Seperti yang Alda bilang, menyogok.
Saat jam pulang sekolah ini, aku memberanikan diri menemui Kak Fajar di kelasnya. Sambil membawa sebatang cokelat sebagai tanda permintaan maaf ku.
Jujur ini memalukan. Apalagi banyak kakak kelas yang menatapku. Aku bukan siswi populer, mereka juga mungkin gak kenal ke aku, tapi tetap saja memalukan menjatuhkan harga diriku menghampiri kakak kelas lebih dulu.
"Kak Fajar!" Seru ku begitu Kak Fajar keluar dari kelas dan hendak pergi bersama seorang temannya.
Sontak, beberapa pasang mata memperhatikan ku.
"Apa?" Tanya Kak Fajar datar. Aku berdeham pelan, berusaha mengalihkan perhatian orang-orang yang kini seolah memperhatikan ku dan Kak Fajar. "Ada apa? Saya buru-buru" kata Kak Fajar lagi yang membuat tubuhku seketika terasa panas dingin.
Aku menyodorkan cokelat yang ku sembunyikan di balik punggung dengan wajah menunduk. "Buat Kakak," ucapku menggantung. Aku merasa lenganku yang memegang cokelat akan segera patah, lemas sekali. "Sebagai tanda permintaan maaf" lanjutku hati-hati.
Aku terus menunduk, tak berani menatapnya.
"Saya gak suka cokelat" sahutnya.
Aku memejamkan mataku beberapa saat, bersiap mendongakkan kepalaku untuk bisa menatapnya, "gak di makan juga gak pa-pa, tapi tolong di ambil," kataku memaksa.
"Buang aja" katanya acuh, tanpa menatapku sedikitpun.
Aku mengepalkan lengan kuat-kuat, tidak menyangka di bumi masih ada manusia menyebalkan seperti Kak Fajar. "Tolong Kak, sebagai permintaan maaf dari aku" kataku persuasif.
Dia masih gak mau menatapku, "udah di bilang, masalah kemaren saya gak pa-pa." Katanya, setelah itu pergi. Dan temannya pun mengekor.
Sumpah! Kalo bukan karena dia anak pemilik yayasan, sudah jelas aku gak mau minta maaf sampai-sampai melukai harga diriku.
"Kayak pohon pisang, punya jantung gak punya hati!"
******
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden [Proses Revisi]
Teen FictionWAJIB KASIH VOTE!!! Kesalahan ku hanya satu, di saat aku jatuh cinta, maka aku benar-benar jatuh. Terlalu sulit mengalihkan pandangan pada sesuatu yang terlalu dekat. Aku sibuk mengejar dia yang justru semakin terlihat seperti ilusi. Sampai akhirnya...