51. Olimpiade

1.7K 72 5
                                    

Ruangan luas, ber-AC, tenang, tapi mampu membuat dadaku sesak. Rasanya gak ada oksigen di sekeliling ku. Mungkin karena banyak orang di sini, sehingga kami harus berbagi oksigen. Terlebih bersama Sean juga.

Iya. Hari ini, aku dan Kak Fajar akan mengikuti olimpiade sains mewakili sekolah kami. Kalian mungkin tidak menyangka, lawan ku saat ini dari sekolah Sean, dengan Keyla sebagai perwakilannya.

"Minum dulu, tenangin diri kamu. Jangan panik" ujar Kak Fajar padaku. Dia menyodorkan sebotol air mineral.

Aku menerimanya dan meneguknya setengah, "aku gugup" kataku gemetar.

Lagi-lagi diluar dugaan, Kak Fajar menggenggam jemari ku erat. Aku menatapnya kaget, tapi dia justru menatap ke depan sana. Menatap bagaimana riuhnya para pendukung dari berbagai sekolah.

Aku ikut menatap ke depan, berusaha biasa saja. Kalian tahu? Mata siapa yang pertama kali ku lihat? Sean. Lelaki itu menatapku intens hingga aku merasa gugup sendiri.

Sadar atau tidak, aku mulai melepaskan tanganku dari genggaman Kak Fajar. Seolah takut jika Sean cemburu. Padahal, tidak mungkin juga kan? Dia di sini untuk Keyla, bukan untukku.

Perlombaan dimulai. Lengan Kak Fajar sigap di atas tombol berwarna merah.

Pertanyaan demi pertanyaan pun di bacakan. Aku gemas sendiri, karena sedari tadi kami berhasil menjawab beberapa pertanyaan dengan benar.

Tim Keyla pun tak kalah hebat. Poin mereka beriringan dengan kami, sementara salah satu sekolah lain memimpin dengan poin yang cukup jauh.

"Dua belas meter per sekon" ujar Kak Fajar begitu berhasil menekan tombol merah.

"Benar!" Seru pembaca acara. Aku dan Kak Fajar ber-tos ria, diiringi tepukan tangan riuh dari para pendukung.

"Pertanyaan terakhir, soal matematika," ujar pembawa acara, empat tim sekolah bersiap-siap mendengarkan pertanyaan dari pembawa acara. Sementara para juri bersiap mencatat poin.

"Suku ke empat dan suku ke sembilan sebuah barisan aritmatika berturut-turut 1 dan 11. Jumlah 30 suku pertama barisan tersebut adalah" ujar pembawa acara.

Cepat-cepat Kak Fajar dan aku menghitung. Belum selesai menghitung, lenganku sudah memencet tombol merah. Hingga bunyi nyaring memenuhi ruangan yang seketika terasa sunyi.

"Iya SMA 17 Jakarta," ujar pembawa acara. Seketika semua perhatian tertuju padaku dan Kak Fajar yang justru membuatku gugup.

Kak Fajar menggenggam jemariku, "720" bisiknya.

Aku menarik napas dalam-dalam, "tujuh ratus dua puluh" ujar ku lantang.

Hening.

"Benar!" Seru pembawa acara, yang sontak membuatku melompat. Tak sadar aku memeluk Kak Fajar erat. Saking senangnya.

******

Hidden [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang