sean menunduk.
Aku beranjak bangkit begitu mendengar penutup dari Kak Fajar. Air mataku mengalir, tak habis pikir dengan isi kepala mereka.
"Di," tahan Sean. Dia menahan lenganku saat aku hendak pergi, meski cepat-cepat aku menepisnya.
"Gue mau pulang!" Kataku ketus.
"Saya anter ya," Kak Fajar ikut bangkit.
"Gak usah!" Tukasku tajam, "mulai sekarang, gue gak mau berurusan sama kalian lagi!" Tandas ku sebelum benar-benar meninggalkan kafe dengan perasaan campur aduk.
******
Nyeseq ga:(
Jangan lupa, baca cerita baru aku, judulnya Hai! GILANG. Cari di works yaaa❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden [Proses Revisi]
Teen FictionWAJIB KASIH VOTE!!! Kesalahan ku hanya satu, di saat aku jatuh cinta, maka aku benar-benar jatuh. Terlalu sulit mengalihkan pandangan pada sesuatu yang terlalu dekat. Aku sibuk mengejar dia yang justru semakin terlihat seperti ilusi. Sampai akhirnya...